Habibie telah resmi menjadi Presiden. Pada pukul 04.00 tanggal 21 Mei, Prabowo mengunjungi sahabatnya itu untuk mengucapkan selamat. “Ia mencium kedua belah pipi saya,” ujar Prabowo, yang juga meminta kesempatan untuk bertemu lagi pada malam harinya.
Larut malam, Prabowo tiba di kediaman Habibie, didampingi Komandan Kopassus, Muchdi. Menyadari kemungkinan bahwa Wiranto akan tetap menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo menyarankan agar Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Subagyo dijadikan Panglima ABRI. Langkah ini, menurut Prabowo, akan mencegah terlalu banyak kekuasaan terkonsentrasi di satu tangan sekaligus membuka peluang baginya untuk menggantikan Subagyo. “Ya, saya mencoba mempengaruhi Habibie,” akunya. “Saya dekat dengannya!” Prabowo menegaskan bahwa kapan pun ia tidak pernah mengancam presiden yang baru itu. Setelah pertemuan, ia kembali ke Markas Kostrad.
Keesokan harinya, tanggal 22 Mei, setelah salat Jumat, Prabowo menerima telepon dari Mabes Angkatan Darat yang meminta bendera Kostrad. “Mereka meminta bendera saya. Itu berarti mereka akan menggantikan saya,” kenangnya. Ia segera kembali ke Markas Kostrad. Mengingat kata-kata Habibie, “Prabowo, jika kapan saja Anda ragu, datanglah kepada saya kapan pun, tanpa memikirkan protokol,” Prabowo memutuskan untuk menemui Habibie di Istana.
Prabowo tiba menjelang sore, membawa iring-iringan tiga mobil Land Rover yang berisi staf dan pengawal. “Kami masuk,” kata Prabowo. “Keadaan sangat tegang. Pengawal kepresidenan menatap saya dengan ekspresi aneh. Saya menduga, mungkin ada laporan bahwa saya akan menyerang atau semacamnya. Saya bertemu perwira ajudan dan mengatakan: ‘Saya perlu bertemu Pak Habibie. Saya hanya butuh 10 menit untuk mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat penting bagi saya.’”
Sebelum masuk ke kantor Habibie, Prabowo melepas pistolnya. “Ini adalah prosedur. Ketika menemui perwira senior, kita harus melepas semua senjata. Saya tidak dilucuti,” tegasnya. Ia kemudian masuk ke kantor presiden. “Ia mencium kedua belah pipi saya,” kata Prabowo. “Saya bertanya: ‘Pak, apakah Bapak tahu bahwa saya akan diganti hari ini?’ Jawabnya: ‘Ya … ya … ya …, mertuamu meminta saya menggantimu. Ini yang terbaik. Jika kamu ingin berhenti dari Angkatan Darat, saya akan mengangkatmu sebagai Duta Besar untuk Amerika Serikat.’ Itulah yang dikatakannya,” ujar Prabowo. Ia tertegun. “Ya Tuhanku, apa ini?” pikirnya saat itu. “Saya merasa Habibie masih menyukai saya, tetapi ia sedang dikelabui oleh orang lain.”
Setelah itu, Prabowo menemui Subagyo. Dalam perjalanan, ia berpapasan dengan beberapa jenderal pendukungnya. Mereka menyarankan untuk melakukan konfrontasi. “Tenang saja,” jawab Prabowo. Ia juga bertemu dengan Muchdi di sana. Mereka sepakat untuk rela mundur, namun meminta waktu agar pergantian komando terlihat normal. Namun, menurut Prabowo, Subagyo kemudian bertemu dengan Wiranto, yang bersikeras bahwa pergantian harus dilakukan hari itu juga.
Sumber :
“Buku Putih” Prabowo [Kesaksian Tragedi Mei 1998]
Penerbit Majalah Berita Populer “TOTALITAS”, Cipayung, Ciputat, Tangerang. Dikutip dari Majalah Asiaweek edisi 3 Maret 2000.
Jumat, 22 Mei 1998: Detik-Detik Pemberhentian Prabowo dari Jabatan Pangkostrad
Situasi politik di Jakarta masih memanas sehari setelah Soeharto mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan kepada Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
Pada hari itu, Presiden Habibie dijadwalkan mengumumkan susunan kabinetnya pada pukul 08.00 WIB di Istana Merdeka. Namun, ia baru meninggalkan kediamannya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada pukul 09.00 WIB. Sesampainya di Istana Merdeka, Habibie menerima laporan dari Panglima ABRI Jenderal Wiranto mengenai situasi pascakerusuhan di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia.
Wiranto meminta agar laporan tersebut disampaikan secara empat mata. Meskipun jadwal sudah terlambat, Habibie akhirnya mengajak Wiranto ke ruang kerja Presiden. Di sana, Wiranto melaporkan pergerakan pasukan Kostrad yang dipimpin oleh Prabowo Subianto menuju Jakarta tanpa sepengetahuan Panglima ABRI.
Mendengar laporan itu, Habibie segera mengambil tindakan. “Sebelum matahari terbenam, Pangkostrad harus diganti, dan pasukan di bawah komandonya harus kembali ke basis masing-masing,” tegas Habibie kepada Wiranto. Wiranto memastikan ulang perintah tersebut, dan Habibie menegaskan kembali batas waktu yang ditetapkan.
Setelah pertemuan itu, Habibie mengumumkan susunan Kabinet Reformasi Pembangunan. Sore harinya, Wiranto menelepon Habibie, mengusulkan Mayjen Djamari Chaniago sebagai pengganti Prabowo. Namun, pelantikan tidak bisa dilakukan sebelum matahari terbenam karena kendala teknis, sehingga baru dilaksanakan pada Sabtu, 23 Mei 1998. Hingga pelantikan tersebut, jabatan Pangkostrad sementara dipegang oleh Letjen Johny Lumintang.
Spekulasi dan Intrik Politik
Ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, mengungkap sisi lain dari pemberhentian anaknya dalam buku Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, Sumitro Djojohadikusumo. Menurutnya, di akhir kepemimpinan Soeharto, Prabowo berada dalam posisi sulit karena adanya prasangka bahwa ia bersekongkol dengan Habibie untuk menjatuhkan Soeharto.
Selain itu, Sumitro juga menyebutkan adanya perasaan iri dari beberapa perwira ABRI terhadap karier Prabowo yang melesat. Salah satu yang disebut tidak menyembunyikan rasa tidak sukanya adalah Jenderal Wiranto. Dalam bukunya, Sumitro mengungkap bahwa Wiranto memanfaatkan momentum untuk menyingkirkan Prabowo, mengeluhkan pergerakan Prabowo kepada Soeharto pada 21 Mei 1998. Keluhan itu mendorong Soeharto untuk memerintahkan pencopotan Prabowo dari jabatan Pangkostrad. Namun, eksekusi akhir tetap berada di tangan Presiden Habibie.
Peristiwa ini menjadi salah satu momen penting dalam sejarah transisi politik Indonesia pasca-reformasi, penuh dengan intrik dan keputusan yang menentukan arah kepemimpinan bangsa.
Sumber :
Detiknews. Senin, 31 Jul 2017 14:34 WIB
baca juga : Perspektif Fadli Zon