Kok Tidak Tulis Namanya?

Kok Tidak Tulis Nama? Loh, memang nama itu penting saat memberi?

Walau lupa itu lebih ke arah negatif, sebenarnya ada positifnya. Lupa pada kesalahan orang lain misalnya. Selanjutnya lupa juga bisa mengecilkan keegoan akan nama.

Hari ini, Kamis 13 Maret 2014 saya pergi melayat ibu dari seorang rekan kerja yang meninggal di rumah duka.
Saya membawa titipan satu amplop yang berisi uang tentunya. Tertulis nama yang menyumbang.

Saya sendiri juga sudah menyiapkan satu amplop yang pastinya diisi dengan lembaran uang. Bukan sekadar ucapan duka cita.

Baca juga :  Maaf dan Kesempatan Kedua

Sesampai di rumah duka setelah mengisi buku tamu saya masukan amplop ke kotak yang sudah disediakan. Plung. Kemudian bincang-bincang dengan rekan kerja yang sedang berduka tersebut.

Ketika pulang saya baru ingat, amplop yang saya berikan belum saya namai, Wah, bagaimana ini? Padahal sebelumnya saya sudah ingat-ingat.

Kacau. Jangan-jangan nanti dikira saya tidak memberikan dana duka cita karena tidak akan menemukan nama saya. Berpikir hendak balik lagi untuk menuliskan nama.

Tapi serasa ada yang menasehati untuk tidak melakukan hal konyol itu. Ingat, ikhlas saja dalam memberi. Kenapa harus pakai nama sih?

Baca juga :  Ciri Orang Kreatif [5&6] Lebih Tertarik pada Konsep dan Keingintahuan Intelektual

Nama tidak penting. Yang penting dana yang diberikan bisa membantu meringankan beban keuangan dalam keadaan berduka.

Lalu saya ingat dengan hal-hal yang pernah saya tulis tentang memberi dan kemelekatan. Memberi dengan tulus dan tak melekat pada nama.

Malu dong kalau tak bisa sedikit saja menjalankan?!

Responses (8)

  1. bwahahaha…kadang2x memang manusia aneh, pada dicatet lho kalo sumbangan nikah + kematian…entah gunanya apa?? kalau ada kejadian sama? nilai yang diberikan harus sama?? mungkin gitu bos?

    1. Dalam hal ini setahu saya setiap sumbangan yang masuk memang akan dicatat dalam buku khusus dan pada waktunya akan memberi balasan dengan nilai yang minimal sama atau lebih. Ini ada dalam tradisi tertentu loh biss eh ci

      1. kalau di daerah kami, untuk saweran kemalangan yang diberikan oleh umum, tidak dicatat. tapi saweran untuk orang pesta, biasanya dicatat.

  2. Sama dengan bang Pilot.
    Kalo untuk kedukaan biasa gak usah pake “merek” alias nama. Beda halnya dengan nikahan. Biasa kan duitnya dimasukin ke amplop undangannya. Jadi udah jelas tertera disitu namanya. Kalau gak bawa amplop undangan, biasa amplop putih yang ditulisi nama secara manual.

    Tapi point yg pak Kate mau sampaikan jelas.http://ketikketik.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_good.gif

    1. Ya Bung Pical untuk kedukaan ada yang memang cuma dikumpulkan dalam suatu tempat ada juga yang perlu pencatatan, terima kasih sudah memahami inti yang hendak disampaikan, :salaman

  3. Hal menulis nama ini memang tradisi Bung kate, dan tidak hanya di kota besar. Mereka akan mencatat, bukan untuk mengembalikan tetapi setidaknya mereka tahu saat berduka orang datang walau tanpa undangan dan memberikan bantuan materi. Saya rasa catatan sangat diperlukan karena yang berduka biasanya baru bisa membaca catatan dan buku tamu setelah masa berkabung selesai. Saat berduka biasanya tidak begitu memperhatikan tamu yang datang. Jadi, memang benar kata peribahasa “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.”

    1. YUps..dalam hal ini kita lihat sisi positifnya aja, lagian yang berduka juga kan gak stand by terus untuk menemui kenalannya dengan catatan itu maka bisa mengetahui kehadiran sahabat atau saudaranya, terima kasih :salaman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *