Salah seorang sahabat saya di Jakarta,setiap kali bertemu ,selalu ada saja keluhannya. Termasuk hampir setiap sms yang masuk,saya sudah tahu kira kira isinya:”Pekerjaan menumpuk di kantor. Gaji sudah 2 tahun tidak naik. Boss judes. Pulang kerumah ,istri cerewet lagi…dstnya dstnya…” .Suatu hari Agus menelpon lagi,saya melihat jam sudah menunjukkan pukul 9.00 pagi. “ Agus,sudah jam segini anda masih dirumah?”
“Yaa,datang pagi juga percuma Pak Effendi.Sudah 2 tahun gaji nggak pernah dinaikkan”.Sesungguhnya saya kuatir mendengarkan jawaban Pak Agus.
Namun sebagai seorang sahabat,tentu saya tidak tega menyinggung perasaannnya. Secara halus saya sudah sampaikan dari hati kehati kepada sahabat saya ini,katakanlah namanya:” Agus”. Bahwa berkeluh kesah itu tidak baik. Karena orang yang selalu berkeluh kesah,adalah orang yang kurang tahu menyukuri apa yang ada. Karena menurut saya,dalam usia yang sudah mencapai 65 tahun,seharusnya bersyukur,masih dikaryakan diperusahaan besar. Tapi malah Pak Agus merasa tersinggung dan sejak saat itu jarang menelpon saya.
Saya berusaha untuk introspeksi diri,apakah mungkin saya yang salah,sehingga sahabat saya tersinggung,karena merasa saya gurui? Ataukah seharusnya saya hanya menjadi pendengar yang baik saja? Sungguh saya jadi kepikiran. Karena saya takut kehilangan sahabat. Bagi saya seribu teman masih terlalu sedikit. Jadi kalau kehilangan satu teman,akan sangat berarti bagi saya.
2 Bulan Sudah Berlalu
Larut malam saya ditelpon teman saya Agus. Suaranya bergetar:” Pak Effendi,anda benar. Saya sudah seminggu di kasih surat ucapan terima kasih dari perusahaan dan sekaligus pesangon. Dengan catatan ,tugas saya sudah selesai. Dalam kata lain,saya sudah diberhentikan .” Diam sesaat….
“Karena saya kesel dan uring uringan di rumah,istri saya pulang kampung . Di rumah tinggal saya sendiri. Saya bingung Pak Effendi. Tidak tahu mau mengerjakan apa . Saya amat kesepian..”Lanjut Pak Agus dengan suara bergetar dan sedih. Ternyata ,apa yang saya kuatirkan akhirnya terjadi juga.
Saya terdiam. Tidak tegaan saya menimpa Pak Agus dengan kata kata yang bisa semakin melukainya. Saya mencoba menyarankan padanya,untuk menyusul istri ke kampung,sambil refreshing, Dan sesudah itu baru memikirkan usaha apa yang bisa dilakukan dengan uang pesangon yang diterima dari kantornya. “Gus,berkerja itu tidak harus di kantor. Dirumah juga bisa. Susullah terlebih dulu istri anda. Nanti kita bicarakan usaha apa yang sebaiknya anda lakukan…”
Agus mengucapkan terima kasih dan nadanya sudah mulai bersemangat..
Belajar dari Pengalaman Orang Lain.
Kisah ini adalah biasa biasa saja,tidak ada yang spektakuler. Tapi kalau mau,kita bisa belajar dari setiap kejadian dalam hidup ini. Baik dari pengalaman hidup sendiri,maupun pengalaman hidup orang lain. Bahwa hidup itu seharusnya disyukuri.
Biasanya kita baru menghargai sesuatu,bila kita sudah kehilangan. Penyesalan memang selalu datang terlambat.
Wollongong, 13 Desember,2013
Tjiptadinata Effendi
Saya pernah mengalami ini pak.. mantab sekali rasanya.. tapi bedanya saya tidak di kasih pesangon…ha ha,.. inilah pelajaran hidup… pengalaman adalah guru yang terbaik..
Berkeluh kesah selain tak ada gunanya, juga tak ada perlunya.
Tinggal ‘take it or leave it !”
Terima kasih pak Tjipta, sudah berbagi cerita..
Terima kasih sudah berkenan membaca dan memberikan komentarnya mas Frezee. Ya mas,banyak hal yang bisa kita pelajari,bukan hanya dari pengalaman pribadi,tetapi juga dari pengalaman orang lain. Agar kita tidak perlu terperosok dilubang yang sama,,Salam hangat dan sukses
Mas Admin,terima kasih sudah berkenan mampir dan memberikan supportnya…sehingga saya tetap semangat untuk menulis..
Benar mas, pengalaman adalah guru yang terbaik.
.Salam hangat dari rantau
penyelasan memang selalu datang di belakang, namun bukan berati kita terus menyelasi dengan penyelasan yang telah terjadi kan… dari penyesalan itu mungkin bisa diambil hikmahnya, dan bisa jadi menjadi berkah. semisal, walaupun sudah diberhentikan, tapi kan dapat pesangon, nah pesangon itu bisa dibuat usaha, secara sebenrnya seusia pak agus dengan umur 65 memang seharusnya sdh menikmati hari tua, dengan tidak bekerja sesuai rutinitas. hehehehehe… maaf kalo komentarnya ngawur, wkwkwkwkwkw
salam hangat persahabatan pak……. 🙂
Terima kasih Mas Acik Rangkat..sudah berkenan mampir.Benar mas.hidup adalah sebuah pilihan ya…Meratapi yang sudah terjadi,tidak akan mengubah keadaan. Lebih baik mengubah cara kita berpikir …Terima kasih sudah menjadi masukan yang berharga mas..salam hangat dan sukses yaa
punya rasa penyesalan itu harus tp tidak boleh terlalu larut krn life must go on.
benar mbak Ayu…the show must be go on…hidup harus tetap berlanjut…suka ataupun tidak… Meratapi keadaan tidak akan mengubah apapun….setuju mbak.terima kasih ya..salam hangat
Wah perasaan udah komen ya? eh ternyata belum…jangan meremehkan pekerjaan, makanya kena PHK ya Pak Tjipta? untung masih dapat pesangon
:shakehand2
wah,gambar jabatan tangannya keren amat pak Kate,..gimana cara postingnya pak Kate? Terima kasih ya pak..bemar, kita boleh saja mengharap yang lebih baik,tapi jangan lupa menyukuri apa yang sudah ada…terima ksih dan salam hangat
Kisah pak Tjipta selalu penuh makna…kata anak sekarang daleeem
Ingiih..mbak Fey..matur nuwuun…sugeng sonten hehehe ..terima kasih sudah singgah…wah tulisan mbak Fey semakin hebat yaa..salam hangat dari wollongogn dimusim panas
Mbak Fidia,,hehe ketemu lagi yaa..terima kasih sudah datang …Benar setiap keluh kesah,baik yang terucap,maupun yang terniat,selalu mengundang energi negatif ..Maka kita proteksi diri dengan selalu berpikiran positif….Salam hangat dan sukses ya
Mas Nandar,senang jumpa disini,terima ksih..saya salut,sebagai anak muda ,semangat mas Nandar luar biasa untuk maju..tulisannya menarik dan bermanfaat.salam hangat dan sukes selalu