Melanggar janji apapun alasannya tentu merupakan hal yang salah dan mencederai ksatriaan seseorang. Tetapi ketika dengan melanggar janjinya seseorang itu dapat memberikan harapan yang lebih besar dari yang dijanjikan dengan apa yang dilakukan kemudian, apa salahnya?
Perkembangan politik saat ini berkenaan semakin derasnya dukungan publik atas pencalonan Jokowi sebagai presiden, maka muncullah pihak-pihak yang mempertanyakan komitmen Jokowi atas janji untuk menyelesaikan tugasnya sebagai gubernur sampai selesai pada 2017.
Bahkan lucunya ada pihak yang mengaku sebagai warga Jakarta yang kemungkinan besar tidak memilih Jokowi justru sangat bersemangat menagih janji Jokowi untuk menyelesaikan komitmennya itu.
Sebenarnya berkenaan dengan janji atau komitmen Jokowi ini kita ada baiknya melihat sejarah ketika Jokowi masih sebagai Wali Kota Solo.
Ketika itu pada periode keduanya sebagai wali kota yang baru berjalan sekitar dua tahun, Jokowi dicalonkan sebagai Gubernur Jakarta. Waktu itu juga ada warga Solo atau publik yang mempertanyakan komitmen Jokowi.
Apa yang terjadi kemudian? Dengan pencapaian yang ada dalam waktu yang tidak lama sebagai Gubernur Jakarta, ‘dosa’ Jokowi mengingkari janji sebagai wali kota ‘terampuni’.
Kini masyarakat Solo justru merasa bangga, mantan wali kotanya dapat bersumbangsih membangun Ibu Kota Negara dengan membanggakan.
Kalau kemudian kembali Jokowi berbuat ‘dosa’ lagi dengan memutuskan mencalonkan diri sebagai RI 1 sebelum dua tahun kepemimpinannya di Jakarta dan bisa berbuat sesuatu yang lebih baik untuk bangsa ini. Apa salahnya? ‘Dosanya’ akan ‘terampuni’.
Sekali lagi, melanggar apa yang sudah dijanjikan memang salah. Tetapi dengan kesalahan itu kemudian bisa berbuat hal yang lebih besar untuk bangsa ini tentu ada benarnya.
Katakan Jokowi sudah berjanji kepada warga Jakarta yang rela memilihnya ada beberapa juta. Tetapi kemudian dengan menjadi presiden bisa berbuat sesuatu yang baik untuk puluhan atau bahkan ratusan juta rakyat.
Saya yakin siapapun pemimpin yang baik itu tidak akan menyesali keputusannya. Walaupun untuk itu ia harus dicela segelintir orang.
Lagipula pencalonan Jokowi bukan atas keinginan diri sendiri karena ambisi untuk berkuasa. Namun atas dukungan kebanyakan publik yang sudah melihat hasil kerja Jokowi selama ini.
Kalau kemudian Jokowi mundur atas desakan beberapa orang yang meminta komitmen pada janjinya. Lalu mengabaikan kehendak ribuan orang yang berharap Jokowi jadi presiden, maka itu pun menolak panggilan suara rakyat.
Seorang pemimpin bila ingin menjadi besar memang harus melakukan hal yang besar dengan melihat kesempatan dan waktu yang ada. Selain melihat dukungan yang ada, ia pun perlu bertanya pada dirinya komitmen besar apa yang akan diberikan pada bangsanya.