Berjilbab dari Hati

rohis66-jkt.org
rohis66-jkt.org

Ketika anda memutuskan untuk berjilbab, apa yang menjadi dasarnya? Sekedar menutup aurat? Sekedar mode? Ikut-ikutan tetangga? Atau benar-benar menjalankan perintah agama?

Jawabannya selalu klise : ingin menjadi muslim beneran, ingin menjadi lebih baik. Namun kenyataannya banyak wanita yang tidak sealim jawaban di atas. Memang sih, banyak yang benar-benar demikian, tapi tak jarang pula yang hanya berpura-pura. Bahkan ada yang terang-terangan menjawab untuk menutupi uban. Yang seperti inilah yang membuat saya prihatin. Mengapa wanita berusaha bersembunyi di balik jilbabnya?

apa yang ingin mereka tutupi? Hanya kepalanya saja?

Lalu, sebenarnya apa esensi dari berjilbab? Dalam Al Quran dengan sangat jelas disebutkan perintah akan berjilbab ini bagi wanita muslim, yang bisa kita temui pada surat An-Nuur : 31, Al-A’raf :26, Al-Ahzab : 59, dan banyak hadist-hadist yang mendukung perintah berjilbab ini. dalam ayat-ayat tersebut dengan jelas disebutkan jilbab dan pakaian seperti apa yang disyariatkan oleh Islam.

Saya bukanlah ahli dalam taffsir Al-Quran, saya hanya melihat kebiasaan orang berjilbab kebanyakan bukanlah benar-benar datang dari hati dan benar-benar tulus menjalankan perintah agama. Tetapi kebanyakan justru pengaruh lingkungan seperti mode, ikut-ikutan tetangga, menutupi cacat, dll, dll. Yang pada akhirnya membuat berjilbab itu dilakukan dengan setengah hati.

Baca juga :  Era Kecerdasan, Katanya

Sebagai contoh, saya punya teman bernama Susi (samaran), seorang guru di sebuah SMP di desa saya. Ketika berangkat ke sekolah, dia kenakan pakaian panjang (berlengan panjang dan celana/rok panjang) plus jilbab. Tetapi ketika dia ke pasar atau keluar rumah untuk keperluan selain ke sekolah, dia kenakan pakaian seenaknya tanpa jilbab. Sering saya bertanya dalam hati, sebenarnya apa tujuan dia berjilbab? Biar terlihat alim di depan murid-muridnya? Atau apa?

Contoh yang lain, teman saya bernama Dewi (samaran), seorang pengusaha muda yang cukup berhasil di desa saya. Dalam keseharian, dia berjilbab. Tetapi ketika dia menjahitkan baju di bengkel jahit saya, dia selalu minta bajunya ‘press body’. Bahkan untuk bawahan, tak segan-segan dia kenakan celana legging* yang sebenarnya lebih pantas digunakan sebagai underwear. Untuk kebiasaannya ini, sebenarnya saya ingin berkomentar, tapi apa hak saya mengomentari penampilannya.

Baca juga :  Agama Baha'i Sebagai Agama Baru atau Sebatas Aliran Kepercayaan?

Harusnya, berjilbab datang dari hati yang paling dalam, sebagai amalan yang tulus atas perintah agama Islam. Jika ini yang kita lakukan, pastilah kita akan memakai pakaian dan jilbab yang sesuai dengan petunjuk Al-Quran. Jilbab akan menjadi penutup yang justru akan menjadi perhiasan bagi kita. Bukankah untuk menjadi cantik tidak harus memperlihatkan lekuk tubuh? Selain itu, niat yang berasal dari hati akan awet, tidak membuat kita plin-plan dalam berjilbab. Jadi, jilbab tidak sekedar menjadi penutup raga kita, justru yang terpenting adalah menutup jiwa dari perbuatan yang dilarang agama.

Semoga bermanfaat.

 

(*Legging : celana dari bahan kaos tipis dan ketat.)

 

Respon (2)

  1. keg gini yang bikin salah kaprah, perintah-Nya menutup aurat, bkn menutup hati. berjilbab aja uda bisa mengurangi dosa, percuma kan berbuat baik trs tp dosanya jalan terus karena auratnya,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *