Gaya  

Ibumu, Ibumu, Ibumu…!

darial wordpress.com
darial wordpress.com

SAAT Rasulullah memproklamirkan heroiknya seorang ibu, ini pasti beralasan psikologik, fisik dan sosial. Hemmm, masuk akal. Hanya wanita yang sanggup mengandung, mampu andalkan power pinggulnya menggendong anak-anaknya, setiap waktu. Hemmmmm, wanita tak pendendam, wanita pemurah, baik hati, lembut pula. Dan tilikan sosial, sungguh seorang perempuan mudah berinteraksi. Bawaan alamiahnya ini, membuat Rasulullah SAW terinspirasi untuk mengulang-ulang ucapannya: “Ibumu…Ibumu….Ibumu”

Ketik’er dari Makassar inipun salut atas ucapan Kanjeng Nabi, mengapa dituturkan tiga kali yah? Bukan dua kali atau empat kali? Beliau bisa saja berseru tiga kali, bukan? Ah itu hak prerogatif nabiullah. Umatnya pasti rela atas segala ucapan sahih bin valid Sang Nabi. Image dan perseptual ‘baik’ kepada Beliau hingga kita (pemeluk Islam, red) setialah ikhlas pada apa yang dinasehatkan Beliau. Wajarlah ketika Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya membakar sebuah masjid di Mekkah, tak ada yang keberatan. Dan masjid itu benar-benar dihanguskan. Setelah dilakukan proses detektif, wah ternyata masjid itu digunakan oleh orang-orang untuk beratur siasat dengan tujuan meluluh-lantakkan siar Islam. Dan yang membangun masjid itu adalah orang-orang yang mengkhianati perjuangan nabi, ngaku-ngaku pengikut tapi pembantai umat beragama, terutama Islam.

Lantas bagaimana dengan kita sebagai anak manusia, yang punya ibu, Apakah kita rela dengan nasehat-nasehatnya, pesan-pesannya, wejangan-wejangannya? Ini relatif, ada yang nurut ikhlas, ada nurut pamrih dan malahpun ada yang memilih jadi anak pembangkang. Dan unik bin aneh ada seorang anak berjenis kelamin pria mengutamakan urusan pacarnya. Sepertinya dia salah dengar ucapan nabi yang sebetulnya yang benar adalah: “Ibumu….Ibumu….Ibumu”. Pria ini mengkonversinya menjadi: “Pacarmu…Pacarmu…Pacarmu”

Selanjutnya, seorang perempuan bertipikal -maaf- serupa bebek atau itik. Ia hanya mampu bertelur, sedang proses eraman dan kelahiran diserahkan kepada ‘orang lain’. Pantaskah ia diberi apresiasi seperti pesan nabi?. Hemmmmm… Entahlah….! Saya hanya bisa terdiam..!