Pelajaran Dalam Hidup

female argue
foto : http://www.learnvest.com/

Waktu kerja dulu, kami memiliki seorang Manager. Ia seorang wanita lajang yang mandiri. Seperti umumnya tokoh – tokoh fiksi wanita lajang nan mandiri biasanya bagaimana? Tegas, cepat, tanggap dan decision maker. Mudah mengambil keputusan tanpa ragu, cespleng jika memutuskan. Pernah dalam sebuah kursus psikologi diadakan test, diajukan sebuah pertanyaan kepada seluruh peserta. Pertanyaannya demikian, “Jika seorang karyawan kedapatan mencuri, apa yang akan kalian lakukan?..”

Semua orang (artinya 99,9%) menjawab, “Kita tanya mengapa dia mencuri, kemudian kita pertimbangkan hukuman apa yang akan kita timpakan kepada yang bersangkutan.” Manager kami menjawab singkat, “Dikeluarkan! Karena sudah ada dalam SOP, barangsiapa ketahuan mencuri, langsung dikeluarkan!” Kami semua makjlebs, bahkan trainer juga tidak enak hati memberikan penjelasan padanya bahwa manusia berhak diperlakukan dengan lembut. Sama sekali tidak ada unsur humanis dalam pemikirannya. Apakah si pencuri berbuat demi anak istri yang sudah tidak makan tiga hari, bagi dia tidak masalah, yang penting SOP demikian!

Saya tidak menyoroti masalah lajang atau tidak lajang. Tidak berarti semua lajang ketus dan makjlebs dalam membuat keputusan. Dan juga tidak berarti yang sudah berkeluarga selalu bingung dalam membuat keputusan, menye – menye karena kadang sang istri tak sependapat dengan sang suami dan sebaliknya. Saya ingin menyoroti bahwa somehow setiap orang akan mendapat pelajaran dalam hidupnya masing – masing. Everybody gets their own lessons! Ketika dinasihati dan diberitahu dengan baik ternyata sulit maka pada suatu saat, pelajaran dalam kehidupan akan membuka mata kita. Tuhan sendiri yang akan mengajarkan, mengapa kita salah dalam memandang sesuatu hal.

Baca juga :  Ahok : 7 Prinsip Yang Harus Dipegang oleh Pejabat Publik

Manager kami itu sesungguhnya orang yang baik, entah didikan orang – tua atau hal lain membuat ia menjadi orang yang ‘terlalu’ tegas kepada semua orang. Ketika mengirim email pada karyawan lain, manager selalu menggunakan bahasa yang sangat kaku dan menohok. Sehingga semua orang yang membaca emailnya bukannya bersemangat kerja malah tersinggung bombay. Suatu ketika ia mengirim email dengan judul GIGA, garbage in – garbage out. Artinya kurang lebih kalau yang kita adaptasi dari kehidupan adalah hal – hal buruk maka yang akan kita keluarkan juga hal – hal buruk. Namun caranya mengirim email dan tata bahasa Indonesia yang digunakan aneh (manager kami tampaknya menghabiskan masa kecil di luar negeri, sehingga bahasa Inggrisnya bak aliran sungai Bengawan Solo). Dalam email tersebut yang kami tangkap adalah bahwa “…kalian, para karyawan yang seperti sampah, juga akan terus menjadi sampah….” Membaca saja malas, apalagi menganggapnya sebagai bacaan pembangkit semangat! Yang ada sebel seharian, kok bisa manager berbuat demikian, menghina para karyawan.

Baca juga :  Saat Ini Disini

Waktu berganti, demikian pula TOP management kami juga berganti. Terlihat sekali pergeseran yang terjadi dan tekanan yang tidak diinginkan muncul terhadap manager kami. Sesungguhnya tekanan ini muncul terhadap kami semua, namun manager yang merupakan bagian dari management madya atau menengah otomatis paling telak terkena dampaknya. Top Management yang baru tampaknya berusaha keras mengurangi budget bagi karyawan. Sehingga Manager kami seolah disudutkan. Bahwa ia akan terus bekerja namun karena ‘gajinya kegedean’ ia diminta untuk melakukan pekerjaan klerikal. Dan ini termasuk seperti nge-file, mengisi formulir, menilpun dan sebagainya.

Otomatis manager kami menolak, karena karakter manager yang sesungguhnya memang me-manage alias mengatur. Kecuali di perusahaan kelas teri yang satu orang bisa memegang peran apa saja. Sementara perusahaan kami skala-nya cukup besar, internasional. Masakan manager disuruh sekaligus kerja klerikal? Kan aneh! Manager kami akhirnya tersudut dan terpaksa mengundurkan diri dengan pesangon. Hingga hari ini jika mengenangnya, saya agak sedih. Bila berjumpa, ingin bertanya, “Bagaimana dengan kasus Anda? Yang sama sekali tanpa SOP, kemudian dengan seenaknya management mengganti Anda?? Ini nggak ada SOP-nya lho! Memangnya ada SOP, jika gaji kegedean maka harus diambil tindakan, …”

Responses (3)

    1. Ah kayaknya saya bisa menangkap yang dimaksud menusuk mbak Maria itu hahaha…SOP dibuat memang harus tegas tapi dalam pelaksanaannya sebagai manger tentu perlu melihat sikon dan menggunakan asa kemanusiaannya, karena manusia memang bukan robot yang diprogram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *