
Ella, beranonim demikianlah. Penawar transaksi seks di kawasan Nusantara, Makassar. Tercantik di kelasnya, kelas prostitusi. Ia VVIP, diicar lelaki malam. Mereka antri. “Saya mengenal baik wanita ini”, kata seorang Direktur LSM, bidang HIV/AIDS. ‘Produk keringat’ Si Ella, sukses sekolahkan kadua adiknya di kampung. Saban idul fitri, dia pulkam, siarahi ayahnya yang telah wafat. Bermukena sangat Islamiah. Ia benar-benar Muslimah di kesempatan itu, tapi ia tak Muslimah saat di kompleks prostitut.
Potret ganda seorang manusia, seorang wanita, seorang pemeluk Islam dan seorang pekerja, Pekerja yang belum pernah sekalipun diakui kehadirannya di duni kerja, hingga di KTP tak pernah ditautkan jenis pekerjaannya: Pekerja Seks. Tak sama dengan di Paman Sam, jelas seluruh pekerjaan tercantum di sana. Jika guru yah Teacher, jika dokter yah dokter. Jika pekerja seks, ya pekerja seks. Walau AS tanggung juga, karena gak berani cantumkan di KTP jika perampok yah perampok. Mungkin Indonesia akan maju selangkah karena sebentar lagi di KTP tercantum; jenis pekerjaan: Koruptor. Kenapa? Jawabnya: Karena Koruptor bukan hal meng-aib-kan, persis di AS, pekerja seks bukanlah pekerjaan memalukan. Itu legal, atas nama kesehatan masyarakat.
***
Di Makassar, pekerja seks serupawan Ella. Uhhhh, sungguh mati kelelahan dia layani para lelaki jalang, lelaki malang, lelaki putus asa, lelaki hedonis salah alamat. Hingga seorang pelanggan, kesel, marah, capek menunggu antrian. Pas gilirannya, sambil membawa kekesalan yang tak tertahankan, ia sumpahi Ella: “Dasar kamu itu, perempuan nakal”. Dan Ella menjawab dengan sarat kesedihan: “Aku memang nakal, dan tetap akan nakal, selama masih ada pria nakal sepertimu. Aku akan tetap di sini, melayani pria-pria bejat sepertimu. Tak ingat istri, anak-anak”.
Pelanggan itu bergeming… Bungung atas tenggeran statusnya sebagai lelaki bejat yang baru saja ia sadarinya^^^