Penulis Sok Aksi

arrogance
foto:www.akfamily.org

Saya menulis, namun saya juga membaca. Sedikit – banyak, saya tahu mana tulisan yang baik dan mana yang kurang baik. Saya sangat tidak tega mengatakan tulisan seseorang ‘Tidak Baik’. Mengapa? Dulu saya dihina seorang penerbit melalui email ketika mengirimkan naskah saya, dicela sangat parah. Sehingga saya tidak mampu menulis selama enam bulan! Saya kehilangan rasa percaya diri. Saya ingat, saya hanya membalas pendek celaannya dengan kata “okay.” Dan saya tahu benar masih sangat banyak editor, penerbit dan lain – lain hingga hari ini yang berperan ‘Dewa’ dalam menentukan nasib penulis. Mungkin benar mereka adalah ‘Dewa’ Dalam dunianya. Tapi sudahlah, tokh dimasa depan akan ada dewa lainnya dan akan ada nasib atau peruntungan yang lebih baik. Believe it!

Ketika seseorang dengan semena – mena menulis penuh aksi, menasihati orang lain, khususnya khalayak dan orang yang lebih tua, yang mungkin lebih banyak makan asam – garam. Menurut saya sudah terkategorikan kurang – ajar. Hehehe… Ini pelajaran dari ibu saya. Sekalipun tidak suka atau tidak setuju dengan orang lain. Adalah tidak sopan untuk mengemukakannya didepan yang bersangkutan. Membantah kasar dan bahkan menuliskan hal – hal yang menyudutkan tentang orang lain tersebut. Padahal menurut saya tulisannya juga masih kurang baik. Belum dalam kapasitas menasihati orang lain. Judul – judul tulisan yang penuh provokasi, sindiran ketika memperoleh banyak sambutan seolah api tersiram minyak. Makin Pede dan panas membara. Lalu nulis berseri. ‘Kamu konyol’, bersambung pada ‘Kamu bodoh’ lalu bersambung lagi pada ‘Kamu cengeng’. Begitu banyak sambutan penggemar, lalu bersambung lagi muncullah, ‘Kamu idiot.’

Baca juga :  Salahkah Aku ?

Membaca judul – judul semacam itu membuat saya berpikir. Siapa sih yang nulis? Saya perhatikan, ya maaf saja. Saya tidak mengenal itu siapa yang menulis? Latar – belakang pendidikannya apa? Pernah memenangkan kejuaraan apa? Pernah menerbitkan buku apa atau novel apa? Tulisannya pernah dimuat dimana? Yang jelas belum sampai ke telinga saya. Entah ya kalau keluarga dan sahabat – sahabatnya menganggap ia sudah ‘mumpuni’ pada levelnya. Tapi ingat, ilmu itu tak berhenti dipelajari hingga kita mati, jangan jumawa. Memiliki bakat menulis, baik. Sangatlah baik! Memiliki percaya diri juga baik dan anugrah. Karena masih banyak orang yang minder dan tidak yakin akan dirinya sendiri. Tapi perlu diingat pula, menulis adalah pisau bermata dua. Apakah yang Anda tulis akan menyebarkan kebaikan? Apakah tulisan Anda akan menggembirakan orang lain? Atau tulisan Anda berniat membunuh karakter orang lain? Atau bahkan tanpa Anda sadari membunuh karakter Anda sendiri? Brrr….

Baca juga :  Merokok Dapat Mencegah Perang Dunia III

Menulislah karena ingin menulis. Bukan karena ingin dipuji atau menuai berbagai kemenangan dan popularitas, menang dan populer itu bonus! Ingin disorak-sorakki. Ingin sensasi. Ingin menjatuhkan lawan di atas ring hingga tewas bergelimang darah. Menulislah seperti senam pagi. Setiap hari bangun dan berolah – raga sendiri. Demi kesehatan rohani. Menulislah sesuatu yang layak disebut karya seni. Atau menulislah tentang kebahagiaan yang orang membacanya akan gembira dan bersenang hati. Menuliskan realita yang menyedihkan atau tragedi, rasanya juga tak perlu ditambah-tambahi. Belum mampu membangun dunia dengan harta dan materi? Bangunlah dunia dengan tulisan dari hati nurani. Menulis kok setiap hari isinya mencela dan menghujat orang. Apakah ada gunanya? Kemudian jika dikumpulkan akan diterbitkan sebagai buku berjudul, “Aneka Hujatan”? Halah…. Keep writing and do good deeds…

Responses (2)

    1. ini sama sekali bukan nasihat :cool ..sekedar curcol kalo mba liss bilangnya ‘tulisan kaspo’.. sebenernya kaspo artinya apa ya?? bwihihii.. #liriklizz# :nerd

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *