Gaya  

Pergilah Kemana Hati Membawamu

pergi
foto: dev1ra.wordpress.com

Saya tidak tahu, apakah ‘malas’ adalah penyakit saya pribadi? Atau banyak orang lain yang juga merasakan memiliki penyakit ini? Kadang – kadang saya meng-excuse- diri sendiri, minta dimaafkan jika jadi pemalas. Saya suka sekali menulis dan terus berusaha menulis lebih baik, jadi saya sering tidur liwat tengah malam ketika gagasan tulisan membuncah. Keesokan pagi saya sering minta dimaafkan jika malas bangun karena mengantuk. Tapi ini sungguhan, saya juga kenal rekan penulis dengan jam terbang bersama penerbit – penerbit besar, beliau ternyata juga agak susah bangun terlalu pagi. Padahal malamnya tidak menulis juga! Mungkin bawaan karakter para penulis sejak orok? Entahlah! Jadi saya coba maafkan diri sendiri jika malas karena hal demikian.

Tetapi disisi lain saya merasa ‘berdosa’ jika sehari saja tidak menulis karena rasa malas. Rasanya gelisah, stress dan jadi beban. Aneh ya? Apa lagi – lagi akan menyalahkan bawaan orok penulis? Saya berusaha serius menulis dengan mencoba berbagai tantangan di bidang menulis. Saya tahu diam – diam beberapa sahabat mencibir di belakang. Mau jadi penulis? Sudah gila kali? Bisa jadi. Atasan saya juga berpikir saya gila karena memilih jadi penulis daripada menjadi sekretaris. Pasalnya saya sudah mencoba, bukan sebulan atau dua bulan tetapi belasan tahun. And it doesn’t ring my bell! Apa saja yang pernah saya lakukan di bidang kesekretarisan tidak pernah membuat saya sungguh – sungguh bahagia! Sebaliknya menulis dua paragraf saja membuat saya merasa sangat senang. Aneh? Bawaan orok lagi?

Sebenarnya saya sudah cukup mahir menulis sejak kelas enam SD, tetapi panjang kisah mengapa saya tidak menekuni kegiatan tersebut hingga berpuluh – tahun kemudian. Ada penyesalan? Ya, iyalah. Seandainya saya kuliah di bidang bahasa mungkin lebih cocok. Seandainya saya bekerja di media – massa, mungkin lebih tepat. Tapi jalan hidup ini yang berputar – putar bukan kehendak saya, ada permainan nasib dan takdir. Pekerjaan dari bidang akunting, purchasing hingga sekretaris kesemuanya membuat saya kelelahan. Terakhir bekerja saya sempat berpikir tidak ingin hidup lagi jika masih harus melakukan suatu hal yang sangat tidak saya sukai secara rutin selama belasan tahun! Mengerikan ya. Padahal saya cukup rajin bekerja, tetapi pekerjaan – pekerjaan itu membuat saya merasa jalan ditempat saja; seperti orang yang tidak memiliki tujuan hidup dan sama sekali tidak ada penghargaan apalagi pengharapan. Padahal orang lain memandang posisi jabatan saya sudah cukup bagus. Salah satu boss bahkan mengatakan bahwa ruang kerja saya paling cantik diseluruh perusahaan. Dengan tidak berterimakasih saya mengejek dalam hati, ‘Lalu saya harus bilang wouw gitu? sambil koprol?’ He-he…

Ketika saya benar – benar menyadari bahwa menulis adalah hal yang sangat saya cintai, saya merasa gembira luar biasa karena telah menemukan tujuan hidup. Saya tahu sebagian orang akan mencibir lagi, ‘Lalu kamu akan duduk di tepi jalan membaca puisi yang kautulis sendiri sambil membawa mangkok penadah uang receh?’ He-he,.. Susah dijelaskan dengan kata – kata jika saya mengatakan bahwa uang bukanlah segalanya. ‘Apakah kamu sudah kaya raya?’ Pasti akan ada pertanyaan yang demikian. Kalau dibalik, ‘Apakah kaya adalah sebuah jaminan dan kepastian tujuan hidup?’ Mungkin bukan kaya tetapi cukup. Sedikit tidak mudah juga menekankan cukup ini sampai dimana. Ada yang cukup dengan makan ubi, ada yang cukup dengan makan spaghetti. Nah, hingga dimana cukupnya Anda dan saya, mungkin berbeda! Setidaknya tiap individu harus mengerti tentang kecukupan masing – masing. Hingga hari ini saya merasa cukup ditambah dengan bonus ‘bahagia’ karena dapat menulis setiap hari, setiap saat, setiap detik, sesukanya tanpa ada ganjalan yang berarti. Saya bisa menulis puisi, cerpen, cerber, novel dst. Kebebasan milik saya!

Menulis adalah pekerjaan kreatif, tidak bisa disamakan dengan satu tambah satu harus sama dengan dua. Maka hasrat menulis ketika dimasukkan ke dalam kotak yang bernama rutinitas akan menjadi gersang, mati dan lenyap. Hal – hal yang saya takutkan adalah rasa ‘malas’ dan hilangnya hasrat menulis. Bagi saya pribadi kreativitas tidak akan pernah mati, itu akan selalu ada dalam diri. Apapun yang muncul dan terjadi di depan mata selalu membuahkan kreativitas dalam benak. Hasrat menulis akan punah karena rutinitas, orang – orang yang menjengkelkan, prosedur yang dibuat rumit, kriteria – kriteria yang dipatok sekehendak hati ‘boss’ dan sebagainya. Pada akhirnya keinginan untuk menulis hilang dan kreativitas hanya mengendap di dasar hati. Penting bagi saya untuk selalu memiliki rasa nyaman dan tentram, sehingga menulis jadi lancar, mengalir ‘bak aliran sungai. Sifat malas untuk menulis juga harus dihindari. Karena ketika sesuatu terjadi lalu terlewatkan tanpa rekaman kata – kata, maka semuanya akan hilang terlupakan begitu saja.

Judul terinspirasi Suzanna Tamaro – Va` Dove Ti Porta Il Cuore

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *