Bila

BILA hidupku sesusah begini, mengapa juga orang lain pada miris. Bila hidupku sebahagia itu, mengapa juga orang pada iri. Bila hidupku tak bergerak-gerak, mengapa pula orang-orang pada kenceng-kenceng bernasehat. Bila kelak, aku yang lebih baik dari mereka, lalu beberapa dari mereka berkata: “Mereka yang membuatku sukses”. Bila aku memberi tahu sesuatu kepada mereka, mereka berbalik: “Nasehati saja dirimu sendiri”.

Bila seseorang sukses, makan enak-enak, pilih-pilih tempat berlibur, Sekerumunan teman lama, teman baru, pada mendekat. Jika tak ada maksud tertentu, manalah mungkin mereka dekat-dekat. Itu teori lama, gula vs semut. 

Bila saja, politik, ekonomi, agama, kitab-kitab adalah benar-benar magnet, maka sungguh tak ada orang yang merana-rana, sebab mereka ikhlas akan segala hal. Politikus bermercusuar, ataukah gagal total dalam karier politiknya, Ataukah si kaya si miskin dalam mata ahli ekonomi, pun tak ngaruh. Juga, soal agama, yang beriman dan sementara menuju iman ataukah justru gagal beriman. Juga tak ngaruh. Apa yang tak ngaruh? Jawabnya: Manusia iklhas, selalu dalam keseimbangan, pertengahan: Tak kejam memvonis orang lain dalam kesalahannya, dan tak kelewat menyanjung orang lain dalam prestasi hidupnya.

Baca juga :  Penipu SMS Berhadiah Curi Photo Dirut Keuangan PT. Semen Indonesia

Tetapi, ini beda. Tetanggaku yang seorang baik-baik, tiba-tiba tersangkut perkara amoral. Dan menjauhlah semua orang, di saat orang ini butuh pertolongan spirit, sebab ia pun paham apa yang dilakukannya adalah khilaf. Dan kita lebih khilaf karena membiarkannya lama-lama dalam kekhilafannya. Kata tetanggaku: Semua atas nama hukuman sosial, yang jahat tak kan berteman dengan siapa-siap.

Dan sepertinya, kita sukses menceburkannya lebih jauh lagi, agar ia berteman dengan kejahatannya. Itulah kita, hanya monoton. Peduli pada kebaikan-kebaikan saja, yang jahat-jahat dicibir-cibir, tanpa memberi jalan lapang untuk keluar dari kubangan kejahatannya. P

Baca juga :  Seorang Putri Pejabat Ditipu Pria Bejat

adahal yang wajib itu memperbaiki yang rusak. Apa yang mau diperbaiki jika sesuatu telah baik. Hemmmm, ini sebagian isi sebuah ceramah pendeta jalanan dan ustad pinggiran yang kusimak sore ini^^^

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *