Hanya sampah yang hanyut mengikuti alur sungai. Sebagai manusia,tentunya nilai nilai kehidupan kita,tidak dapat dibandingkan dengan seonggok sampah .Melaju bersama derasnya air sungai yang mengalir,untuk kemudian tenggelam di kedalaman samudra tak bertepi. Secara sadar,siapapun kita,selama masih waras,tentunya tidak ingin menjadi seperti itu. Tetapi dalam ketidak tahuan atau ketidak sadaran,tidak sedikit orang yang terhanyut dalam derasnya arus kehidupan
Kita berpacu dalam mencari rejeki, berpacu dalam menggali ilmu pengetahuan,berpacu mencari kekayaan ,popularitas diri,jabatan dan sebagainya. Begitu asyiknya ,sehingga kita lupa,apa sebenarnya yang kita cari didalam hidup ini? Apa makna kehidupan bagi kita?
Memahami arti kehidupan ,merupakan kalimat yang amat sederhana,tetapi sebenarnya cukup banyak orang yang tidak memahami makna dari kalimat tersebut. Selama saya dan istri berkelana dari Sabang sampai Merauke,selama kurun waktu hampir lima belas tahun,saya mencoba melakukan penelitian secara pribadi,terhadap ribuan orang,dari berbagai suku dan latar belakang budaya yang berbeda, ternyata lebih dari 80 persen ,mengaku tidak tahu apa arti yang sesungguhnya dari kehidupan
Pertanyaannya mudah:” Apa arti kehidupan buat saya pribadi?” ,tetapi mereka tidak dapat menjawab secara serta merta.Bahkan tidak sedikit diantaranya termenung ,memikirkan jawabannya, seolah olah pertanyaan tersebut baru pertama kali didengar dalam perjalanan hidup.
Sudah terlambatkah untuk memikirkannya? Never late to change. Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kendatipun belajar untuk memahami diri sendiri.Karena dengan memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk belajar ,banyak hal yang akan dapat dicapai selama perjalanan hidup kita.
Pencerahan:
Secara bebas,kata “pencerahan” dapat diartikan :” keluar dari kegelapan”,mengetahui dengan jelas, sesuatu yang tadinya tidak dipahami. Memahami ,mengapa manusia harus hidup berbagi? Memahami bahwa semua orang butuh uang, tetapi uang bukan segala galanya. Mencapai pencerahan diri ,bahkan mampu membuat orang, mengembalikan setumpuk uang,yang diberikan kepadanya,karena mengetahui bahwa ada banyak orang lain yang lebih membutuhkan . Yang mungkin bagi kebanyakan orang ,dianggap suatu :” kebodohan”
Proses pembelajaran diri,akan menjadikan kita manusia yang semakin memahami karunia agung Sang Mahakarya dalam diri kita masing masing,dalam memaknai dan mengisi setiap sisi kehidupan kita. .Agar dapat dimanfaatkan ,tidak hanya untuk meningkatkan taraf kesadaran diri kita, tetapi tidak kalah pentingnya adalah membuka hati kita untuk peduli akan sesama kita, tanpa melihat suku,bangsa dan agama yang diimaninya.Dengan menapaki jenjang kesadaran jiwa,maka sebagai manusia,kita memiliki kekuatan dan kemampuan diri,untuk mematahkan belenggu diri yang kita ciptakan sendiri,melalui ke egoisme ,kemalasan serta kesombongan diri.
Sepotong kemampuan diri yang bernama intelektual,ternyata tidak ada apa apanya,bila dibandingkan dengan misteri kehidupan yang begitu multikomplit. Di mana rambu rambu batas kemampuan manusia,adalah sejauh mana pikirannya mengalir dan sejauh mana keyakinannya pada diri sendiri dan keyakinannya pada Sang Pencipta..
Oleh karena itu ,adalah sangat naif, bila segala sesuatu peristiwa hidup, dipertanyakan logikanya bagaimana? Seakan akan logika adalah segala galanya dalam kehidupan manusia. Padahal ada banyak kenyatan hidup yang tak terpungkiri,yang tidak dapat dihitung secara matematika atau dilogikakan.
Contoh: Seorang yang menyandang gelar sarjana, logikanya, hidupnya pasti lebih sejahtera daripada orang yang tidak pernah duduk dibangku kuliah. Tetapi kenyataannya, cukup banyak sarjana yang menganggur atau menjadi tukang beca,sementara tidak sedikit orang yang sukses, walaupun tidak pernah duduk disekolah tinggi.
Mencapai pencerahan atau kesadaran jiwa ,tentulah tidak semudah mengucapkannya. Perlu pemahaman yang mantap,penghayatan akan maknanya dan tekad untuk meraihnya. Mungkin saja harus melalui perjalanan panjang yang melelahkan ,sebelum mampu menembus tirai misteri kehidupan itu sendiri,yaitu memaknai hidup untuk menjadi manusia yang berguna ,tidak hanya bagi keluarga,tapi juga bagi orang lain.
Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama.Untuk dapat dikenang orang,tidak harus menjadi orang besar,seperti Bung Karno atau Sudirman. Setiap orang dapat menjadi manusia yang dikenang,tidak hanya ketika masih hidup, tetapi juga ketika sudah tiada lagi di dunia ini. Untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, tidak ada batasan suku,budaya,kepercayaan ataupun usia.
Sebagai seorang manusia,kita diberikan kebebasan oleh Sang Pencipta, untuk memilih : menjadi manusia yang dikenang karena bermanfaat bagi orang lain, atau menjadi manusia yang dilupakan,karena kehadirannya di dunia ini tidak berarti apapun bagi sesama.
Jadilah Pemimpin yang sejati bagi diri sendiri.
Perth,13 Januari,2014
Tjiptadinata Effendi
Maunya pilih ada catatan sejarah yang baik Pak Tjipta, semoga dapat belajar dari pengalaman Pak Tjipta dan bimbingannya
:sungkem
wewww,,,,
pilihannya: menjadi manusia yang dikenang karena bermanfaat bagi orang lain, atau menjadi manusia yang dilupakan,karena kehadirannya di dunia ini tidak berarti apapun bagi sesama.
kerennnnnn……………..
Begitu itulah ironi kehidupan Bang….
Tak selalu garis lurus…
Yang bengkok pun tetap bermanfaat
Sarjana Tukang Becak
Tukang Becak yang jadi sarjana…
Saya ingin dikenang sebagai manusia yang berguna bagi sesama. Itulah cita cita saya…