Walau berita korupsi sudah tidak mengejutkan lagi di negeri ini. Sebab sudah menjadi bumbu sehari-hari. Bahkan pelakunya mendadak jadi selebriti. Pamer senyum dan melambai ke sana-sini tanpa perlu merasa malu hati.
Tetapi ketika pada Rabu, 2 Oktober 2013 malam, seorang Ketua Mahkamah Konstitusi yang menjadi penjaga penegakkan hukum di negara hukum ini tertangkap basah oleh tangan KPK sebagai terduga korupsi cukup mengejutkan. Ada keheranan. Karena MK adalah lembaga penegak hukum tertinggi.
Mahfud Md mantan Ketua MK saja menyatakan keterkejutannya atas apa yang dialami ketua lembaga yang pernah dipimpinnya.
Apalagi Ketua MK ini sangat vokal menentang korupsi dan pernah melontarkan wacana hukuman untuk membuat efek jera bagi koruptor dengan pemiskinan dan potong jari. Nah, loh?1
Dengan kejadian yang menimpa ini. Apakah Akil masih sanggup berdiri tenggak menatap langit? Karena ibarat senjata makan tuan. Coba kalau wacananya dulu itu sekarang sudah menjadi aturan hukum?
Seperti kita tahu, setiap kasus korupsi yang tertangkap tangan oleh KPK sangat sulit lolos dari jeratan hukum. Karena ketika KPK berani tangkap tangan itu artinya sudah memiliki bukti yang sangat kuat.
Apa yang dialami Ketua MK benar-benar menjadi tamparan yang sangat menyakitkan baik secara pribadi maupun kelembagaan. Kepada siapa lagi rakyat meminta keadilan, bila lembaga tertinggi penegakkan hukum di negari ini ketuanya saja melanggar hukum?
Kalau dipikir memang memalukan seorang petinggi penegak hukum tidak malu mempertaruhkan harga diri dan martabatnya dengan uang ‘hanya’ miliaran. Padahal yang namanya harga diri itu tak ternilai.
Dalam kehidupan saat ini memang sulit untuk menjaga lima sifat mulia yang ada pada setiap diri kita sebagai pedoman kehidupan. Lima sifat mulia menurut ajaran Konfusius: Welas Asih atau berperikemanusiaan, Ksatria atau berani membela kebenaran, Sopan Santun atau berkesusilaan, Bijaksana, dan Dapat Dipercaya atau tahu malu.
Lima sifat mulia yang ada semakin luntur, sehingga kita semakin sulit menemukan pejabat yang peduli pada rakyat, berani menegakkan kebenaran dengan sebenar-benarnya. Memiliki etika dalam berpilitik, bijak memutuskan demi kepentingan bangsa.
Yang paling parah adalah semakin sulit saja menemukan pejabat yang dapat dipercaya. Tetapi anehnya walau demikian mereka tetap dapat berdiri dengan angkuhnya.
Tak heran tidak sedikit rakyat yang meneladani kelakuan pejabatnya. Rakyat memang semakin kehilangan keteladanan yang nyata.
Bagaimana dengan kita sebagai bagian rakyat di negeri ini? Masihkah lima sifat mulia itu terwujud dalam kehidupan, sehingga kita dapat berdiri tegak menatap dunia?
Kenyataannya saat menuliskan hal ini saya terpaksa harus sambil menunduk terus menatap layar ponsel. Boro-boro bisa menatap langit. Tak sanggup mendongakkan kepala. Takut salah.