Ibunya Ibumu

ibu-guru-kartun
aisyah0107.wordpress.com

Ibu berusia 40-an lebih itu, tetap saja melenggak-lenggok. Menapaki jalan rusak, berlobang dan tanpa alas kaki. Essa pun tak beralas kaki. Ada haru, ada bahagia tak terbilang, sebab putranya berprestasi. Ibu itu hanyalah gigih sekolahkan anaknya. Tiada mengerti apa itu rangking, apa itu rapor, apa itu ujian dan apa itu PR. Benar-benar seorang ibu merem istilah pendidikan.

Itulah jaman dulu, serba terbatas, serba papah informasi. Lha, orang super udik taunya cuman berapa umur sapi, ayam sudah bertelur atau belum, itik sudah pulang atau belum? Hiks, kampung ya kampung. Tak ada bargaining dengan alam, tak ada tawar-menawar, mau hujan ya hujan, mau terik ya terik. Bulir padi yang baru menguning, sangat bisa gagal panen karena hujan turun terus-menerus. Rebahlah batang-batang padi itu, berlumpur dan membusuk. Tiada yang bisa dilakukan orang-orang kampung, orang-orang dusun kecuali ekstra tabah, sabar plus-plus.

Baca juga :  Pria Korban Scammer Sexy Dengan Photo Luna Maya

Essa dan ibunya, tiba juga di rumah wali kelas itu. Ibu Saodah namanya, Essa malu, malu bawa ayam ke rumah gurunya, yang juga wali kelasnya. Tingkah Essa yang tak mau masuk ke rumah gurunya, lagi-lagi tak dihiraukan. Ibunya duduk di lantai, beliau diajak Bu Saodah agar duduk di kursi rotan, kursi tamu Sang Guru. Ibunya Essa berkaca-kaca, kadang terkekeh, dan menepuk lengannya sendiri. Semua karena bahagia, tiada sedikitpun wajah lelah di sana. 

Pamit jualah Ibu Essa, dan Essa mendekati gurunya untuk cium tangan. Ada senyum bangga pada wali kelas itu, Essa yang anak udik bisa ‘kalahkan’ anak-anak lainnya, seumurannya dan se-kecamatannya.

Essa dan ibunya, pulanglah lagi dengan berjalan lagi. Ada wajah yang berubah di diri Essa, ia rasakan ketulusan ibunya. Essa pun senang ibunya bisa kenal wali kelasnya.

Baca juga :  Cantiknya Taman Itu

Lalu, Essa bertanya:

“Mak, enak ya jadi guru?”

“Yah enaklah Nak”

“Bisa terima beras, ayam dan lain-lain”

Ibunya senyum-senyum. Beliau berkata pada anaknya:

“Beras itu kehidupan, ayam itu juga kehidupan. Gurumu itu, kehidupan. Dialah ibunya ibumu, itulah ilmu. Ibu dari segala ibu. Ibu dari kebahagiaan, ibu dari cahaya maha cahaya”, ungkap ibu Essa yang teks aslinya berbahasa Bugis. Essapun angguk-angguk di pelukan ibunya.

Dan itu pemandangan dulu. Sama dengan pemandangan sekarang, ibu-ibu juga peduli akan anak-anaknya, bahkan menyambangi guru-guru sekolah. Tujuannya agar angka-angka rapor anaknya ditambah-tambah, digeser-geser dan dimodif-modif. Tiada lagikah sedikit rasa malu?. Entahlah…!!!

Responses (9)

  1. jaman dulu siswa bawa ayam kampung buat gurunya, sekarang mahasiswa bawa ayam kampus buat dosen Armand hihihi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *