Gaya  

Pemilihan Bungkus Terbaik

angel
foto: time4teablog.wordpress.com

Manusia seringkali dinilai dari kulit luarnya saja. Dari penampilan yang tampak langsung oleh indra penglihatan yaitu mata. Cerita berikut ini adalah sepenggal kisah dari seorang kawan dekat yang menjadi pengusaha disebuah kota industri. Pada awalnya bisnis yang digawangi bersama suami berjalan lancar. Sampai pada suatu ketika sang suami tertipu partner usaha yang membawa kabur dagangannya tanpa membayar. Untuk menuntut tidak mudah karena akan menggunakan proses jalur hukum yang berbelit panjang dan makan biaya besar. Akhirnya kawan saya dan suaminya terpaksa membayar hutang kepada supplier mereka atas barang yang dibawa kabur oleh orang lain tersebut. Kerugian yang dicapai nilainya ratusan juta.

Kabar mengenai kerugian pengusaha setempat itu ternyata cepat tersiar sehingga supplier lain mulai menghentikan pasokan barang kepada mereka. Kenapa? Karena khawatir bahwa kawan saya dan suaminya takkan mampu melunasi hutang yang jumlahnya besar itu, bagaimana pula justru akan diberi tambahan piutang dagangan? Penghasilan dari perdagangan diperoleh dari perputaran barang terjual keluar dan barang persediaan masuk. Sehingga sebagai pedagang pasokan atau supply barang tentunya sangat dibutuhkan. Untuk barang kebutuhan sehari – hari yang biasanya supplier memberikan kredit dengan mudah ketika muncul hutang justru dipersulit dan dicurigai tidak akan mampu membayar. Bayangkan kejamnya dunia? Sudah jatuh tertimpa tangga! Kawan saya datang kepada management supplier tersebut dengan berurai air mata dan membawa sertifikat rumah sebagai jaminan usaha. Tetap saja ditolak dan barang tidak diberikan! Atas ijin Tuhan, catat ya,… atas ijin Tuhan, bisnisnya terus berjalan bahkan ia mampu terus mencicil hutang yang timbul akibat penipuan jahat oleh partner usaha suaminya tersebut.

Baca juga :  Berkunjung ke Desa Kupu-Kupu

Dan inilah perputaran roda dunia. Ada keluarga pengusaha lain yang tinggal di kota sebelah. Keluarga ini bergaya hidup sangat mewah. Mereka menggunakan mobil baru yang megah, baju – baju yang digunakan juga indah, tak lupa selalu memamerkan gadget terbaru di tangan. Singkat cerita, pihak management supplier barang dagangan sangat memanjakan keluarga ini. Piutang yang diberikan kepada mereka terus saja dituangkan. Pasalnya? Gaya hidup yang sedemikian ‘menyilaukan’ mata membuat management sangat percaya pada kredibilitas mereka. Jadi isi cukup dinilai dari bungkusnya saja. Dari luar terlihat kaya – raya, makmur, gemah ripah loh jinawi, mengapa harus ragu memberikan piutang kepada mereka? Maka dikucurkan piutang yang nilainya hingga milyaran. Apa yang terjadi? Tak lama kemudian seluruh keluarga pengusaha yang serba ‘wah’ ini kabur dan melarikan diri entah kemana, meninggalkan piutang senilai lebih dari 3M kepada pihak supplier usaha. Jelas suatu tamparan telak dari Gusti Allah!

Sebuah keluarga yang jujur, tampil bersahaja namun bertanggung-jawab atas segala hutang-piutang justru dipandang rendah. Keluarga kawan saya diremehkan dan dilihat sebelah mata, oleh karena sedang jatuh bangkrut dan mencicil banyak hutang. Mereka juga tidak mengenakan busana yang penuh gaya atau memamerkan kemewahan lain. Mengapa? Karena mereka sedang prihatin dan berusaha keras membayar hutangnya. Inilah yang menjadi keadilan cara Tuhan. Ketika orang yang jujur dan bertanggung-jawab tidak dianggap, maka mereka yang biasa memandang orang lain hanya berdasarkan bungkus luarnya saja akan tertipu habis – habisan. Orang yang dari luar kelihatannya mampu dan ‘wah’, ternyata adalah orang yang sama sekali berbeda. Keluarga ‘wah’ tersebut memang berniat menipu dan melarikan diri dari segala tanggung-jawabnya.

Baca juga :  Kualifikasi Piala Asia - Indonesia Kalah Tipis dari China

Makin lama kita mengamati kehidupan, makin mampu kita membedakan manusia. Mereka yang kaya lahir – bathin, yang kaya hanya secara lahiriah dan yang kaya secara bathiniah. Ternyata memang ada berbagai karakter manusia. Tinggal kita saja mau memilih yang mana? Apakah akan turut serta dalam kelompok yang hanya mengagungkan penampilan luar saja atau akan menjadi kelompok yang lebih mencari kedalaman nurani. Tidak sekedar penampilan atau bungkus luar seseorang saja. Kawan saya ini, sejak jaman sekolah saya kenali sebagai orang yang murah hati dan penuh welas asih pada kawan – kawannya yang lain. Dengan pendek saya berucap, “Sekalipun kamu merasa dirimu bangkrut, sedang jatuh dan tidak berpunya bagi saya kamu tetap kawan yang saya kenali sebagai orang yang sangat berpunya! Karena sejak dulu saya sudah lama mengenal kebaikanmu dan mengerti bagaimana murah hatinya dirimu. Maka saya percaya citra itu tetap melekat pada dirimu. Orang – orang yang tidak bisa melihat kamu sebagaimana dirimu adanya adalah orang – orang yang hanya mampu melihat bungkus luarnya saja. Abaikan!”

Dan kawan saya bisa tetap tersenyum bahagia hingga hari ini, karena ia adalah manusia yang bertanggung jawab. Isi yang ada dalam dirinya lebih indah dari sekadar bungkus yang tampak luarnya saja seperti kebanyakan manusia.

Respon (6)

  1. Mirip-mirip kisah pak haji yang gak pake pici
    Pas pake pici, dicelupkanlah pici itu di kuah
    “Kamu yang dihormati orang, bukan aku”, kesalnya membuat tamu-tamu terperangah 😀

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *