Seorang laki-laki bernama Darma setiap hari berangkat bekerja bersama dengan anak sulungnya yang bersekolah SMP. Dalam perjalanan Suci nama si anak sulung selalu berjalan jauh di depan atau di belakang ayahnya. Sang ayah awalnya tidak memperhatikan sikap anaknya ini. Namun di lain kesempatan ketika ayahnya mengantar menggunakan kendaraan ia turun agak jauh dari sekolah. Pada awalnya ayahnya berpikir mungkin karena macet takut terlambat. Hari berikutnya Darma mengantar Suci ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Kali ini suci kembali minta turun agak jauh dari sekolah dan memilih berjalan kaki.
Sampailah pada puncak kekesalan ayahnya.”Suci, apakah kamu malu mempunyai orang tua seperti ayah? Karena setiap hari kamu menunjukkan sikap untuk menghindar dari teman-teman kalau aku adalah ayahmu. Ketika kita berjalan bersama kamu tidak mau bersama ayah. Saat ayah mengantar kau memilih turun lebih jauh dan memilih berjalan kaki”, begitu hardik sang ayah.
Sambil menggelendot ibunya Suci menjawab pertanyaan ayahnya. “Sama sekali tidak ayah, sebenarnya Suci sangat bangga memiliki orang tua seperti ayah, tetapi takut teman-teman mengira Suci sudah punya pacar, karena ayah masih sangat muda dan ganteng”, jawaban yang tentu mengagetkan orang tuanya.
Saudara, dalam kehidupan ini kita cenderung menilai dari yang kasat mata saja. Kita sering sulit memahami apa sebenarnya yang terjadi. Kita selalu menggunakan kacamata pribadi. Jangankan untuk memahami orang lain, untuk memahami orang yang paling dekat dengan pribadi kita saja sulit. Bahkan untuk memahami diri sendiri saja kita sering tidak mampu.
Sebenarnya sangat sederhana, kuncinya terletak pada hati. Apabila kita mau memandang dengan hati yang bersih tentu tidak akan terjadi perselisihan. Kita biasanya lebih mengandalkan perasaan dan pemikiran diri yang berkiblat pada ego. Satu hal yang sering belum kita sadari bahwa sesungguhnya kita belum sadar akan diri sendiri. Memang untuk memahami itu sulit kalau tidak dengan kerendahan hati.
Salam Ketikers-AST 28012014
Tulisan menarik dan inspiratif mbak Anita.
Kita harus jujur pada diri sendiri,bahwa sering kali kita berburuk sangka. terima kasih sudah mengingatkan yaa.salam hangat
Berburuk sangka…memang begitulah yang sering kita lakukan.
Terima kasih Pak Tjip sundah menyambangi lapak saya,salam hormat selalu.
Mbak Anita, saya berusaha memahami tulisan ini, ya kita memang lebih suka melihat apa yang kita lihat lalu menilai, tanpa mau berusaha melihat yang tidak kita lihat yang justru mengandung kebenaran
Hehehe…Mas Kate bisa aja, itulah kebiasaan buruk kita ya? Salam sukses
wkwkwwkk jadi inget suamiku pasang foto sama putriku berdua..dikira anaknya adalah istrinya..sampe ngakak sendiri mba,.. :hoax
Ya gitu jeng Winda….pemikiran anak-anak akan berbeda dengan pemikiran orang dewasa. Mereka hanya berpikir yang kasat mata saja…