Jujur Jadi Hancur?

Broken glass

Ketika saya remaja, ibu sering marah entah kepada relasi, sanak keluarga atau orang yang dikenalnya dengan baik. Biasanya karena beda pendapat. Kekesalan ibu sering memuncak dengan mengatakan “jujur jaman saiki ajurrr!” Yang artinya, pada jaman sekarang jika berlaku jujur, kita justru akan hancur lebur! Sebisa mungkin berbohong, ngeles, mlipir, jaim dan sebagainya. Banyak cara yang dilakukan untuk eksis dikomunitas sosial dan ditengah masyarakat, yang penting jangan jujur! Sebisa mungkin pakailah topeng….O-Ouw!

 

Kejujuran memang dilema. Jika berkata jujur bisa jadi melukai atau menyinggung orang lain atau malah dihina orang lain? Jika berkata sebaliknya tentu terkesan bohong dan mengada – ada alias munafik pula. Jadi bagaimana ini harus bersikap?? Menurut saya memang butuh jam terbang yang cukup mumpuni untuk berada ditengah – tengah. Bermain diantara kejujuran dan sikap yang tidak menyinggung orang lain. Tidak mudah. Kadang ingin langsung mengatakan, “Ya ampunnn, …dandan kok menor sekali? Nggak ngaca apa?” Ya, pasti yang dikomentari akan tersinggung. Sisi lain jika berkata, “Keren,..cakep koq!” Padahal gaya dandanannya seperti ondel-ondel, apakah kita juga tega membuat orang tersebut pesakitan dan konyol dimata orang lain?

Berangkat dari berbagai pengalaman, saya belajar ‘jujur sesuai selera’. Kadang jika ingin jujur pada seseorang, artinya saya yakin dan percaya pada orang tersebut. Dengan mudah lalu saya ungkapkan semua hal secara terbuka tanpa tedeng aling – aling. Ini mengenai masalah pribadi! SIALNYA, kadang saya lupa bahwa tidak semua orang mahir BEREMPATI. Beberapa orang yang terlalu sering menerima curhat akan muak dan bosan. Tak jarang pergi menjauh. Baginya CURHATERS adalah LOSSERS, orang – orang cengeng yang kerap mengeluh.

Baca juga :  Untuk Wanita Wanita Korban Scammers, Life Must Go On

Hal berikutnya, curhat juga akan menjadikan kita SASARAN EMPUK. Sehingga apa yang kita ucapkan tidak ada yang dapat dihapus atau ditarik ulang. Kan sudah didengar? Kesan yang ada akan selalu terpatri dalam benak si pendengar. Jika kita berkisah dengan murka, otomatis orang tersebut akan memasukkan dalam memorinya bahwa kita adalah orang yang emosional, suka berkata kasar, suka mengadu, mencemooh dan lain – lain. Wouw! Maka kadang – kadang ‘sesuai selera’ itu, saya diam dan tidak mengumbar kejujuran. Sejujurnya? Kadang saya bahkan berbohong ‘putih’ untuk menghindari konflik. He-he,.. menghindari polemik!

Disisi lain, kita ini manusia bukan pohon atau batu. Ada kalanya kita jengkel, sebal, jatuh cinta, rindu, ingin menegur, ingin memberi komentar dan sebagainya. Sejuta rasa yang kalau dipendam sendiri, BISA GILA! Wajar, jika kita kemudian ingin jujur dan mengatakan apa yang tersembunyi dalam hati. Masuk akal, jika kita butuh orang lain sebagai pendengar kejujuran nurani kita. Masakan dalam segala hal harus selalu kucing – kucingan, menjaga image dengan sok ‘cool’ setiap saat? Segalanya dipendam sendiri? Nggak mungkin juga! Bisa jadi penyakit! Kejujuran dan keinginan untuk mengungkap hal menjadi hasrat yang harus dikeluarkan saat itu juga. Jadi, bagaimana sebenarnya menempatkan kejujuran?

Berikut ini sedikit kisi – kisi tentang kejujuran.

  • Ungkapkan pada sahabat terdekat, orang yang paling kita percayai. Tetapi siap dengan konsekwensi bahwa sahabat terdekat pun bisa jadi suatu hari akan menjadi musuh bebuyutan!
  • Lihat situasi untuk ungkap kejujuran. Jangan mengajak bicara soal kejujuran pada orang yang sedang sakit keras, sedang dalam masa perceraian atau hal menyedihkan lainnya. Lihat timing-nya.
  • Ungkapkan kejujuran yang baik. Jika perlu dan berguna, tentu harus dikatakan — contoh :”ada cabe di gigi kamu tuh!’  😆 Jika tidak perlu dan menyakitkan, tentu tidak usah diucapkan –semisal: “gaun yang kamu kenakan sudah ketinggalan jaman dan kemarin kulihat diobral murah dipasar!”  😈
  • Ungkap kejujuran tidak selalu menyenangkan. Bisa jadi juga kita mengatakan pada orang yang salah. Apalagi jika ia menanggapi, “Hmmm,…bagaimana ya? aku juga nggak tahu…Bingung!” Atau orang tersebut justru tersinggung dan marah. Nah, lain kali cari orang yang lebih tepat untuk mendengar kejujuran Anda dan ‘smart’ untuk menanggapi. Disitu seninya! Memang tidak semua orang cocok dengan kita, apa boleh buat??!
  • Jujur bukan sekedar kritikan atau curhat bombay. Jujur seharusnya memperbaiki dan menumbuhkan dengan rasa kasih sayang. Sebaliknya, kejujuran juga harus dapat diterima dengan legawa oleh orang yang mendengar. Camkan dan saring dalam hati, apakah ini masukan yang baik? Apakah ini kritik membangun atau kritik menjatuhkan? Apakah ini kisah yang dapat dipercaya?
Baca juga :  Pusara Nan Bertebaran

Jujur hancur? Nggak juga! Hanya jujurlah pada saat yang diperlukan dan pada orang yang tepat. Camkan pula, tidak semua orang mampu mengungkap kejujuran dan tidak semua orang SENANG mendengar kejujuran. Kejujuran yang terlalu diumbar kemana – mana akan menjadi lebay dan membuat orang lain muak. Sekalipun kita menderita dan teraniaya tidak perlulah mengumbar pada seluruh penduduk kota, bukan? Minimal, Tuhan tahu!

foto:aginginplace.com

Responses (4)

  1. Intinya tidak bisa jujur bukan berarti harus bohong gitu ya , Ci? Perlu lihat waktu, siapa, dan keadaan untuk bersikap jujur barangkali…dulu saya pernah ngetes topik begini sampai sepuluh judul lebih hehehe..jadi bisa ditulis dari berbagai sudut pandang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *