Membujuk Koruptor

ngawipos.blogspot.com
ngawipos.blogspot.com

“Aku ini suka berdoa ke Tuhan sebelum membujuk koruptor agar berhenti korup”, itu niat Badrun. Bertemulah ia dengan seorang koruptor kelas teri yang miskin.

“Kamu ini koruptor kecil-kecil, apa gak takut di penjara?”

“Duh saya ini terpaksa, gak ada jalan lain untuk makan anak istriku”.

Badrun gagal membujuk koruptor kelas ringan. Badrun tak putus asa, ia bersua lagi dengan koruptor kelas menengah.

“Sebaiknya Anda tinggalkan korupsi, apa susahnya sih? Toh hidupmu sudah cukup materi”

“Waduh, aku gak bisa. Tuntutan hidup harus begini, kalau tidak korupsi, mana bisa hidup layak”.

Baca juga :  Peluang Keberhasilan itu tetap kan datang !

Lagi-lagi Badrun tak sukses akan misinya. Dan terakhir, ia bertemu koruptor kelas kakak.

“Bapak, kenapakah harus korupsi?”

“Wah pertanyaanmu susah kujawab. Lebih mudah korupsi ketimbang menjawab pertanyaanmu itu”.

“Duh Bapak, ini baru pertanyaan biasa, belum pertanyaan penyidik, pantasan penyidik butuh waktu lima jama, karena bapak memang hobi bertele-tele”

“Tapi saya korupsi, praktis kok. Cukup niat se-upil doang”

Badrun mikir, aku memang gagal membujuk mereka, tapi setidaknya aku telah tahu bahwa menjadi korup itu memiliki syarat: Terpaksa, Punya Niat, Demi Tuntutan Hidup dan Praktis. Sekonyong-konyong Badrun mendengar suara: “Bego loe Drun, mau aja dikibulin. Drun, Drun, kamu itu seolah membenarkan alasan mereka. Pantasen korupsi gak pernah berhenti. Lha cara pikirmu sama dengan mereka”.

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *