Setiap Jumat si dede mengikuti kelas kerohanian anak-anak yang tidak jauh dari rumah. Si dede juga termasuk aktif mengajak teman-teman yang ada di sekitar rumah untuk mengikuti kelas. dalam mengikuti kelas, si dede termasuk rajin. Selama tidak ada acara ke luar kota atau acara lain, si dede pasti hadir.
Sampai pada waktunya si dede tidak mau datang ke kelas kerohanian itu lagi. Katanya mau berhenti. Ada apa gerangan? Saya bisa merasakan gelagatnya lagi ngambek. Cuma apa masalahnya? Rupanya ada yang disembunyikan dengan cuma berkata,”Malas aja!”
Masalahnya karena si dede tidak datang, tanpa dikomando anak-anak yang diajak si dede pun pada mogok hadir ke kelas. Setelah dimotivasi, si dede mau kembali ikut kelas lagi. Sayangnya tidak bertahan lama.
Jadi penasaran. Akhirnya si dede mau cerita. Masalahnya gara-gara anak-anak yang dianggap sulit diatur dalam kelas itu diancam akan di keluarkan oleh salah satu guru pembimbingnya.
Menurut si dede, dia sudah capai-capai bawa teman untuk ikut kelas malah mau di keluarkan, makanya si dede bilang,”Dede juga ke luar aja kalau begitu!” Daripada di keluarkan lebih baik ke luar sendiri, mungkin begitu maksudnya.
Mengetahui hal ini, kemudian ketua guru pembimbing menegur guru pembimbing yang mengancam anak-anak. Sekarang giliran guru pembimbingnya yang ngambek dan bermaksud berhenti mengajar. Loh?
Saya berpikir, kalau anak-anak yang ngambek mungkin masih wajar, ini malah guru pembimbingnya yang ikut melakukan hal yang sama?
Namanya kelas kerohanian, tentunya tujuannya untuk mendidik anak-anak menjadi baik. Lucu jadinya, anak-anak yang dianggap nakal malah mau di keluarkan. Kalau anak-anak sudah baik semua, apa pentingnya lagi dididik? Dengan mengancam akan mengeluarkan anak-anak yang nakal sesungguhnya adalah tindakan putus asa dan tak bertanggung jawab.
Sejatinya sebagai guru pembimbing itu lebih memilih mengambil pelajaran daripada marah-marah. Mengapa anak-anak yang sudah dibimbing di kelas sekian lama masih tetap susah diatur?
Tetapi begitulah, jarang kita mau melihat kesalahan sendiri, karena lebih enak menyalahkan pihak lain. Apalagi anak-anak yang lebih gampang untuk disalahkan. Ini pula yang acapkali dilakukan orangtua dan para atasan. Hanya bisa menyalahkan tanpa mau menyadari kalau kesalahan itu bisa jadi berasal dari dirinya.
Guru pembimbingnya mungkin dulu kerjanya tukang daging dipasar?? atau tukang tambal ban? hihi jadi ketika jadi guru – ngga nyambung –…Ini satu lagi cermin kualitas guru-pendidik dan pembimbing yang harus sangat dicermati dan dibayar ‘mahal’ — karena tugas mereka menyemaikan benih – benih muda ..yaitu anak – anak dan generasi masa depan…ocreeeehhhh
Wah kalau itu kurang tahu Ci Jo, cuma karena kelas kerohanian jadi ngajarnya gak dibayar hehhe..tapi bagaimana pun kalau sampai pakai kekerasan verbal menurut saya kok kurang bagus juga:)