“Buya Hamka itu tukang cerita. Disebut Kaba dalam kamus Minangkabau. Beliau itu telah melecehkan pemuda Makassar, cinta Zainuddin terterima, tapi ditolak budaya. Coba dibalik, mengapa bukan yang jadi Zainuddin orang Minangkabau?”, tutur Daeng Gassing usai menonton Tenggelamnya Kapal van Der Wijck.
Gasing melanjutkan: “Buya Hamka juga pro Belanda, apa-apaan judul novel itu diberi judul Kapal van Der Wijck, ini kan kontra nasionalisme. Mengapa bukan Tenggelamnya Kapal Gunung Jati atau Kapal Gadang Minagkabawi ataukah Kapal Ejayya, Makassar?”.
Rupanya Daeng Gassing pro aktif menelaah film itu atas kehadiran Zainuddin, anak muda Makassar yang ayahnya berasal dari Minangkabau. Blasteran Minang-Makassar ini, menjadi ikon sentral kebanggaan warga Makassar, sekaligus perahu kesedihan atas nasib cinta berakhir buruk: MATI.
“Ini tak bernafas keadilan, yang baik-baik mati, yang gak baik-baik pun mati. Semua mati, ini contoh novel yang sangat tragik di sepanjang abad”, protes Gassing berapi-api.
Sebetulnya Gassing wajib bersyukur sebab Buya Hamka sukses menyematkan dendam positif kepada Zainuddin atas penolakan lamarannya di keluarga besar nan ningrat Hayati Family. Zainuddin gilang-gemilang sebagai novelis, kaya raya, terpandang atas jasa keluarga Hayati yang super cantik itu.
Andai lamaran Zainuddin diterima ayah-ibu Hayati, maka Zainuddin akan menderita selamanya, tetap menjadi obyek perbudakan kebudayaan, habit primordial, sosio-kultural-klasik, penghambaan terhadap produk chaos budaya di zaman itu.
Gassing pun harus ciumi punggung tangan Buya Hamka berpuluh-puluh kali. Kenapa? Karena Zainuddin bercirikan Makassar original, orang Makassar jika ditekan, dikecilkan, dikucilkan, diinjak martabatnya, maka percayalah ia akan bangkit melebihi dari kekuatan sesungguhnya.
Sepertinya Daeng Gassing malah makin sedih dengan kalimat-kalimat ini. Dia pilu karena sosok Zainuddin telah lama raib dari Bumi Makassar. Yang tinggal hanyalah pemuda-pemuda rapuh, mudahnya patah arang dan gampangnya berlari jauh dari harapan dan spirit hidup. Jika terbentur problematika dan bahaya hidup, mereka malah mendekati kematian, dialah bernama narkoba, free sex, alcohol party, gang motor dan hura-hura. “Zainuddin sudah lama mati di Makassar”, tutup Daeng Gassing sambil menyeka air matanya^^^