Hikmah Puan Sang Anak Perempuan

Dalam debat kelima Capres yang berlangsung Sabtu kemarin, suasana ‘memanas’. Debatnya mulai menggunakan strategi pedang ala Zorro, saling menyerang dengan tebasan dan menangkis serta berkelit. Sementara para penonton alias pendukung yang ada di tepi arena bersorak-sorai. Terbagi dalam dua kubu. Saling memberi semangat kepada para jagoannya. Nah, perkara yang mana memandang pihak mana sebagai Zorro dan Don Diego De La Vega (tokoh baik). Yang mana Captain Love dan Don Rafael Monterro (tokoh jahat). Tergantung sudut pandang masing-masing pendukung. Berdasarkan nurani dan keyakinan individu. Tak boleh diganggu – gugat. Hanya akan menjadi perang urat syaraf.

Maunya sih semua tokoh baik. Tapi kalau keduanya sama persis baiknya, rasanya tak mungkin akan ada pertarungan sengit. Pasti ada yang mengalah dan mengatakan, “Silahkan Anda duluan,…”. Tapi tidak! Keduanya tampil bak Zorro dan Diego De La Vega, masing-masing yakin bahwa dirinya paling gagah, kompeten, siap dan cocok jadi pemimpin negara. Sebagian rakyat sudah tahu yang mana “Hero” idamannya, yang mana “Villain” penjahatnya. Ini hanya sekedar meminjam istilah dalam setting film ‘Legend of Zorro.’ Bosan juga rasanya membahas perihal baik dan benar. Karena baik dan benar itu sesungguhnya dogma dan sifatnya universal. Tak terbantahkan. Semua orang tahu, sadar dan merasakan di hati, apa itu kebaikan. Tetapi ketika baik menjadi argumen yang boleh dibantah dan diputarbalikkan, lebih bijaksana bagi sang kebaikan untuk berdiam diri dan terus bekerja menyebarkan yang serba baik itu.

mega
Mega muda – Cover Majalah Violetta (foto:Kaskus)

Setelah debat, ada hal yang saya baca dan cukup menyentuh hati. Mengenai ‘hikmah anak perempuan.’ Jika dipikir ibu Megawati adalah salah satu perempuan hebat yang ada di negara ini. Didukung oleh adik-adiknya pun, dialah sang perkasa yang muncul jadi pemimpin dengan segenap daya upayanya sendiri. Sungguh tidak mudah sebagai seorang wanita seperti dirinya untuk muncul jadi tokoh pemimpin nasional, yang banyak pria pun angkat topi menghormatinya. Saya jarang mendengar pidato Bu Mega, sehingga pada awalnya kurang mengerti perihal keperkasaan wanita yang satu ini. Saya pikir Ibu Sri Mulyani atau Ibu Marie Pangestu atau bahkan mendiang Ibu Tien Soeharto adalah perempuan – perempuan yang lebih sering saya dengar gebrakannya secara nasional. Namun beberapa minggu lalu saya mendengar pidato Bu Mega dalam acara rakernas partai Nasdem. Tumben-tumbennya saya mendengar orasi politik, seumur-umur malas bukan main. Mendingan nonton sinetron. Tapi hari itu saya mendengar orasi Bu Mega yang cukup ‘membara.’

Baca juga :  Wisata ala Bajak Laut

Untuk melengkapi latar-belakang tentang ibu Mega, saya membaca sedikit riwayatnya. Pernikahan pertama ditinggalkan suami yang pilot pesawat tempur AURI, pesawatnya jatuh ke laut hilang tak tentu rimbanya. Sendiri, ia harus mengasuh dua anak lelaki yang masih kecil – kecil, Mohammad Rizki Pratama dan Muhammad Prananda Prabowo. Pernikahan kedua dengan dengan seorang pria kebangsaan lain, yang tak lama kemudian dibatalkan. Alasannya kurang jelas. Dan terakhir dengan almarhum Taufik Kiemas, ia memiliki seorang putri yaitu Puan Maharani. Kehidupan bagi seorang Megawati tentu tidak mudah. Yang tadinya di langit ke tujuh sebagai putri Bung Karno, terhempas ketika ayahnya jatuh. Seluruh keluarga besar pun turut tersingkirkan. Dalam orasinya Mega mengakui bahwa Taufik Kiemas adalah lelaki yang mengesankan baginya, sparing partner dalam pembelajaran politik. Dan hal itu terbukti dengan cara Megawati membahas almarhum suaminya dengan kisah yang menyentuh. Betapa ketika ia memutuskan terjun ke politik, Taufik menegur, “Lho, kamu wanita? Kok ngotot mau terjun di politik dan menyasar posisi pemimpin pula? ..” Kala itu Mega hanya membathin, “Tunggu saja! Semua belum tahu, perempuan seperti apa saya ini!…” Dan kini terbukti, “perempuan seperti apa” beliau itu. Saya bisa melihat sisi ‘keras’ Megawati yang mengharuskannya berlaku demikian untuk berenang di arus jaman dan kehidupan; ketika Era Soekarno hanya digadang-gadangkan jika dibutuhkan atau diingat saja oleh rakyat. Ia putri Bung Karno, dengan segala keterbatasannya sebagai seorang perempuan, ibu dari tiga anak. Kekasih yang ditinggal wafat, pernikahan yang lalu dan suami tersayang yang wafat terlebih dahulu. Seperti apa hidup yang dilakoni seorang Megawati? NAMUN IA EKSIS!

Baca juga :  Menjadi Petani Why Not...?
puan
Megawati & Puan Maharani (foto : Baranews)

Kini Mega punya Puan Maharani sang putri bungsu, disamping kedua putra-putranya. Ia punya penerus ‘PEREMPUAN SEPERTI APA’ yang dilahirkannya. Kiprah Puan mungkin terbilang “hijau” dan belum sematang ibunya. Debat capres kelima menjadi goresan lembut ketika pada akhir acara Puan Maharani maju ke kubu lawan. Menyapa ramah, menyalami dan berfoto dengan kubu lawan yang notabene adalah juga kawan-kawan lamanya dan kawan ibundanya. Puan tampil menjadi “sisi lembut” yang mungkin jarang nampak dari seorang Megawati Soekarno Putri. Dan Mega menyambut dengan senyum bahagia serta bangga, ketika menyaksikan putrinya itu tetap merangkul lawan. Tetap mengikat silaturahmi. Perdebatan ini tokh tidak seharusnya menjadi urusan hidup dan mati. Perdebatan ini soal hati, kecintaan para pemimpin kepada masyarakat. Kabarnya Titiek Soeharto juga melakukan hal yang sama pada perdebatan keempat (cawapres), manakala ia menghampiri kubu Jokowi serta menyalami semua hadirin yang ada di dekat situ. Lagi-lagi hikmah seorang anak perempuan. Lembut, santun dan mencairkan ketegangan. Sikap Titiek tak mengherankan, karena ibunya pun mantan Ibu Negara yang menjabat berpuluh tahun lamanya, Tien Soeharto. Hikmah negara, memiliki perempuan – perempuan seperti Puan dan Titiek. Seharusnya menjadi kebanggaan bangsa. Perempuan – perempuan yang tidak biasa. Jangan terus bersitegang seperti para lelaki yang tak henti mengejar tahta. Saya teringat ketika merawat ibu dalam keadaan sakit parah. Kata-katanya melantur, “kok mending ya punya anak perempuan,” (beruntung punya anak perempuan). Salam kebangsaan!

Responses (2)

  1. Berarti saya gak beruntung dong, Ci Jo, karena dua2nya pejantan? Adik saya malah tiga2nya perempuan hehhe, yang beruntung, adik satu lagi punya sepasang. Tetapi biar dua lelaki tetap beruntung juga sihhttp://ketikketik.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_cool.gif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *