Gaya  

Memberi Pancing Bukannya Ikan

fish
foto: hopeathomeblog.blogspot.com

Hmmm, … saya terkenang sebuah kisah yang menurut saya bener banget! Jadi gini ceritanya. Pada suatu ketika ada seorang nenek tua yang miskin dan sulit mendapat makanan. Kemudian nenek itu dibantu oleh seorang wanita dengan memasakkan bubur ayam setiap pagi. Selama berhari – hari bahkan hingga hitungan bulan, si wanita dengan setia memasak bubur dan memberikannya kepada si nenek. Awalnya nenek sangat senang dan bersyukur. Tetapi lama – kelamaan, nenek mulai merasa bosan dan eneg. Bayangin, tiap pagi makannya bubur melulu! Nenek kadang pengen makan nasi uduk, pengen pecel, kadang pengen roti tawar. Agak stress juga nih nenek karena setiap hari di jelang akhir hidupnya cuma makan bubur. Kemudian hasratnya jadi neko – neko, kepengen ini dan kepengen itu.

Awalnya nenek menahan diri supaya nggak ngedumel. Namun akhirnya, nggak kuat juga. Mulailah diam – diam ia menyimpan dan menyingkirkan bubur ayam. Diam – diam juga nyindir pada si wanita yang memberinya bubur, agar memasakkan hidangan lainnya. Pokoknya awalnya si wanita tak menduga, lama – lama ia tahu. Bahwa hidangan pemberian dan kerja suka-rela nya pada si nenek tidak dihargai, malah kok pake gaya ‘eneg’ tiap pagi sarapan bubur. Wanita itu merasa kesal dan akhirnya menghentikan aksi kerja sukarela-nya karena merasa sia – sia dan justru terhina dengan menolong nenek miskin yang tak tahu terima kasih. Pada akhir cerita si nenek kembali kesusahan dan tidak mendapat makanan pagi. Sementara si wanita yang tadinya berniat kerja suka rela jadi seperti sedekah setengah – setengah.

Kejadian seperti ini sering terjadi, dimana orang bermaksud menolong lalu berbuah menjadi bumerang yang menyakitkan bagi dirinya sendiri. Sementara di sisi lain bisa dimengerti jika si nenek nyaris tidak memiliki selera makan karena tidak ada variasi hidangan lain. Padahal masakan itu gratis dan diberikan secara sukarela oleh si wanita. Kesalahan ada dimana, ya? Saya berpikir kesalahan ada pada masalah ‘ketergantungan.’ Dan juga pada perihal ‘memberi ikan dan bukannya memberi pancing.’ Ketergantungan adalah sesuatu yang mencekik leher. Makanya sering kita dengar tentang para penderita keterbatasan tubuh yang selalu berusaha mandiri dan tidak tergantung. Tak jarang mereka kesal dan tersinggung jika selalu dianggap tak mampu. Bayangkan jika mereka saja bersemangat, mengapa orang yang sehat walafiat dan 100% tubuhnya sempurna, masih banyak yang tergantung pada orang lain? Banyak yang malas dan menadahkan tangan saja?

Segala sesuatu ternyata harus ada timbangan sikap antara jujur dan ikhlas. Jujur artinya mengemukakan keberatan atau hal yang menjadi ganjalan. Sedangkan ikhlas artinya membebaskan diri dari harapan akan adanya balasan yang baik. Si nenek seharusnya jujur bahwa dirinya tak mampu untuk terus – terusan menelan bubur hingga akhir hayat. Ada baiknya ia diajarkan cara mengolah makanan dan diberi modal sedikit, sehingga ia mampu berkerja dan memasak makanannya sendiri. Siapa tahu bahkan sanggup membuka warung kecil yang cukup laris? Si wanita juga harus memberi dengan keikhlasan dan jangan dijadikan kebiasaan tertutup bahwa si nenek akan selamanya bergantung dari sarapan bubur ayam buatannya. Bagaimanapun juga hubungan yang bertimbal – balik secara logika akan lebih kuat jalinannya ketimbang hubungan yang sifatnya hanya searah. Banyak ditemui dalam hubungan pasangan, hubungan kerja, hubungan politik dan sebagainya. Hubungan searah, salah satu lebih dominan dan mendikte yang lainnya. Hubungan semacam ini tidak menciptakan jalinan yang kuat, hanya menguntungkan satu pihak. Lama – lama bisa jadi bubar! Tapi tergantung agenda masing – masing orang, banyak yang ‘terpaksa’ bahkan merasa cukup menikmati menjadi obyek penderita demi imbalan : sukses, kaya, enak, terkenal, tajir, makmur, dst. Kembali, hidup ini pilihan….

 

Respon (6)

  1. Sepertinya pemahaman tentang simbiosis mutualisme perlu pemahaman yang mendalam Jeng Windahttp://ketikketik.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_good.gif

    1. hai mba Nitaaa…zhenk youu..sempat berkomen, lama menghilang kemana ajaa?? ditungguin sama kita – kita lhoo..http://ketikketik.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_rose.gif

      1. Pintu masuk padepokan selalu terkunci Jeng Winda, jadilah saya tak pernah hadir hehehe…salam saja untuk semua yang bisa hadirhttp://ketikketik.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *