Dalam khazanah tasawuf Islam, Kitab al-Hikam (al-Ḥikam al-‘Aṭā’iyyah) karya Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menempati posisi istimewa sebagai salah satu teks spiritual paling mendalam dan abadi. Ditulis oleh seorang sufi besar dari abad ke-7 Hijriyah, kitab ini berisi ratusan aforisme penuh hikmah yang menuntun pembacanya menuju pengenalan hakiki kepada Allah SWT. Dengan bahasa yang ringkas namun sarat makna, al-Hikam bukan hanya menjadi pegangan para penempuh jalan spiritual (salik), tetapi juga telah menginspirasi ulama, santri, dan pencinta ilmu di berbagai penjuru dunia Islam selama berabad-abad.
Berikut ini adalah ulasan lengkap tentang Kitab Al-Ḥikam (al-Ḥikam al-‘Aṭā’iyyah) karya Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari—sebuah mahakarya sufistik yang telah menginspirasi para pencari jalan spiritual selama berabad-abad.
Profil Singkat Pengarang: Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari
Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari (w. 709 H/1309 M) adalah seorang ulama besar, sufi, dan cendekiawan dari Mesir yang hidup pada abad ke-7 H. Ia merupakan murid dari Abu al-‘Abbas al-Mursi, yang merupakan murid langsung dari pendiri Tarekat Syadziliyyah, Abu al-Hasan al-Syadzili. Ibnu ‘Atha’illah dikenal karena berhasil menuliskan dan menyistematisasi ajaran tarekat ini dalam karya-karyanya, salah satunya yang paling monumental adalah al-Ḥikam al-‘Aṭā’iyyah.
Tentang Kitab Al-Hikam
Judul Lengkap: al-Ḥikam al-‘Aṭā’iyyah
Terjemahan Umum: Kitab Hikmah (Kata-Kata Bijak) Ibnu ‘Atha’illah
Genre: Sufisme, Tasawuf, Etika Spiritual
Bahasa Asli: Arab
Kitab al-Ḥikam terdiri dari lebih dari 200 aforisme (kalimat bijak singkat) yang penuh makna mendalam. Masing-masing hikmah adalah pancaran dari pengalaman spiritual dan pemahaman mendalam terhadap hakikat hubungan antara hamba dan Tuhan.
Isi dan Tema Sentral
Kitab ini tidak tersusun secara sistematis seperti kitab fikih atau teologi, namun lebih menyerupai kumpulan mutiara hikmah yang bisa direnungkan secara terpisah maupun kolektif. Tema-tema utamanya meliputi:
1. Tauhid Hakiki
Ibnu ‘Atha’illah menekankan pentingnya tajrid (pengosongan diri dari ketergantungan selain Allah) dan tawakkul (menyerahkan sepenuhnya segala urusan kepada Allah).
“Sebaik-baik amal adalah yang kamu lupakan keberadaannya, dan Allah tidak melupakannya.”
2. Fana dan Baqa
Konsep sufistik tentang lenyapnya ego manusia dalam keagungan Tuhan (fana) dan hidup dalam ketetapan-Nya (baqa) sangat kental dalam kitab ini.
3. Niat dan Ikhlas
Al-Hikam membimbing pembacanya agar tidak tertipu oleh amal lahiriah, melainkan menekankan pentingnya niat yang murni dan rahasia hati.
4. Perjalanan Spiritual (Sulūk)
Kitab ini adalah panduan spiritual yang menekankan bahwa perjalanan menuju Allah melibatkan perjuangan batin, kesabaran, dan kejujuran diri.
Contoh Hikmah Terkenal
“Irādatu-ka al-tajrid ma‘a iqāmati-Llāh iyyā-ka fi al-asbāb min al-shahwat al-khafiyyah, wa irādatu-ka al-asbāb ma‘a iqāmati-Llāh iyyā-ka fi al-tajrid inḥiṭāṭ ‘ani al-himmah al-‘āliyah.”
Artinya:
“Keinginanmu untuk menjalani hidup tanpa sebab (tajrid), padahal Allah menempatkanmu dalam dunia sebab, adalah syahwat tersembunyi. Dan keinginanmu untuk terlibat dalam sebab, padahal Allah menempatkanmu dalam tajrid, adalah penurunan dari kemuliaan cita-cita.”
Ini adalah salah satu hikmah paling sering dikaji, menunjukkan bagaimana manusia harus selaras dengan ketetapan Allah (maqām-nya) dalam hidup, tidak terjebak pada keinginan pribadi meski itu tampak religius.
Pengaruh dan Relevansi
Kitab al-Hikam menjadi teks klasik dalam pendidikan tasawuf. Ia dibaca dan dikaji dalam banyak pesantren, zawiyah, dan halaqah sufi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Karya ini tidak hanya berisi teori, tapi juga pembimbing ruhani yang menyentuh sanubari.
Pengaruh di Dunia Islam:
Dijadikan kitab pegangan dalam tarekat-tarekat besar seperti Syadziliyyah, Qadiriyyah, dan lainnya.
Banyak dikomentari oleh ulama besar seperti:
Ibnu ‘Ajibah
Ahmad Zarruq
Al-Sya‘rani
Nilai-Nilai Kehidupan dari Al-Hikam
Ketenangan jiwa dalam menerima takdir
Kritik terhadap ketergantungan pada amal tanpa Allah
Pembersihan hati dari riya’, ujub, dan takabur
Menyadari bahwa hanya Allah yang Maha Mengatur segalanya
Mengapa Kitab Ini Relevan Hingga Kini?
Dalam dunia yang penuh kegelisahan dan materialisme, al-Hikam hadir seperti oase. Ia mengajak manusia kembali kepada Tuhan, mengajarkan kesabaran, keikhlasan, dan kerendahan hati. Kalimatnya singkat, tapi mengandung samudera makna—bisa direnungkan sepanjang hidup.
Rekomendasi Terjemahan & Syarah
Terjemahan + Syarah (Penjelasan):
Syarh al-Ḥikam oleh Ibn ‘Ajibah
Syarh al-Ḥikam oleh Ahmad Zarruq
Bahasa Indonesia:
“Kitab Al-Hikam” terbitan Lentera Hati (dengan terjemahan dan komentar)
“Mutiara Hikmah Sufi” oleh KH. Mustofa Bisri (terinspirasi dari al-Hikam)
Kalau kamu ingin, aku bisa bantu buatkan ringkasan per bab, mengulas beberapa hikmah paling penting, atau merancang kajian tematiknya (misal: hikmah tentang takdir, hikmah tentang amal, dll.). Mau dilanjut ke arah itu?
Pengelompokan Hikmah
Kitab al-Ḥikam al-‘Aṭā’iyyah karya Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari tidak memiliki struktur bab-bab tematik seperti kitab fikih atau teologi, karena bentuknya adalah kumpulan aforisme (hikmah) yang berdiri sendiri, meski saling terkait secara tematik dan spiritual. Jadi, secara resmi, kitab ini tidak dibagi dalam bab-bab eksplisit oleh pengarangnya.
Namun, para ulama dan pensyarah (pemberi syarah) seperti Ibn ‘Ajibah dan Ahmad Zarruq kemudian mengelompokkan hikmah-hikmah ini ke dalam tema-tema utama untuk memudahkan pembacaan dan pengajaran. Dengan pendekatan tersebut, kitab al-Hikam bisa dikaji dalam beberapa tema besar berikut:
Struktur Tematik Kitab Al-Hikam (Pendekatan Tematik oleh Para Pensyarah)
1. Tauhid dan Tajrid
Menjelaskan pentingnya keesaan Allah dalam segala urusan.
Mengajarkan untuk tidak bersandar pada sebab-akibat duniawi, melainkan hanya pada Allah.
Contoh hikmah:
“Salah satu tanda bergantung pada amal adalah berkurangnya harapan saat terjadi kekeliruan.”
2. Amal dan Niat
Amal saleh bukanlah ukuran utama keberhasilan spiritual, melainkan niat dan keikhlasannya.
Mengkritik ketergantungan terhadap amal lahiriah tanpa kesadaran ruhani.
Hikmah terkenal:
“Amal adalah kulit, sementara keikhlasan adalah inti.”
3. Takdir dan Ridha
Mengajarkan sikap menerima takdir dengan lapang dada (ridha).
Menekankan bahwa semua yang terjadi telah ditentukan oleh Allah.
Contoh:
“Apa pun yang telah ditentukan untukmu, tidak akan luput darimu.”
4. Fana’ dan Baqa’ (Lenyapnya ego dan bertahan dengan Allah)
Konsep sufi tentang lenyapnya keakuan dan hanya menyaksikan Allah.
Memurnikan tujuan hidup hanya untuk Allah.
Hikmah:
“Tidak ada yang dapat menandingi kelezatan makrifat.”
5. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Diri)
Mengupas pentingnya membersihkan hati dari penyakit seperti riya’, hasad, ujub, dan sum‘ah.
Hikmah:
“Cahaya hati adalah hasil dari kesungguhan dan pembersihan jiwa.”
6. Adab dengan Allah dan Sesama
Menekankan kesantunan, tawadhu’, dan sikap penuh adab terhadap takdir Allah dan kepada sesama manusia.
Hikmah:
“Orang yang mengenal Allah akan beradab, bahkan dalam keluhan dan doa.”
7. Makrifat dan Cinta Ilahi
Puncak dari suluk adalah makrifat (pengenalan hakiki kepada Allah).
Mengenal Allah berarti mencintai dan tunduk sepenuhnya kepada-Nya.
Hikmah:
“Jika engkau mengenal-Nya, engkau akan mencintai-Nya. Jika mencintai-Nya, engkau akan melupakan selain-Nya.”
Jumlah Hikmah
Jumlah hikmah dalam kitab ini bervariasi sedikit menurut manuskrip, tapi umumnya terdapat sekitar 200–265 hikmah. Beberapa versi menggabungkan atau memisah-misahkan kalimat bijak sehingga angka pastinya bisa berbeda.
Versi dengan Struktur Lebih Sistematis
Jika kamu mencari versi al-Hikam yang dibagi per tema atau bab, kamu bisa merujuk:
Syarh al-Hikam oleh Ibn ‘Ajibah
→ Mengklasifikasikan hikmah-hikmah sesuai maqām (tingkatan spiritual).Syarh oleh Imam Ahmad Zarruq
→ Memberikan penjelasan tematik disertai dengan dasar Al-Qur’an dan hadis.Terjemahan modern di Indonesia
Beberapa penerbit seperti Lentera Hati atau Pustaka Setia sudah membuat versi terjemahan dengan pengelompokan tematik untuk memudahkan pembaca.
Manuskrip
Kitab al-Ḥikam al-‘Aṭā’iyyah karya Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari termasuk salah satu karya yang sangat tersebar luas di dunia Islam, dan naskah aslinya (manuskrip awal) disalin dan disebarkan dalam berbagai versi sejak abad ke-8 Hijriyah. Oleh karena itu, tidak ada satu lokasi pasti yang menyimpan “kitab asli” dalam arti naskah tulisan tangan penulis langsung (autograf), karena kemungkinan besar manuskrip asli yang ditulis langsung oleh Ibnu ‘Athaillah tidak lagi ada atau belum ditemukan.
Namun, naskah-naskah tertua dan penting dari kitab ini saat ini tersimpan di berbagai perpustakaan manuskrip klasik di dunia, antara lain:
1. Dar al-Kutub al-Misriyyah (Perpustakaan Nasional Mesir), Kairo
Mesir adalah tanah kelahiran Ibnu ‘Athaillah.
Beberapa naskah awal al-Hikam dan syarahnya (terutama oleh murid-murid Tarekat Syadziliyyah) disimpan di sini.
Naskah ini ditulis oleh para penyalin generasi awal, bukan oleh Ibnu ‘Athaillah sendiri.
2. Perpustakaan Az-Zaytuna, Tunisia
Karena pengaruh kuat Tarekat Syadziliyyah di wilayah Maghrib, banyak salinan al-Hikam tersimpan di perpustakaan klasik seperti Az-Zaytuna.
3. Perpustakaan Qarawiyyin, Fez – Maroko
Merupakan salah satu pusat pengajaran tasawuf klasik di Afrika Utara.
Menyimpan berbagai versi syarah dan naskah al-Hikam dari abad pertengahan.
4. Perpustakaan Süleymaniye, Istanbul – Turki
Salah satu koleksi manuskrip Islam terbesar di dunia.
Banyak karya tasawuf dari seluruh dunia Islam tersimpan di sini, termasuk beberapa salinan awal al-Hikam.
Catatan tentang Manuskrip
Manuskrip-manuskrip tersebut ditulis tangan oleh murid-murid generasi awal, dan banyak disertai syarah (komentar) dari ulama besar seperti:
Ibn ‘Ajibah
Ahmad Zarruq
Al-Bajuri
Beberapa naskah sudah didigitalisasi dan tersedia di database manuskrip Islam internasional.
Kitab al-Hikam karya Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari bukan sekadar rangkaian kata bijak, melainkan pancaran cahaya ruhani yang menuntun jiwa menuju pengenalan yang lebih dalam kepada Allah SWT. Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh distraksi, hikmah-hikmahnya hadir sebagai penyejuk hati, pembimbing jalan, dan pengingat akan hakikat kehidupan. Keabadian pesan-pesan spiritual dalam al-Hikam menunjukkan bahwa meski zaman berubah, kebutuhan manusia akan kedalaman makna, keikhlasan, dan kedekatan dengan Tuhan tetaplah sama. Inilah warisan abadi yang terus menyala di hati para pencari cahaya.