Memaknai Peristiwa

Memaknai Peristiwa

Oleh Odi Shalahuddin  

menulisKawan saya itu, seorang aktivis, yang tidak berlebihan bila dikatakan sebagai aktivis muda yang sangat berpotensi. Sejak kuliah, ia sangat aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan baik di kampus ataupun di luar kampus. Sekarang-pun, setelah menikah dan memiliki anak,  ia masih aktif dalam berbagai gerakan sosial. Ia orang yang memiliki mobilitas tinggi dan sangat supel. Ia bisa berkomunikasi secara baik dengan siapa saja, baik di kalangan para aktivis mulai dari para senior hingga pemula, kalangan politisi, kalangan akademisi, kalangan birokrat, juga dengan kelompok-kelompok masyarakat pinggiran. Untuk hal ini, secara jujur saya patut untuk ber-iri hati.

Nah, dia itu orang yang paling gampang terprovokasi, terutama pada pengetahuan. Bila mendengar ada pembahasan tentang “A”, maka ia tidak akan segan-segan mencari bahan bacaan tentang “A”, mengajak diskusi orang-orang yang dianggap mengetahui tentang “A” dan juga berupaya keras untuk mencermati realitas dan melakukan praktek-praktek berdasarkan pemikiran “A”.  Ia orang yang tidak pernah lelah mengejar pengetahuan dan melakukan praktik-praktik langsung, terutama bagi kepentingan kaum terpinggirkan.

Dulu, ia sangat aktif menulis. Artikel-artikelnya banyak dimuat walau masih terbatas di media lokal. Tapi, saya merasa ia sudah lama tidak menulis. Hal itulah yang mendorong saya, ketika bertemu pada suatu hari, langsung menggunakan kesempatan itu untuk salah satunya memprovokasi lagi agar dirinya aktif menulis. Kepentingan pribadi saya tentu saja ada. Bila banyak kawan yang menulis, maka dengan sendirinya saya bisa terprovokasi juga untuk terus menulis.

Baca juga :  Penipu SMS Berhadiah Curi Photo Dirut Keuangan PT. Semen Indonesia

Diskusi dimulai dengan melakukan napak tilas perjalanan yang telah dilakukan. Kami sama bersepakat, bahwa sesungguhnya sudah banyak hal yang dilakukan. Tapi apa buktinya? Apakah rangkaian-rangkaian peristiwa tersebut hanya sebagai kenangan dalam kepala masing-masing? Kesadaran bahwa sebagai manusia sering lupa dan umur yang terbatas, lantas semua sejarah tersebut hilang?

Tulisan. Itu bisa menjadi bukti. Menjadi catatan sejarah atas peristiwa. Beranjak dari titik inilah, maka provokasi mulai dilancarkan. Bukankah kegiatan-kegiatan yang dilangsungkan atau pembicara-pembicaraan dengan berbagai kalangan merupakan peristiwa yang bermakna? Ini bisa memberikan manfaat tidak hanya kepada kita sendiri tetapi juga orang-orang lain. Itu bisa terjadi, bila ditulis, dan disebarluaskan. Ruangnya? Saya mulai berpromosi tentang Kompasiana, sebagai blog keroyokan yang diarahkan sebagai jurnalisme warga, juga sebagai ruang merdeka untuk menulis tentang apa saja. Jadi, bila menulis, tetap dapat dengan mudah disebarluaskan, tidak terlalu takut dengan keterbatasan ruang ekspresinya.

Lalu saya katakan kepadanya bahwa saya memiliki obsesi. Obsesi agar berbagai peristiwa yang hadir atau dihadirkan dapat terdokumentasikan dan dapat terbagi dengan harapan semoga bisa menginspirasi para pembacanya. ”Apa yang kita lakukan, pastilah bermakna sejauh kita bisa memaknakannya. Bila kita tidak bisa memaknakannya, maka peristiwa-peristiwa itu akan lewat begitu saja,”  

Baca juga :  Akibat Dibilangin Ngeyel, Sepuluh Juta Melayang Ditipu Scammer

Saya katakan juga tentang obsesi saya menulis profil dari kawan-kawan sendiri. Saya katakan mereka adalah orang-orang hebat dan layak ditulis. Buktinya, hampir semua pernah menjadi sumber berita dan sebagian pernah ditampilkan profil-nya di media. ”Termasuk dirimu. Suatu saat aku akan mewawancarai dirimu untuk membuat profil tentang dirimu. Bukankah kamu juga orang hebat?,”

Kawanku tertawa mendengarnya, namun juga menyanggupi bila suatu saat saya akan mewawancarainya.

Sebenarnya, hal senada saya sampaikan pula kepada kawan-kawan lain, di manapun, ketika bertemu dan berbincang-bincang santai. Pada intinya, kita bisa menulis apa saja, tergantung bagaimana kita memaknai peristiwa yang akan dihadirkan dalam tulisan.

Saya bersyukur, sudah banyak kawan yang sudah terjerat untuk menulis. Walau tidak terlalu aktif, tapi sudah dimulai. Mereka mulai membuka akun di blog-blog keroyokan atau membuat blog pribadi atau aktif pula di catatan facebook. Tentu saja, hal ini akan semakin menyemangati diri saya untuk berusaha keras tetap menulis.

Responses (4)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *