(CERMIN)Beberapa Jam Sebelum Pagi, Kemarin Lusa

pagiPada akhirnya semua kembali lagi pada tempat dimana berasal, semua berbanding terbalik dengan awal mulanya. Yang menangis akan tertawa begitupun sebaliknya.

Langit yang sedari malam memunculkan gurat-gurat kelabunya, makin pekat takkala angin memberi rona kecepatan yang tinggi. Pucuk-pucuk daun dan rantingnya bergoyang tak teratur, kadang ke kiri kadang ke kanan bahkan kedepan dan kebelakang. Ada tamu yang tak di undang datang semalam. Gerimis.

Bulir-bulir mungil air itu muncul tak tepat waktu, dia datang terlalu cepat padahal jaraknya masih beberapa purnama dengan musim yang semestinya.

Air tercurah pelan namun pasti, meninggalkan lubang-lubang kecil dengan kedalaman yang berbeda. Bumi terhentak-hentak karenanya.

Beberapa jam yang lalu, sesuatu yang kukira masih terlelap tiba-tiba dia terjaga, membuka setiap mata inderanya seperti hendak menyampaikan orasinya.

Baca juga :  Jokowi Hebat, Tapi Belum Saatnya Jadi Presiden

Padahal aku sudah tahu, sebelum dia terjaga pun beberapa burung sudahlah datang membawa kabar,  tentang sebuah kisah yang tengah di rangkai.

Seperti percakapan di sebuah film, semua dialog tersampaikan dengan teratur dan rapi. Prolog, monolog dan epilog begitu taat pada perannya masing-masing.

Dan benar, dengan memberikan banyak ucapan tanpa jeda, tanpa arti apapun, sedikit pembenaran dari cerita itu tersimpulkan sempurna.

Aku hanya mampu membaca gerakan bibirnya tanpa mampu mendengar suaranya, apalagi intonasinya. Apakah suaranya selembut kapas atau seberat karang. Apakah diagframa dadanya naik turun dengan cepat atau sangat tenang. Aku sungguh tak mampu membaca apapun dari keduanya, laksana kapal hendak karam yang hanya lemas menerima takdirnya

Baca juga :  Mengapa Ikan Koi harganya Selangit?

Bibirnya bergerak, terbuka dan menutup dengan cepat, sementara aku tercenung, gelisah.

Tapi pada akhirnya, dengan bantuan gerimis yang menjelma hujan aku bisa menangkap sedikit..sedikit saja cerita yang dia sampaikan.

“Sudah terbagi dengan genap semuanya” katamu di akhir paragrap.

Akupun mengiyakan, tanpa kemampuan untuk meredakan gejolak kalbu yang di koloni semesta yang tengah menangis.

Dan masih seperti beberapa musim yang lalu, gerimis masih saja datang tak tepat waktu, padahal jarak dengan musimnya masih beberapa purnama lagi.

Responses (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *