
Kaleidoskop, penciri tepi tahun. Seorang tercegat musibah, kematian, sakit keras, fraktur, dan seterusnya. Pantulan peristiwa itu, abai direnungi manusia. Ia cumalah menyisir-nyisir, berpikir-pikir ringan, kemudian ia defenisikan: Itulah takdir, suratan, tangan yang tergaris dan berseri ungkapan fatalistik, lainnya.
Banjir dan musim ‘parkir mobil’ di jalan raya bak show room dadakan, itu juga yang bakal tercipta di penghujung 2014, mendatang. Tak dinyana hiruk-pikuk problematika itu, membuat mata tak sanggup terbelalak, di derasnya duka-duka sosial budaya, selalu dan selalu terjadi.
Si Wali Kota, baru saja lakukan kunjungan lapangan, ia lebih mudah menarik sapu tangannya, menyeka sembabnya air mata, ketimbang turun berenang bersama kasur-bantal, kulkas-televisi, baskom-timba yang sedang berenang.
Dan segala ini adalah air mata buaya, bukankah air mata itu telah dipersiapkan sebelumnya, saat mega proyek yang tak mengindahkan AMDAL, tiada peduli kerak-kerak bumi digeser sana-sini, material-material diimport, semua atas nama kemajuan kota, sekalipun telah menambah beban kota untuk menyanggah berjuta ton material itu, bukan?.
Lalu, seorang anak muda terkekeh-kekeh melihat Wali Kota menangis. Ini aneh bin unik, anak muda itu menganggap air mata walikota, hanyalah lawakan. Anak muda itu kian tertawa, mengingat wali kota itu, berkampanye: “Jangan Kotori Kota Kita”. Di sisi lain, baligo-baligo wali kota itu, telah mencumbui jalan-jalan propinsi, sudut stratgis kota, hingga kayu-kayu yang menjadi penyanggah baligo itu, tumbah. Tiada yang peduli, dan kayu-kayu itu berjalan sendiri, memilih tempat terendah, di selokan-selokan, menjadi perahu sementara yang akhirnya tersulap menjadi menyumbat aliran air.
Air itu marah, tak bisa mengalahkan kayu-kayu, ban-ban bekas, paku-paku, kertas-kertas, plastik-plastik. Airpun memilih jalan lain, ia naiki jalan raya, ia rasakan asyiknya berjalan di atas aspal dan manusia marah, memaki air. Sesungguhnya manusia telah memarahi dirinya sendiri yang tak menghormati drainase-drainase, got-got dan semacamnya.
Serupa itulah kaleidoskop, mampu dipantulkan tiap tahun. Yeeeeeah, hanya maksimal di situ-itu. Sampai jumpa banjir tahun depan, pastikan akan menjadi kaleidoskop lagi^^^
Wow, membaca esainya Bung Doz Armand, asyik deh…
Hemmmmmmmmmm
Daku tersanjung Mas Odi
thanks yeh atas supprotnya 😀
Banjir akan tetap menjadi topik teraktual di sepanjang tahun
bener banget tuh Mbak Yety 😀