Dalam rangka memperingati ulang tahun pernikahan mereka, sepasang suami-istri mengadakan acara makan malam di sebuah restoran. Suasana bahagia terpancar dari rona wajah mereka. Tak satu kesempatan pun mereka lewatkan untuk diabadikan melalui gadget canggih yang dibawanya. Hidangan lezat dan suasana romantis menyertai kebahagiaan mereka. Sambil menikmati hidangan mereka bernostagia atau mengenangh masa lalu yang manis dan tak terlupakan.
Waktu berlalu tanpa terasa, hari pun semakin malam. Tentunya pasangan itu tidak akan menghabiskan waktu dengan mengobrol di restoran. Sang istri dengan cekatan menuju kasir untuk menyelesaikan tagihan makan. Ketika akan membayar dilihatlah ada tertera jenis menu yang tidak pernah dipesan. Alhasil dalam tagihan ada selisih harga Rp 10 ribu. Sang istri menanyakan dan menjelaskan bahwa salah satu menu yang disebutkan tidak pernah dipesan dan diterima. Namun, petugas kasir tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Sang suami pun menengahi dan mengajak istrinya untuk segera membayar dan tidak usah memperdebatkan uang Rp 10 ribu.
Akan tetapi, sesampai di mobil si istri masih mengomel dan marah dengan suami karena merasa tidak mendapat pembelaan. Suasana menjadi kacau dan mereka bersitegang. Suasana malam yang semula indah dan romantis yang baru saja terjadi di restoran mendadak hilang. Saat itulah suaminya menyadari dan berkata, “Sayang, kenapa engkau menukar kebahagian kita malam ini tidak dengan barang yang lebih berharga? Sadarkah bahwa engkau telah menukar suka cita dan kebahagiaan kita malam ini hanya dengan uang sebesar Rp 10 ribu?”
Saudara, berapa banyak di antara kita yang sering melakukan sikap demikian? Kadang kita juga “menukar” suka cita yang kita miliki dengan kata-kata orang lain. Persahabatan yang mungkin kita bina 10 tahun bisa hancur karena satu menit pertengkaran. Kerja sama yang terjalin selama 10 tahun kandas karena ketidak jujuran hal kecil saja.
Banyak hal penting dan besar yang kadang kita abaikan. Kadang kita pun menukarkan hal yang sangat berharga dalam kehidupan kita dengan hal yang nilainya tidak sebanding atau sepadan. Akibatnya penyesalan dan kesedihan dalam hati saja yang kita temukan.
Oleh karena itu, marilah saudara kita belajar dari kisah tadi. Mari kita belajar untuk mengendalikan diri, memahami, dan memaafkan. Jangan pernah kita menukarkan berkah dan kebahagiaan yang ada dalam keluarga kita dengan kesialan yang kita ciptakan sendiri. Janganlah menukarkan kebahagiaan dan suka cita dalam hidup dengan kesedihan yang tidak bernilai. Akan tetapi tukarkanlah segala sesuatu dengan sesuatu yang lebih bernilai, yaitu kedamaian dan keharmonisan hidup.
Renungan ini saya sarikan dari email teman dengan beberapa perubahan, semoga menjadikan hidup kita lebih bernilai. Salam ketik’ers-AST
nice post, anita
salam
Terima kasih Min…selamat siang
Kalau tidak mau dikatakan tindakan yang sangat bodoh ya, cum gara2 sepuluh ribu harus kehilangan kebahagiaan dalam sekejap. Tpi ini realita yang sering terjadi atau bahkan kita alami sendiri. terima kasih atas kisah yang inspiratif ini Mbak Anita
:shakehand2
Semoga kita semakin bijaksana dalam menghadapi setiap persoalan…terima kasih Mas Kate, salam
tulisan ini membuat kita introspeksi…
salam Ketik’ers…
Kita memang layak selalu mawas diri mbak Ayu…terima kasih dah mampir salam hangat