kompas.com
Presiden Suharto pada tanggal 10 Agustus 1995 telah menetapkannya menjadi hari Teknologi Nasional. Tanggal itu dipilih tentu bukan tanpa alasan, tetapi pada tanggal tersebut telah terjadi momentum sejarah teknologi kita dengan penerbangan perdana peswat N-250 Gatot Kaca karya anak bangsa.
Delapan belas tahun silam di Bandara Husein Sastranegara, Bandung Jawa Barat, telah terjadi momen penting bagi teknologi kedirgantaraan Indonesia. Pada saat itu sebuah pesawat karya anak bangsa untuk pertama kalinya mengudara di atas kota Bandung. Kala itu Menristek B.J. Habibie sebagai tuan rumah dalam acara gelar peristiwa bersejarah ini. Presiden Soeharto dan Ibu Negara Tien Soeharto menjadi tamu kehormatan dalam penerbangan tersebut yang tentunya tak ketinggalan para pejabat yang turut hadir bersama beliau.
Digambarkan suasana cukup tegang menyelimuti hati para hadirin ketika mesin pesawat mulai dinyalakan. Mesin menggerung kemudian bergerak pelan-pelan, berputar, melaju kencang dan akhirnya mengudara. Sontak seluruh hadirin berteriak girang dan dengan menggunakan teropong mereka mengawasi pesawat putih yang berbadan gemuk itu meninggalkan landasan pacu menuju langit Bandung. Sesaat ketegangan pun mencair melihat keberhasilan Gatot Kaca kembali pada kodratnya terbang mengangkasa.
Kegembiraan itu layak mereka ekspresikan mengingat sebelumnya para ahli penerbangan sempat menyangsikan kemampuan pesawat ini. Namun, kegigihan anak bangsa telah teruji hingga mereka mampu mewujudkan impiannya. Mereka tidak peduli dengan pendapat para ahli penerbangan yang seolah menyangsikan kemampuan mereka. Hal ini rupanya malah menambah keseriusan mereka untuk menghasilkan suatu karya yang layak mendapat acungan jempol.
Pesawat yang dikenal dengan N-250 Gatot Kaca ini merupakan prototipe pesawat komersial yang dirancang di dalam negeri oleh PT Dirgantara Indonesia atau lebih dekanal dengan IPTN atau Nurtanio yang dimotori oleh Profesor DR. B.J. Habibie. Pesawat ini dikatakan hasil tranfer teknologi pertama yang telah sukses dilakukan oleh insinyur-insinyur Indonesia di bawah asuhan B.J Habibie. Pesawat ini dikatakan pesawat canggih pada masanya baik dari segi teknologi, fasilitas maupun interiornya.
N-250 Gatot Kaca merupakan pesawat perintis yang menggunakan mesin turboprop 2439 KW dari Allison AE 2100 buatan perusahaan Allison. Pesawat berteknologi fly by wire yang pertama di dunia ini, memiliki kecepatan maksimal 610 km/jam atau setara dengan 330 mil/jam dan kecepatan ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turboprop 50 penumpang. Ketinggian operasi 25.000 kaki (7620 meter) dengan daya jelajah 1480 km. Sementara itu dari segi berat dan dimensi memiliki spesifikasi sebagai berikut. Rentang sayap 28 meter, panjang badan 26,30 meter, tinggi 8,37 meter, berat kosong 13,665 kg, dan berat maksimal saat take-off 22.000 kg.
Memang untuk menghasilkan pesawat perintis ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pesawat yang didesain berpenumpang 50-70 orang ini konon dikatakan bersaing dengan Fokker F-50 yang berasal dari pabrikan Belanda yaitu Fokker Aviation. Karena Fokker pada tahun 1996 mengalami kebangkrutan, maka B.J. Habibie melihatnya sebagai peluang yang sangat bagus. Maka tidak mengherankan, jika pada pameran Indonesian Air Show 1996 di Bandara Soeta (sekarang) telah menjadi bintang pameran dan tentunya menjadi faforit para pengunjung.
Sang Gatot Kaca pada 10 Agustus 1995, akhirnya dengan gagahnya dapat mencapai cakrawala dan mengangkasa selama 55 menit. Tentu bukan waktu yang singkat untuk sebuah penerbangan perdana. Peristiwa ini menjdi berita hebat dan menarik hingga disiarkan di seluruh dunia. Kebanggaan luar biasa tentu tidak hanya dirasakan oleh mereka yang menciptakannya tetapi senyum lebar pun mengembang dari pemimpin negeri ini ialah Presiden Soeharto. Tak ketinggalan tentunya seluruh warga negara saat itu merasa memiliki kebanggaan yang tak terkira karena ternyata bangsa sendiri sudah mampu menciptakan sebuah karya kebanggaan.
Sayang kejayaan N-250 Gatot Kaca kebanggaan anak bangsa ini tidak berumur panjang. Pesawat prototipe ini tidak bisa diproduksi masal hingga hari ini. Awal mula penyebab pesawat ini tidak bisa diproduksi karena faktor krisis meneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Bahkan menjadi sangat tragis karena perusahaan yang telah menggagas lahirnya Gatot Kaca ini telah dibiarkan jatuh dalam kebangkrutan bahkan menyisakan kepedihan di hati ribuan karyawannya.
Kesuksesan dan kecanggihan N-250 Gatot Kaca ini ternyata tidak bisa dinimati oleh anak-anak generasi muda. Sekarang mereka hanya bisa terperanjat dan ternganga melihat kemampuan pendahulunya. Pengalaman ini sungguh terbukti ketika saya menunjungi Monas beberapa waktu yang lalu. Ketika berkeliling menikmati diorama yang ada di lantai dasar Monas seketika anak saya yang baru naik ke kelas empat menyeletuk “ Mam…, ternyata Indonesia bisa buat pesawat ya?” Saya berusaha menjawab dan memberikan penjelasan serta mengajaknya membaca keterangan yang ada di depan miniatur N-250 Gatot Kaca. Namun sebelum kami beranjak dari tempat tersebut hadir serombongan anak-anak usia SD yang juga melontarkan pernyataan senada. “ We… ternyata Indonesia sudah pernah bikin pesawat!” Sekarang giliran saya yang menjadi terperanjat mendengarnya, ternyata pertanyaan muncul bukan hanya dari anak saya.
Ternyata di mata anak-anak fakta ini dipandang menjadi ironi yang menimbulkan ketidakpercayaan. Mungkin karena mereka berpikir untuk menciptakan sebuah pesawat terbang tentu memerlukan sebuah teknologi canggih yang hanya dimiliki oleh negara maju. Sementara dari berita yang mereka saksikan di televisi setiap harinya bukan tentang kemajuan teknologi Indonesia, tetapi selalu berita-berita miring yang notabene tidak mendorong dan mencerdaskan pola pikir mereka. Hingga akhirnya ketika mereka menemukan fakta sejarah menjadikan mereka terkaget-kaget luar biasa. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi kita orang-orang dewasa untuk selalu memberikan keteladanan dan pemahaman sejarah yang baik kepada anak-anak. Mudah-mudahan jejak kejayaan N-250 Gatot Kaca yang tertinggal di Monas ini mampu memotivasi generasi muda untuk belajar lebih giat hingga akhirnya mampu berkarya lebih baik. Bersamaan ultah ke-18 ini semoga teknologi Indonesia semakin berkembang hingga mampu bersaing dan berjaya di kancah dunia. Dirgahayu Teknologi Indonesia Semoga Jaya!
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal Aidin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir Batin. Salam – 10/8 AST