Dua Display Picture, menghiasi Blackberry, dua-tiga hari ini. Pertama, Paul Walker. Kedua, Farhat Abbas. Cara orang meng-apresiasi kedua tokoh ini, amatlah beda. Untuk Paul, rerata orang berbelasungkawa, sedang untuk Farhat Abbas, jadi lelucon dengan foto yang telah diedit sedemikian rupa hingga gambar itu memunculkan (mungkin?) tertawaan. Editor foto Farhat Abbas, saya acuki jempol atas kreatifitasnya, dan yang ikut-ikutan menyebarkan foto itu di media sosial, sayapun salu atas ‘latahnya”.
Lalu, saya merenung sembari bertanya ringan: “Bagaimana perasaan istri Farhat Abbas jika melihat foto suaminya belur-belur, memerah dan sembab darah?”. Belum lagi dengan perasaan keluarganya, ayah-ibunya, saudara kandungnya, paman, bibi dan mungkin juga anak-anaknya. Nia Daniaty, pelantun Gelas Gelas Kaca, sangat memungkinkan wajahknya kian melakolik, sedih dan menyalahkan suaminya yang memang memiliki tabiat yang nyaris permanen: “Suka buat heboh dan kontaversial”. Saya meyakini ‘gelas gelas kaca’ di hati Nia Daniaty, pecah menjadi beling dan hancur.
Dan sebetulnya, apa tujuan orang ‘memerlakukan’ Farhat Abbas seperti itu? Adakah rasa kepuasaan di balik editan foto itu? Dan jika menyebarkan foto sadis itu, apakah Farhat akan lebih baik? Ataukah kita meyakini diri kita lebih baik, lebih beretika, lebih sopan, lebih bijaksana ketimbang Farhat?
Terlepas dari buruknya penilaian masyarakat terjadap gaya bicara Farhat, saya lagi-lagi meyakini bahwa Farhat juga manusia seperti kita. Namun, sebagian orang berkata: Farhat pantas mendapatkannya. Sebuah rentetan energi negatid untuk penghukuman sosial kepada suami Nia Daniaty itu. Kita bicara yang dekat-dekat saja, andai seorang dari Ketik’ers diperlakukan serupa Farhat Abbas, dengan merekayasa foto sahabat kita, sedang terluka, memar wajanya dan mata cekung-dalam. Saya sangat percaya, Anda akan tersinggung.
atau bisa juga terhibur, karena sudah dianggap sebagai entertaiment
entertainment yang gak etis bro 😀
salah satu akibat negatif dari kemajuan teknologi… muka org bisa dipermak kaya gitu….
kalau farhat aja yg pengacara ngak bisa nuntut.. apalagi kita ya… kalau foto kita direkayasa kita hanya bisa pasrah… kaya lagu dangdut…
Bisa jadi..
Dan sungguh memiriskan sebetulnya 😀
Idem dengan mommy 🙂
Masalahnya satu Bung Armand, kita lupa bahwa mensos juga perlu etika
senang dgr kata mensos-nya..
eh medsos maksudnya ….maaf salah ketik Bung