Hari ini, kita merasa ngeri dan merinding ada manusia yang rela menjadi pembunuh bayaran. Dalam keputusasaan rela membunuh asal diberi sejumlah bayaran. Apapun itu, kita sepakat hal ini sangat tidak berperikemanusiaan.
Sebagai manusia adalah sangat keji bila sampai tega membunuh sesamanya hanya demi untuk mendapatkan bayaran. Tetapi bagi manusia putus asa, tak ada gunanya bicara tentang perikemanusiaan dan kebenaran. Sebab uang lebih penting, agar hidup tidak kelaparan.
Siapa yang akan mewakilinya menahan lapar bila ia sendiri tak mencari uang untuk membeli makanan? Atas pemikiran itu , maka menjadi pembunuh bayaran sebagai pekerjaan adalah sah-sah saja demi untuk mempertahankan hidup. Begitulah bila pembenaran berdiri di atas kebenaran.
Kejam memang. Tapi sadarkah, kita yang kelihatan baik-baik menjadi manusia pun bisa mengalam keputusasaan rohani, sehingga diam-diam membunuh Tuhan dalam kehidupan kita.
Dalam keputusasaan rohani, kita tidak peduli lagi akan perintah Tuhan. Masa bodoh dengan larangan Tuhan. Sebab kita hidup lebih memilih dengan menghidupkan logika dan pengertian sendiri.
Kita memang tidak membunuh secara fisik. Tetapi secara pemikiran dalam setiap apa yang kita lakukan tidak lagi perkenankan pemikiran tentang Tuhan hidup menjadi nahkoda.
Keputusasaan ini bisa saja terjadi karena kekecewaan masa lalu. Saat kita rajin beribadah dan tiada henti menyebut Nama Tuhan dalam doa. Namun tiada yang berubah dalam kehidupan kita.
Lama-kelamaan, pikiran mulai berontak dan pengertian sendiri yang berkuasa. Apa gunanya hidup di Jalan Tuhan bila tiada menjadi lebih baik?
Sekarang, jangan heran bila dalam kehidupan nyata bukan hanya pembayaran bayaran untuk menghabisi sesamanya yang berkeliaran. Tapi tidak sedikit manusia yang diam-diam menjadi pembunuh Tuhan bersekongkol dengan setan.
Pada akhirnya bukan Tuhan yang tidak berkenan berdiam di dalam hati kita lagi. Sebab kitalah yang telah membunuhnya tanpa perasaan dan perkenankan setan bersarang menjadi tuan bagi diri kita. Bukankah ini lebih seram?
Kenapa jadi gemetaran sendiri saya ini? Apakah ini tanda-tanda tanda tanya, jangan-jangan…..? Waduh, gawat!