Sejak umur lima tahun sudah menikmati rasa kopi. Sampai saat ini sudah berbagai jenis kopi sudah dicoba, khususnya yang dari Indonesia. Kopi Kalimantan, Medan, Sidikalang, Toraja, Lampung, Bali dll sudah biasa di lidah. Enak tidaknya tentu tergantung kualitasnya.
Nah, belum lama ini ada teman di dunia maya yang pulang dari Vietnam dan sekalian mampir ke tempat kerja. Pada kesempatan itu tema tersebut membawa beberapa oleh-oleh. Salah satunya adalah kopi dari Vietnam. Wah, bagaimana rasanya? Sesuatu yang baru tentu bikin penasaran. Apalagi dari luar. Ini sebenarnya cuma persepsi saja.
Tentu saja rasa atau sensasinya beda dari sekian banyak kopi yang pernah saya minum. Soal rasa pastiya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ketika si dede saya ajak membuat seduhan kopinya dengan tempat khusus yang sekalian dihadiahkan. Si dede berujar,”Wah, minum kopi kayak gini udah kayak orang kaya aja kita, Pi!”
selain itu saya promosikan juga ke teman-teman untuk menikmati kopi Vietnam ini. Ada perasaan beda, karena ini kopinya dari luar negeri. Teman-teman belum tentu bisa beli sampai k sana.
Ini lagi-lagi soal persepsi. Kadang kita malah lebih membanggakan sesuatu dari luar. Padahal belum tentu lebih baik. Tak heran ada istilah kalau rumput tetangga lebih hijau.
Menikmati segelas kopi hangat sudah menjadi rutinitas. Tapi dengan cara penyajian dan rasa yang berbeda, pasti akan hadir sensasi yang lain.
Sama-sama kopi, dari mana pun asalnya. Tetapi karena berasal dari daerah dan suhu yang berbeda pasti menimbulkan rasa yang beda. Apalagi ditambah cara mengolahnya. Yang pasti ketika bisa menikmati sensasinya yang ada cuma kenikmatan yang tak bisa dijelaskan kata-kata.
Jadi sebenarnya, apapun kopinya, kalau dapat menikmatinya dengan suasana hati yang nikmat, maka sensasinya saat minumnya pastilah nikmat. Mau coba? Bikinlah sekarang sebelum minum hirup aromanya….ehmmmm…
Bicara di luar sensasi rasa kopi Vietnam ini, ada satu nilai yang dapat saya tangkap. Seperti pada istilah “Rumput tenagga lebih hijau” bahwa pilihan hidup kita seringkali lebih terpesona kepada sesuatu di luar diri kita.
Kita merasa tidak nyaman di rumah sendiri dan lebih tertarik mencari sensasi di luar rumah. Ini kembali kepada soal perasaan. Mengapa di luar lebih nyaman? Atau yang sekarang agak menjadi tren mencari pasangan di luar untuk merasakan sensasi yang lain.
Soal ini ada pembenaran yang mengatakan untuk mencari suasana lain demi melahirkan suasana baru di rumah. Tapi rasanya seperti omong kosong saja.
horeeee si papi sudah kayaaaaa…
Loh bukannya baru kayak orang kaya, Ci Jo?