Pengumuman resmi hasil Pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tinggal beberapa hari mendatang. Suhu persaingan antar kedua kubu masih tetap memanas saling menyerang. Di media sosial seperti facebook,twitter, dan lain sebagainya begitu gempar dengan perdebatan antar kedua kubu. Apalagi, ketika keduanya saling mengklaim “mendeklarasikan” dirinya sebagai pemenang berdasarkan hasil quick count lembaga survey yang menjadi jagoan masing-masing. Padahal, seperti yang diketahui bahwa hasil survey hitungan cepat atau biasa dikenal quick count belum bisa dijadikan patokan secara penuh dalam menentukan siapa yang bakal keluar sebagai pemenang. Dampak dari hal ini, simpatisan dan relawan kubu masing-masing kandidat semakin gencar berupaya menggiring opini publik kepada masyarakat. Imbasnya, media yang seharusnya netral pun ikut berkecimpung dalam upaya penggiringan opini publik tersebut. Masyarakat dibingungkan akan hal itu. Masyarakat menjadi “galau” dan terombang-ambing pemikirannya. Hal ini sudah jelas akan menimbulkan berbagai polemik dan dampak yang berbahaya. Dampak parahnya akan timbul berbagai konflik dan perpecahan dimana-mana. Seharusnya, kedua kubu memenuhi aturan yang telah ditetapkan oleh KPU pusat. Dalam artian, jangan saling mengklaim dan mendeklarasikan diri sebagai pemenang terlebih dahulu sebelum hasil resminya dipublikasikan.
Mari kita coba lihat faktanya di lapangan. Ada berbagai kasus yang konyol dan memilukan akibat berbeda persepsi, pandangan, atau pilihan dalam menentukan calon presiden RI mendatang. Berita yang beredar di media, suami istri bertengkar dikarenakan berbeda pendapat, beberapa simpatisan di suatu daerah bentrok satu sama lainnya, putusnya hubungan persahabatan, delete contact, dan masih banyak kasus yang lain. Hal ini tentu sangatlah disayangkan. Persatuan dan Kesatuan Negara Republik Indonesia akan terganggu stabilitasnya akibat kasus perbedaan pendapat dan perselisihan pemikiran tersebut. Ditambah lagi, isu adanya keberpihakan dan campur tangan asing semakin memperkeruh suasana pilpres tahun ini.
Setelah saling klaim berdasarkan hasil survey quick count, kali ini kedua kubu kembali mengklaim unggul dengan mengacu pada hasil real count saksi masing-masing kubu berdasarkan form C1. Hal ini kembali membawa dampak yang kurang baik. Suhu persaingan kedua kubu kembali memanas. Hingga akhirnya, KPU menunjukan sikap tegasnya dengan mengeluarkan sebuah himbauan tegas kepada kedua kubu untuk tidak mendeklarasikan diri sebagai pemenang berdasarkan quick count atau pun real count. Mereka harus patuh dan sabar menunggu hasil rekapitulasi hitungan suara secara manual oleh KPU pusat yang akan diumumkan tanggal 22 Juli nanti. Dan untuk menjaga keamanan menjelang pengumuman resmi, TNI dan Polri pun telah disiap-siagakan untuk mencegah terjadinya kerusuhan massal yang tidak diharapkan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, saya sangat tertarik untuk membuat sebuah tulisan dengan judul “ Memahami Hitungan 1+2 = 3!” Ada apa dengan judul tersebut?
Pengambilan judul tersebut dilandasi dengan nomer pasangan capres dan cawapres yang maju di Pilpres tahun ini. Dimana, nomor urut 1 adalah pasangan Prabowo-Hatta, dan nomor urut 2 adalah pasangan Jokowi-Jk. Lalu, apakah kaitannya dengan angka 3 di atas? Angka 3 yang saya maksudkan pada judul tersebut mengacu pada sila ketiga ideologi bangsa kita, Pancasila yakni PERSATUAN INDONESIA. Sehingga terbentuklah judul “Memahami Hitungan 1+ 2= 3!” ini.
Maksud dari judul tersebut adalah bukan sekadar hitungan 1+2=3 saja, melainkan ada makna yang tersirat didalamnya, yakni ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat luas bahwa siapapun pasangan capres-cawapres yang didukung, siapapun pasangan capres-cawapres yang akan terpilih, kita tetap satu— Indonesia— yang harus menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Hal inilah yang perlu disadari oleh masyarakat Indonesia. Jangan sampai hanya gara-gara pilpres timbul konflik dan perpecahan dimana-mana yang menyebabkan keadaan NKRI menjadi kacau balau.
Karena sejatinya, visi dan misi yang diusung oleh kedua pasangan capres-cawapres tersebut sangatlah mulia sekali dalam rangka menjadikan Negara Indonesia ini menjadi lebih baik, bisa berdikari, berdaulat, dan bermartabat. Maka, siapapun nanti yang kalah harus bisa menerima dengan legowo dan mendukung yang menang. Sementara yang menang, jangan terlalu berbangga hati. Buktikan apa yang telah disampaikan semasa kampanye kepada rakyat, jalankanlah kepercayaan —amanah— dari rakyat dengan baik, utamakan kesejahteraan rakyat diatas kepentingan pribadi, dan jadikanlah Negara Indonesia ini mengaung kembali dan disegani dunia.
Memahami hitungan 1+2=3 pasca pilres haruslah digalakkan. Mengingat, pemberitaan di media sekarang menyebutkan bahwa akan terjadi sebuah kerusuhan massal pasca diumumkannya presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU. Hal ini sebagai bentuk upaya sadar masyarakat akan pentingnya menjaga keutuhuhan, persatuan, dan kesatuan Negara Indonesia yang terkandung dalam Pancasila sila ketiga.
Di bagian terakhir tulisan ini, saya ingin menyampaikan sebuah harapan saya sebagai masyarakat biasa kepada presiden dan wakil presiden terpilih agar:
- Mampu menguatkan pendidikan yang berkualitas dan gratis (jika bisa) sebagai modal menciptakan generasi emas Indonesia (SDM yang handal) sekaligus memberikan kesempatan kepada mereka yang kurang mampu untuk dapat mengenyam pendidikan setinggi mungkin.
- Mampu menguatkan sektor ekonomi makro dan mikro yang dapat memperkuat perekonomian Indonesia demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.
- Mampu mengurangi pembelanjaan barang-barang atau pun lainnya yang kurang digunakan dari luar negeri sebagai bentuk penghematan APBN. Sehingga dana tersebut maksimal digunakan untuk kepentingan Negara dan rakyat.
- Mampu berpegang teguh pada ideologi Pancasila, UUD 1945, dan segenap peraturan yang ada dalam rangka mempertahankan keamanan, ketahanan, keutuhan, dan kesatuan NKRI.
- Mampu meminimalisir kontrak kerjasama dengan asing yang sangat merugikan Negara.
- Mampu mengelola dengan baik sumber daya alam yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
- Mampu memberikan fasilitas publik yang memadai dan merata di setiap daerah dengan pelayanan yang sama, tidak membedakan si kaya dan si miskin.
- Peka terhadap setiap gejolak permasalahan yang ada dan berupaya untuk mencari solusinya secepat mungkin.
- Siap mengangkat martabat bangsa di kancah di dunia.
Itulah aspirasi atau harapan dari saya selaku masyarakat biasa sekaligus putra bangsa yang peduli akan nasib bangsa, yang ingin melihat kemajuan bangsa Indonesia ke depannya, yang ingin melihat Indonesia bermartabat dan kembali disegani dunia. (Ramlan).
“Siapapun Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Persatuan dan Kesatuan Negara Indonesia harus tetap menjadi acuan yang diutamakan.”
Terima Kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini 🙂
Semoga menang ya wan, semenjak jadi mahasisiwa tulisannya makin cetar. Good luck!
keren
tulisannya mengalir dan enak dibaca. semoga menang