Mengapa memaksa? Saya ingat pengalaman saya sendiri. Terbiasa dimanjakan oleh keadaan ketika kecil. Akibatnya kurang menyadari bahwa ‘uang tidak tumbuh di pohon.’ Ibu terbiasa mencukupi saya dan adik dengan segala kemudahan. Saya rasa ibu juga terbiasa dicukupi oleh kakek ketika kecil. Hal ini sepintas menimbulkan rantai ‘hidup yang serba enak.’ Saya banyak melihat keadaan semacam ini dari teman atau saudara yang lain. Yang terbiasa serba ada dan serba dilayani. Sejujurnya, saya kurang suka!
Ketika dewasa, mereka cenderung kaget. Ketika segalanya tidak selalu ada dan tidak semua orang akan sudi melayani, sekalipun dibayar mahal misalnya! Maka saya cenderung setuju bahwa sejak usia dini, anak dan remaja hendaknya diberikan kenyataan bahwa ‘uang tidak tumbuh di pohon.’ Dengan belajar sedikit ‘keras’ mereka tidak akan terkejut ketika dewasa dan menemukan hidup tak seindah cerita HC. Anderson. Bahwa semua akan berakhir bahagia. Hidup itu harus dijalani dan dikerjakan semampunya. Ambisius melelahkan, tetapi mental loyo juga akan ketinggalan. Sulit, memang! Tetapi bekerja demi diri sendiri itu keharusan, jangan jadi pemalas.
Ketika anak saya mulai bekerja. Saya menyeringai, “Wuah, Mom akan dapat penghasilan ya! Dapat bagian ya…” Dan anak saya mencibir kesal, “Enak saja, itu kan aku yang kerja Mom. Uangnya untukku lah!” Satu lagi pelajaran. Jangan juga terlalu berharap segala sesuatu akan dicukupi atau diberikan oleh anak – anak kita kelak. Punya anak bukan buat ‘jaminan hari tua.’ Punya anak itu amanah dari Tuhan untuk memberikan suatu kehidupan pada insan lainnya dan melanjutkan kisah dunia. Tetapi memang punya anak itu membahagiakan. Yang sedikit menakutkan, kadang beralasan ‘demi anak (dan istri/suami)’ banyak orang yang berubah menjadi serakah atau bahkan tidak menjadi dirinya sendiri. Bekerja menjadi ‘menghalalkan’ segala cara.
Menurut saya penting, menyadarkan sejak dini, bahwa anak – anak harus sedikit menderita. Bukan penderitaan yang menyakitkan tetapi lebih pada pengenalan kesadaran kehidupan, bahwa orang – tua juga takkan hidup selamanya. Bahwa suatu saat mereka harus mengepakkan sayapnya dan terbang sendiri. Hal ini pun barangkali terjadi pada saya dan Anda. Ketika saat ini saya dan Anda masing – masing sudah mengepakkan sayapnya, meninggalkan pengaruh orang tua dan menjadi orang dewasa. Maka, saya senang ketika anak saya sudah bekerja sebelum usia lima-belas. Buat saya itu pelajaran kehidupan yang sangat berharga baginya.
Ketika ditanya, “Bagaimana tadi menjadi asisten guru piano pada hari pertama?” Jawabannya cukup panjang, menandakan bahwa ia cukup suka dan menikmati pekerjaannya. “Waduh muridnya banyak Mom, yang paling tua, usianya setahun dibawahku dan yang paling muda adalah murid yang masih duduk di bangku TK!” Bayarannya berapa? Kami belum tahu, tapi bagi saya yang paling baik adalah terbayar jika anak saya tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan tidak cengeng. Mengerti tentang pentingnya bekerja dan mencari nafkah. Bekerja? Mulai sejak dini! Sadari bahwa,…’uang tidak tumbuh di pohon’!
foto: www.littleheartsbooks.com
anak harus sedikit menderita. Bukan penderitaan yang menyakitkan tetapi lebih pada pengenalan kesadaran kehidupan,
ya karena sejak sekolah SD saya sudah mulai bekerja, jualan es keliling, Ci, berangkat jam tiga pagi ambil esnya, pulang sekolah dibawa keliling kampung, pulangnya kasih makan peliharaan dan tanam sayur, jadi sejak kecil beli baju lebaran pakai uang tabung sendiri..hehhehe#curhatcom
seriusss niiiy??? wowww… hebatnya…salut deh boss!