Saya kenal Lizz dari portal blog keroyokan di sebelah. Sikapnya yang ‘njawani, so far mengingatkan saya pada teman – teman masa kecil di Jawa Tengah dulu. Pergaulan yang langsung ‘kowe karo aku’ dan bukannya sekedar ‘Lu – Gue’. Berangkat dari sama – sama ‘wong jowo’ kami merasa akrab, belum lagi usia yang beda – beda twipis. Saya masih muda, Lizz lebih muda lagi dari saya. Haha..! Wajarlah sama – sama masih muda – belia, ngobrol juga nyambung karena menghabiskan masa remaja pada tahun – tahun yang kurang – lebih sama di jaman yang telah lalu.
Lizz banyak menulis fiksi. Saya menulis fiksi kadang – kadang saja, kalo sedang ‘mood’. Kebanyakan saya suka berceloteh sendiri seperti ini. Pernah rubrik saya ini dijuduli ‘celoteh winda’ oleh Bung Kate dan Mas Doni. Saya protes, kok celoteh? Emangnya saya bayi? Kedua pria tersebut cukup sabar dicereweti oleh saya. Padahal memang murni isinya hanya celotehan! Melalui berbagai proses, saya puas dengan kolom bertajuk ‘winda’s scriptease.’ Sementara Lizz mengisi ‘fiksi-lizz’. Saya kadang malas menulis fiksi karena dibutuhkan imajinasi dan daya ingat yang triple – kwadrat daripada menulis celotehan semacam ini. Makanya jika dibilang menulis fiksi gampang, saya heran! Fiksi itu susah karena harus mencocokkan puzzle. Sedangkan tulisan lepas semacam ini seperti menyusun balok – balok saja.
Beberapa waktu yang lalu Lizz dan saya mengikuti lomba menulis kisah romantis. Nah, saya lalu membaca tulisan Lizz dan dia membaca tulisan saya. Waktu itu saya menulis tentang tokoh fiksi pria culun yang bernama Gatot, sedangkan Lizz menuliskan cerita lainnya tentang kisah cinta yang bukan manusia (alias unggas), Hi-hi. Sebetulnya nama tokohnya keren sekali, ‘MEGANTORO.’ Nama yang tidak umum, kesannya ganteng dan bertanggung-jawab. Halah! Padahal si tokoh ini adalah ayam jago. Kemudian kami saling berdiskusi tentang naskah kami. Lizz, tidak pernah mengkritik tulisan saya. Selalu men-support dan memuji. Tetapi dengan berlalunya waktu, saya sering sedikit ‘memaksa’ bertanya apa yang aneh atau apa yang kurang pas dalam penulisan saya. Maka Lizz pun kadang – kadang menyampaikan pendapatnya.
Ketika membahas tulisan fiksi Lizz dengan pede saya mengatakan, “Eh, saya sudah baca naskah fiksi kamu yang tokohnya bernama MARGONO.” Gubraaaaaaaaaaaaaaaaaaaggssss……….! Fatal sekali ya! Tulisan sahabat sendiri dan dengan gagah – berani saya salah menyebutkan nama tokohnya. Waduh! Momen yang sangat memalukan dan super kocak. Dengan keras Lizz memprotes, “Lho, Wiiin…Nama tokohnya MEGANTORO, kok kamu ubah jadi MARGONO sihhh????” Ya ampun, … sampai hari ini jika mengenang betapa pikunnya saya menyebutkan nama tokoh fiksi Lizz, saya sangat malu. Di kampung saya dulu ada makanan khas yaitu Nasi MEGONO, maka saya pikir namanya adalah MARGONO, padahal MEGANTORO.
Ketahuan banget kalau saya membaca terlalu cepat, tidak konsentrasi dan nyaris pikun! Padahal diantara teman – teman masa kecil, saya sering diagung – agungkan sebagai orang yang ingatannya paling kuat. Teman – teman sering bertanya si ini, si anu, kejadian itu? Dan biasanya saya ingat. Ternyata jika ceroboh, saya juga bisa pikun. Kadang – kadang juga jika tergesa, saya salah bicara atau salah menuliskan. Dalam pembicaraan tentang mantan presiden Suharto, saya menuliskan Suharti. Oleh Lizz ditanya lagi, “Suharti siapa sih, Win??” Lalu saya tertawa, “Maaf saya maksudkan Suharto, mantan presiden. Kalau Suharti tukang jualan ayam!” Lalu Lizz tertawa dan mengingatkan saya tentang MARGONO! Lagi – lagi malu. Penulis kalau ketahuan pikun,…ya malu lah!
Hati-hati Mbak, itu artinya saya masih lebih muda dari Mbak karena saya belum pikun :sungkem
masss ryaan mau dicolek pake piso atau gunting?? :Peace:
Husss belum pikun kali Ci Jo, baru lupa lupa dikit…soal menulis fiksi..masalah saya juga begini:Saya kadang malas menulis fiksi karena dibutuhkan imajinasi dan daya ingat yang triple – kwadra…
SAlam cerewet
hyaa Pak Kate — jadi tokoh fiksi aja cocok koq..bwahahaha..