Malu

maluSi Kecil Beby pagi itu mengikuti ibunya pergi ke kantor, maklum hari itu hanya acara santai. Ketika memasuki ruangan semua karayawan kantor teman ibunya memanggil. “Ih…lucu banget namanya siapa?” Alih-alih mendapat jawaban tetapi Beby justru lari bersembunyi di belakang ibunya. Sang ibu pun berujar “Ayo dong jawab, tidak boleh malu” Akhirnya, Beby pun menghilangkan perasaan itu kemudian menjawab setiap pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Tak berapa lama masuklah Beby dan ibunya ke ruang kerja pemimpin kantor. Beby memperhatikan kursi bos ibunya yang baginya asing karena bentuk dan ukurannya yang berbeda mungkin di mata seorang anak kursi itu sangat besat dan tinggi serta terlihat empuk. Seorang Bos yang memang baik hati dan pandai membaca pikiran anak, langsung berujar “Beby ingin coba kursi ini ya?, Ayo duduk saja jangan malu, boleh kok” ujar si bos. Setelah itu bos pun memberikan permen coklat kesukaanya. Sebelum mengambil tawaran tersebut Beby memandang ibunya meminta persetujuan. Kembali ucapan yang sama di dengarnya, “Ayo Beby ambil saja gak usah malu” kalau Beby suka boleh kok dihabiskan.

Baca juga :  Pengaruh Teknologi Modern Pada Sistem Pendidikan Di Indonesia

Sepenggal kisah tadi menggambarkan pengalaman anak-anak dalam bersosialisasi. Sosialisasi menjadi proses belajar bagi setiap individu sejak kanak-kanak hingga mereka dewasa. Pengalaman dalam keluarga, lingkungan bermain, lingkungan sekolah, bahkan pengalaman melalui tontonan yang dinikamatinya setiap hari akan membentuk pola berpikir dan bertindak. Individu atau pribadi yang selalu dekat dengan anak setiap harinya atau kata-kata yang selalu terdengar telinganya akan ikut membentuk kebribadiannya.
Kata malu, dalam KBBI memiliki makna merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan. Sementara itu kata malu-malu berarti merasa agak malu atau sedikit malu. Pada masa yang lampau orang tua justru mengajarkan sebaliknya. Ketika akan mengajak anaknya pergi atau bertamu, sejak di rumah mereka sudah berpesan, ” Nanti kalau kamu diberi makanan kamu hanya boleh ambil satu tidak boleh lebih ya, malu. “ Orang tua dahulu justru menekankan bahwa ketika kita menerima sesuatu dari orang lain harus tahu batasnya, karena kalau tidak itu yang membuat orang menjadi malu.

Baca juga :  Kursus Online Gratis, Update Ilmu Tanpa Bayar!

Penekanan kata malu, rupanya dari hari ke hari telah mengalami pergeseran. Apa yang setiap hari didengar seperti pengalaman Beby tadi tentu secara tidak langsung juga akan membentuk kepribadiannya. Budaya malu yang selama ini menjadi penekanan dari para orang tua telah berubah. Banyak orang tua yang salah memahami dalam memberikan nasihat tentang kata malu. O…Beby ingin menduduki kursi yang bukan haknya. Boleh gak apa-apa dan gak usah malu. Dalam diri Beby secara tidak sengaja tertanam bahwa kalau kau mau boleh kok. Orang dewasa lupa, bahwa Beby harus diberi pengertian, bahwa kursi itu milik BOS dan hanya yang berhak yang boleh duduk di tempat tersebut. Begitu pula saat beby diberi permen coklat, dengan jelas dan gamblang juga dikatakan ambil dan kalau perlu dihabiskan. Hem… tidak terbayang seandainya setiap anak setiap hari mendapat nasihat seperti ini. Bisa kita bayangkan

Responses (4)

  1. Dari kisah ini, bisa jadi justru orangtua sendiri yang akan mempermalukan anaknya kelak dengan ajaran gak usah malu hari ini hehhe

    1. Faktanya sekarang orang dewasa memberikan contoh “gak tahu malu ya Bro?”

Comments are closed.