Gengsi dan Nilai Pekerjaan

Nilai Hidup Bukan Ditentukan Pekerjaan atau Jabatan

 

Pagi-pagi itu asyiknya omong-omong kosong sambil ngopi bareng teman. Biasanya sebelum rekan kerja memulai aktivitasnya saya ajak omong-omong dulu. Lumayan untuk menghangatkan suasana pagi.

 

Bahasannya soal karyawan produksi yang mengundurkan diri, karena dipindahkan kebagian kebersihan. Namanya kerja bagian kebersihan ya urusannya dengan yang kotor-kotor.Ada rasa jijik barangkali.

 

“Gengsilah”, kata teman ini, “Apalagi masih bujangan”. Sebelumnya juga sudah ada pegawai baru, baru tes disuruh cuci WC, langsung tak jadi kerja. Apalagi masih anak muda. Tapi walau bagian kebersihan, gaji tak beda dengan bagian produksi. Sesuai UMP. Memang disayangkan. Tapi kalau ada pekerjaan yang lebih bagus dan masa depan menjanjikan memang lebih baik.

Baca juga :  Manusia Tanpa Cinta?

 

Kalau masalah gengsi atau harga diri memang susah. Lebih baik menganggur daripada harus bersih-bersih yang kotor. Bisa jadi merasa terhina dapat pekerjaan yang kotor-kotor. Tak perlu disalahkan.

 

Seperti biasa, sok bijak saya langsung keluar, saya bilang ke teman bicara pagi itu yang adalah bertugas di bagian kebersihan.

 

“Walau kamu bekerja di bagian yang kelihatannya diremehkan, tapi kalau kamu benar-benar kerjanya pasti berharga. Kalau saya saja, tak masalah kok harus bersih-bersih WC.

 

Nilai kita itu bukan ditentukan status atau kedudukan kita. Banyak pejabat yang kelihatan terhormat, tapi melakukan kehinaan dengan berbuat korupsi.

Baca juga :  Belanja Murah Midnight Sale

 

Soal nilai saya anggap, pekerjaan kamu sebagai bagian kebersihan lebih berharga dan mulia kalau pekerjaan itu kamu kerjakan dengan baik dibandingan pejabat yang kelihatannya mulia tapi kerjanya cuma bisa korupsi. Jadi jangan berkecil hati, kawan.”

 

Untung teman ini sepaham, jadi tak tampak tanda-tanda dia akan muntah mendengar perkataan saya. Malah saya lihat wajahnya jadi ceria. Mungkin ia setuju dan senang-senang saja karena sudah saya sogok dengan segelas kopi?

 

“Bagaimana?” saya mencoba minta tanggapannya.

 

“Iya benar juga sih. Apalagi sekarang cari kerja susah, sedangkan anak dan istri perlu makan.” begitu tanggapannya.

Response (1)

  1. hehehe….sapa tau awalnya kuras WC lama – lama jadi boss usaha layanan kebersihan dengan sub kontrak karyawan.. :thumbup:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *