Musim Dingin di Perkemahan
Menuju desa Jingellic
Sehari sebelum keberangkatan,,kami sudah memeriksa kelengkapan mobil,mulai dari ban ,air radiator dan segala sesuatunya. Karena kami akan melakukan perjalanan yang cukup jauh ke Jingellic,yang berjarak tempuh sekitar 9 jam dari desa Mount Saint Thomas.Jaket,jas hujan, tenda dan segala macam kelengkapan untuk camping sudah berada di mobil.Jam 5.00 pagi kami sudah bangun ,mandi dan mengisi perut dengan secangkir kopi hangat dan sepotong sandwich. Saya tidak berani makan kenjang,karena kuatir akan menyebabkan rasa kantuk dijalan.5 menit sebelum jam 6.00 kami semua sudah berada di mobil. Saya mengendarai Yarris,berdua dengan istri saya Lina. Sedangkan mantu kami David nyetir Camry,bersama putri kami dan kedua cucu kami Kerisha dan Allan
Perjalanan Jauh di Mulai
Sebelum meninggalkan kota Wollongong,kami singgah terlebih dulu untuk menjemput teman kami James dan istrinya Lorainne ,yang juga membawa putra dan putri mereka.Keluarga ini berasal dari Colorado ,Amerika Serikat, Dari sini masih menjemput Paul ,asal Canada,yang beristrikan Ilen ,asal Malaysia,yang membawa serta kedua putra mereka. Jadi kami semuanya 4 kendaraan.
Di sini jalan raya ,istilahnya highway,mirip dengan jalan toll di negara kita, tapi tidak perlu membayar apapun. Kami melaju sesuai ketentuan,maksimal kecepatan 110 km per jam. Dijalan ini tidak boleh melambatkan kendaraan,kecuali emergency. Kalau kecepatan 110 km,maka paling lambat kita boleh mengendarai 100 km perjam.Di sepanjang jalan, kami mendengarkan musik ,sambil menikmati pemandangan alam..
Kami berjalan non stop selama lebih kurang 3 jam dan kemudian berhenti sejenak,di lokasi yang khusus disediakan bagi pengendara.Waktu berkendaraan yang paling aman adalah maksimal 3 jam,lalu istirahat sejenak. Karena bila dipaksakan,maka akan membawa resiko yang bisa berakibat fatal. Keletihan dalam mengendarai mobil,menyebabkan gerak reflek menjadi lamban. Dan ketika otak memerintahkan untuk menginjak rem,kaki akan bergerak lebih lambat 2 atau 3 detik .Dalam kecepatan 110 km perjam,dapat dibayangkan apa yang terjadi bila rem terlambat bekerja.
Lokasi Peristirahatan
Disini disediakan kopi dan teh hangat,makanan kecil,secara gratis. Ada puluhan mobil yang berhenti disana,dengan tujuan yang berbeda beda. Saya memperhatikan,semuanya secara tertib antri untuk mengambil secangkir kopi dan masing masing sebungkus makanan kecil dan sebungkus permen. Tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada yang mengambil lebih dari satu,walaupun disana tidak ada yang mengawasi.Menikmati secangkir kopi dialam terbuka yang dingin,terasa sangat nikmat.Setelah melepas lelah beberapa menit,kami kembali melanjutkan perjalanan..menuju ke Jingellic
Apapun yang dilakukan dengan senang hati ,tidak terasa menjadi beban. Menempuh perjalanan sekitar 600 kilometer,sama sekali tidak menghadirkan keletihan,baik bagi saya yang nyetir,maupun istri saya yang duduk sambil menikmati pemandangan disepanjang perjalanan. Sesekali saya mereguk kopi hangat yang dituangkan dari termos yang sudah disiapkan istri saya ,sambil menikmati makanan kecil.
Memasuki Jalan Perdesaan
Tanpa terasa,kami sudah menempuh 8 jam perjalanan. Kini mulai memasuki perdesaan . Kabut mulai turun.sehingga jarak pandang kedepan hanya sekitar 10 meter,walaupun kami sudah menyalakan lampu . Di pintu gerbang desa,kami sudah ditunggu oleh John dan keluarga,yang Jalan menuju ke pinggiran sungai di pedalaman desa,merupakan jalan alami yang sama sekali tidak tersentuh aspal,tidak ubahnya seperti di negara kita. Kami melambatkan kendaraan dan hanya bisa melaju dengan kecepatan 20 km per jam. Hampir satu jam perjalanan menuju ke pinggiran sungai. Dan ketika menapaki jalanan berpasir,mobil mulai berjalan zigzag. Saya kebagian yang paling repot,karena mobil Yarris kecil dan rendah. Tapi syukurlah,berkat pengalaman nyetir selama setengah abad, saya dapat melalui jalanan yang penuh tanjakan dan pasir dan dengan selamat sampai di pinggiran sungai..
Akhirnya Tiba Jua
Begitu sampai.kami segera bekerja keras mendirikan tenda,karena kabut semakin tebal dan udara dingin semakin terasa merasuk kesumsum tulang.Tidak ada fasilitas apapun disini. Tidak ada listrik,toilet umum,tidak ada jaringan komunikasi dalam bentuk apapun. Hp sama sekali tidak berfungsi. Dalam radius sekitar 10 kilometer tidak kelihatan satupun rumah penduduk. Saat ini kami benar benar terputus dari dunia luar.
Dalam waktu kurang dari satu jam, seluruh tenda tenda sudah rampung terpasang. Sementara itu kabut semakin tebal. Kami sudah harus mempersiapkan makan malam. Maka kami berbagi tugas. Kaum wanita mempersiapkan bahan bahan untuk dimasak. Anak anak bertugas mengumpulkan ranting ranting dan dedaunan kering. Sebagian pria masuk ke hutan untuk mengumpulkan kayu kayu kering.
Saya,Paul dan James ,bertugas membuat api unggun,yang sekaligus akan jadi tunggu masak kami. Paul dan Ryan mulai mematahkan kayu kayu kering dengan menggunakan tangan dan lututnya. Terkadang mereka meringis,mungkin pas dapat kayunya yang keras. Saya datangi mereka dan bilang:” Excuse me,Paul, James, ,let me show you the easy way to break the woods.”
Saya pegang ujung kayu ,kemudian dengan lambat saya pukulkan ke batu besar yang ada disana,. ” Kraak” kayunya patah dua. Saya ulangi lagi ,sehingga satu potong kayu tadi,kini menjadi 4 potongan kecil,siap untuk dibakar. Mudah dan tidak memerlukan tenaga. Mereka mencoba dan berhasil. “Thank you Effendi”,kata Paul dan Ryan hampir serempak.Kami bertiga ketawa bersama dan bergabung mempersiapkan api unggun dan sekaligus jadi berfungsi sebagai tungku masak.
Kebersamaan.
Api unggun mulai menyala ,menerangi daerah sekitar kami berkemah. Seluruh anggota rombongan keluar tenda dan kami duduk mengelilingi api unggun. Terasa suatu kehangatan persahabatan yang tidak dapat diceritakan dalam kata kata. Terputus dari dunia luar,maka kami yang hadir disana adalah suatu keluarga besar.Beda bangsa: Indonesia,Malaysia ,Australia,Amerika,Inggeris,Canada dan Mexico.
Kami sama sekali tidak merasakan perbedaan itu. Yang kami rasakan adalah keindahan dalam suatu persahabatan.Bersantap kentang bakar ,di udara terbuka dan dingin,terasa amat nikmat.Apalagi ditambah dengan kehangatan secangkir cappucino. Ketika hati dipenuhi oleh rasa damai ,makanan sesederhana apapun terasa menjadi sesuatu yang luar biasa.
Memandang bintang bintang yang bertaburan dilangit ,menghadirkan suatu rasa syukur yang tidak terlukiskan.Ketika malam semakin larut,kami sepakat untuk memasuki tenda masing masing . Udara yang dingin mengigit dan kelelahan setelah berkendara sepanjang lebih kurang 500 kilometer,menyebabkan kami segera terlelap dalam pelukan malam.
Toilet Hand Make
Sekitar jam 2.00 dini hari, istri saya tiba tiba ingin ke toilet. Satu satunya jalan adalah membuat toilet emergency. Saya mencari sekop di tenda peralatan,sambil sebelah tangan memegang sebuah lampu baterai. Kami harus berjalan sekitar 100 meter menuju ke hutan yang ada disana, Saya mulai mengali tanah. Ternyata dalam kedinginan dan keletihan yang amat sangat,menggali tanah sedalam lebih kurang 75 cm cukup melelahkan.Hutan disini tidak sama dengan hutan di Indonesia,apalagi dibanding hutan di Pulau Sumatera. Tidak ada harimau atau binatang buas lainnya. Tetapi ada binatang kecil yang cukup menakutkan yaitu labah labah beracun,yang sekali digigit,maka tidak ada harapan lagi untuk selamat.
Syukurlah hingga selesai semuanya,kami bisa kembali ketenda dengan selamat. Tetapi ketika kami Rupanya,tadi karena masih dikuasai rasa kantuk yang sangat, kami lupa menutup tenda dan tetap tersingkap hingga kami kembali. Udara dingin yang membeku telah mengubah selimut penghangat menjadi lembab dan dingin bagaikan selimut salju. Kami membuka koper dan menambah jaket satu lapis lagi dan mencoba melanjutkan tidur tanpa selimut..Mungkin saking letihnya,kami kembali tertidur dengan nyenyak.
Dimana ada pertemuan ,disana pasti akan ada perpisahanEmpat hari bersama ditempat yang terputus dari jaringan komunikasi dengan dunia luar, telah menciptakan suatu persahabatan diantara kami.
Malam terachir, sesaat sebelum masuk kedalam kemah masing masing untuk beristirahat, seluruh anggota rombongan berdiri dan menyanyikan lagu :
Should auld acquaintance be forgot
And never brought to mind?
Should auld acquaintance be forgot
And auld lang syne!
For auld lang syne, my dear
For auld lang syne
We’ll take a cup o’ kindness yet
For auld lang syne
Bagi saya pribadi ,sungguh merupakan suatu kenangan yang tak terlupakan.Ternyata,beda bangsa ,beda budaya ,beda bahasa dan agama,bukanlah alasan untuk menjalin suatu persahabatan
Wollongong , 17 Februari,2014
Tjiptadinata Effendi