Kok Iri Dipelihara?
Sifat iri dan saudaranya si dengki sepertinya cukup atau menjurus sangat akrab dengan hidup anak manusia.
Ceritanya sudah ada sejak jaman purba kala. Boleh dibilang juga sudah penyakit turunan. Ada yang nyaman ada yang berusaha mengelolanya agar berkurang.
Seorang rekan kerja saban hari menyeletuk,”Aduh, si bapak enak benar kerjanya, pagi-pagi udah menguap. Bisa tidur, nonton tivi, main internet gak diomelin kayak kita. Ketahuan tidur aja di-SP.”
Bikin sewot saja tuh orang. Lantas saya tanggapi dengan serius tak serius,”Aduh, jadi orang itu jangan suka iri dah. Masing-masing ada tugasnya. Ada enak gak enaknya. Apa yang kelihatan enak belum tentu enak, tau!”
Tidak satu saja yang melihat saya enak kerjanya cuma duduk-duduk ngopi sambil ‘main-main’ HP. Ya sebenarnya memang ada enaknya. Tapi mereka mana mau tahu yang tidak enaknya. Iri saja yang dipelihara.
Mereka saja tidak tahu, sebenarnya saya juga pengen lebih enak lagi. Pengennya sih jadi bos. Anak buah yang kerja tiap bulan dapat keuntungan besar. Loh, kok iri juga?
Ehm, kira-kira yang sudah jadi bos masih suka iri tidak ya? Bisa saja yang sudah jadi bos iri sama temannya yang usahanya lebih berhasil. Buktinya yang sudah jadi bos masih ada yang ingin lebih kaya lagi dengan cara yang kotor. Dengan memanipulasi pajak misalnya.
Yang jelas kalau sifat iri itu dipelihara pada akhirnya akan membuat susah diri sendiri. Membuat hati semakin berjarot. Lantas, kenapa terus dipelihara? Koplak, kan?
Iri koq dipelihara ?…….manstaf 🙂
salam manstafffff kang Edy :salaman