Kejauhan sih dan berat di ongkos juga, jika kejar ilmu hingga ke negeri Cina. Beberapa waktu lalu saya membaca ajakan seminar untuk ‘writing clinic’ dari majalah wanita papan atas, Femina. Kita harus daftar kemudian nanti akan dikabari oleh Femina, apakah kita akan diundang untuk acara tersebut atau tidak. Singkatnya pesertanya rupanya terpilih. Seminarnya gratis – tis – tis. Wah, hari gini yang serba gratis biasa banyak peminatnya. Termasuk saya. Kalau saya sih bukan masalah gratisnya tapi memang tertarik dengan ilmu tulis – menulis. Yang kebanyakan saya belajar otodidak, kadang saya tambah dengan ikut seminar disana – sini. Yang biasa saja, nggak perlu seminar oleh penulis ternama yang bayar jutaan. Sekedar ingin tahu, apa sih yang diajarkan dan di-sharingkan? Dalam hati saya tetap yakin gaya penulisan tidak dapat diajarkan. Kisi- kisi, tips, tata bahasa, ejaan dst bisa diajarkan. Tapi gaya menulis berpulang pada masing – masing individu. Ini menurut pendapat saya.
Gayung bersambut. Untuk mendaftar ke seminar harus menunjukkan jejak penulisan di blog. Karena saya tak memiliki blog pribadi, maka saya cantumkan jejak penulisan saya di ketikketik.com. Eh, saya dapat undangan untuk seminarnya. Mau bangetlah. Yang menjadi zona kurang nyaman adalah lokasi seminarnya di gedung Femina, wilayah Setiabudi, belakang Rasuna Said, Kuningan. Waduh, saya tinggal di Tangerang. Jauhnya nggak kira – kira. Untung suami bersedia mengantar dan sekaligus ia hendak bepergian ke tempat lain. Pada hari H berangkatlah saya kesana, gedung Femina di Rasuna Said. Pokoknya jika memang sesuatu itu menjadi tujuan, fokuskan bahwa segala sesuatu akan terjadi dan dimudahkan!
Takut terlambat, saya justru datang kepagian. Seminar dimulai jam 9, jam 8 saya sudah tiba ditempat yang dimaksud. Karena baru pertama kali saya berada di gedung Femina saya gunakan kesempatan untuk mengamati. Suasana kerja tampaknya cukup nyaman. Para staff, crew dan pegawai Femina kebanyakan wanita. Ada dua atau tiga pria sebagai fotographer, teknisi komputer. Sisanya semua wanita dengan dandanan yang chic dan trendy. Sebelum berhenti bekerja, saya banyak mengenakan busana resmi kantoran dengan batik, aneka selendang, scarf dst. Setelah ‘pensiun’ saya sudah malas menggunakan segala atribut kesopanan dan tampil ‘wanita’ banget. Kadang saya ingin berpenampilan ala ojeg saja, soalnya lelah berdandan. Hari itu saya mengenakan kaus, jeans dan sepatu basket putri saya. Yup, sepatu basket! Yang kudunya enggak banget buat emak – emak. Masa bodohlah, lagi pengen pakai sepatu basket pokoknya!
Femina itu majalah wanita papan atas dengan jam terbang 42 tahun, jadi cukup unik dalam segala kiprahnya. Saya membaca femina sejak tahun 90-an hingga kini. Hafal dengan para model cover-nya. Ratih Sang, Larasati, Okky Asokawati, Sophia Latjuba, dst. Undangan kali ini diadakan dengan dress code ‘touch of blue’ maksudnya gaun atau busana dengan sentuhan warna biru. Saya pikir mengenakan celana jeans biru cukuplah. Pokoknya ada biru belel-nya. Didalam disediakan kopi – teh dan snack J-Co. Lalu saya duduk dengan seorang teman yang baru saya kenal. Ia mengenakan busana muslim sentuhan biru dengan anggun. Lalu tak lama kemudian seorang gadis datang terlambat dan duduk disisi saya. Ia juga tampil cantik dengan gaun terusan semi halter neck, tanpa lengan, lengkap dengan asesoris kalung. Waduh, saya kok jadi salah kostum sendiri? Kaya pengunjung lapangan basket yang nyasar diantara perempuan – perempuan cantik. Kedua wanita disisi kanan dan kiri cepat menjadi kawan – kawan baru saya. Yang berbusana muslim adalah Dewi dan yang mengenakan gaun tanpa lengan adalah Mellisa. Dua-duanya juga bekerja di perusahaaan papan atas yang disebut namanya saja, semua orang sudah tahu. Saya senang mendapat teman baru, bagi saya teman baru adalah dinamika kehidupan yang sesungguhnya ada harapan persahabatan langgeng atau sekedar lewat, sama – sama memberi warna di kehidupan supaya tidak membosankan.
Acara ternyata padat karya dari jam 9.30 hingga jam 1 siang. Saya lumayan masuk angin karena AC dingin dan tidak ada jeda istirahat. Acara pertama adalah pembahasan karakter fiksi oleh Eka Kurniawan. Lelaki muda ini karya – karyanya kabarnya sudah masuk dalam Finnegan’s List. Saya juga kurang jelas tentang Finnegan List ini tetapi kurang lebih adalah karya-karya yang oleh komunitas pembaca khususnya di Eropah disarankan untuk diterjemahkan ke bahasa lain. Jadi karya tulis Eka Kurniawan akan mendunia karena telah masuk kategori pantas diterjemahkan. Saya kebetulan belum baca satupun karyanya he-he. Kemudian ada tanya jawab dengan dua penulis wanita yaitu Tia dan Erni Aledjai. Saya paling menyukai sesi tanya jawab dengan Erni Aledjai. Wanita yang pandai menulis ini memenangkan juara 2 dan 3 untuk lomba cerpen tahunan Femina. Terbayang kan? Menyabet dua juara sekaligus. Erni berasal dari Kalimantan Tengah dan banyak menulis muatan lokal seperti kisah suku Bajo dan kisah penduduk menampung air dengan tempayan untuk dimanfaatkan, saking susahnya mendapat air bersih di pedalaman sana! Judul cerpennya “SEBELUM HUJAN DI SEA – SEA”. Nah lho, ternyata pembangunan di tanah air ini ternyata jauh dari merata,…
Juri adalah mbak Leila S. Chudori nama yang sudah terkenal sekali dikalangan penulis. Beliau yang menyampaikan nama-nama pemenang lomba cerpen Femina dan memberikan hadiah bagi para penulisnya. Menulis cerpen dan cerber di Femina sangat sulit karena syaratnya cukup kompleks. Biasanya mengedepankan wanita sebagai tauladan, mengandung muatan lokal/ kisah tradisi dan juga tata bahasa yang indah. Mbak Leila juga menyampaikan bahwa karya penulis sastra yang sudah sangat terkenal seperti Alice Munro dan Orhan Pamuk pun mengalami editing. Penulisan tidak lepas dari telaah edit sehingga tata bahasa dan aliran penceritaan lebih terkoreksi dan enak dibaca. Sayang ketika Mbak Leila bicara perut saya sudah menjerit masuk angin karena sejak pagi hanya sarapan secuil roti, saya tak sempat mengambil fotonya. Hanya mengambil foto Eka Kurniawan, penulis dan Mbak Petty S. Fatimah pimpinan Femina yang fotonya selalu ada di halaman depan Femina. Coba saja cek! He-he,…
Akhir kata saya puas banget dengan acara tersebut. Dapat ilmu, dapat teman – teman baru dan hadiahnya dari Femina banyak lho. Mellisa teman yang ada disisi kanan saya mendapat hadiah dua kali. Yang pertama hadiah buku karena mengajukan pertanyaan dan yang kedua mendapat hadiah karena berbusana terbaik. Of course! Ketika Mellisa maju dan mendapat hadiah voucher salon Itje and Hers (famous beauty salon di Jaksel), saya berpikir. ‘Yah, kenapa saya dandan kaya mau ikut demo gini ya?’ Eh, nona Mellisa yang baik hati mendadak memberikan voucher-nya, ‘Win ini saya bagi buat kamu.’ Hastaga baik bener,… tapi saya juga sempat berbuat baik sih (berbuat baik kok pamer! Gapapa ini cuma sharing cerita,…), si Mellisa gak bawa kertas dan bolpen. Jadi semua saya yang sediakan: kertas dan bolpen! Ha-ha,…bisa jadi dia merasa nggak enak kepada saya, maka bagi – bagi hadiahnya. Eh, nggak taunya saya juga dapat doorprize! Padahal saya udah duduk santai, ‘kejaring’ juga. Setelah makan siang yang yummy banget, terdiri dari nasi kuning, asinan rujak dan es kelapa, para peserta diperbolehkan pulang dengan satu tas goody-bag. Asyik banget isinya majalah, cereal Nestle dan mug Femina! Saya dan keluarga kemudian menurunkan Mellisa dan Dewi di sebuah halte Rasuna Said, agar mereka mudah memperoleh taksi…Seruuu deh….Jangan ragu, kejar ilmu ke negeri Cina. Kalo ga sempat, paling engga ke RT sebelah, oke?
date : June 15, 2014
Mungkin judulnya yang pas Kejarlah Ilmu sampai ke Femina ya hahaha..kok gak ngajakl2 sih?
Ogaaaah..nanti buaya darat beraksi pula di kandang kaum hawa — lagi males jadi pawangnya… 😀 :Peace: