Pulang atau tidak. Itu pilihan pertam? saya saat jam sudah menunjukkan pada angka sebelas malam itu di rumah adik. Mama, ponakan, dan istri menyarankan untuk menginap. Apalagi ipar yang baru pulang mengatakan di mana-mana akses jalan sudah tergenang air di Tangerang.
Saya tetap memilih pulang setelah hujan agak redah. Karena khawatir dengan keadaan rumah. Sementara istri dan si dede menginap.Tidak lama kemudian listrik mati di komplek tempat adik saya tinggal. Saya pikir ini pilihan tepat, malam-malam dalam keadaan gelap itu menyiksa.
Sepanjang jalan saya sempat khawatir karena roda sepeda motor beberapa kali menghantam lubang. Saya membayangkan kalau-kalau ban tiba-tiba kempes bisa celaka. Sebab di sepanjang jalan saya tak menemukan satu pun tukang tambal ban malam menjelang pagi itu.
Saya tetap terus memilih melanjutkan perjalanan dengan tiada henti berdoa.Ketika sudah memasuki pintu gerbang kompleks perumahan ada perasaan lega. Aman dan selamat. Tapi tak terduga, jalan utama tak jauh dari gerbang tampak genangan air yang cukup dalam.
Kembali saya memilih dan memutuskan memutar arah mencari jalan alternatif yang biasa saya lalui kalau macet. Jalan di kompleks perumahan sebelah. Maklum motornya sudah tua jadi takut tak kuat menerobos genangan yang agak dalam.
Ya ampun, belum-belum sudah tampak genangan airnya_lumayan dalam. Saya memilih untuk nekad meneruskan menerobos.Yups berhasil. Tapi setelah kembali menerobos genangan yang cukup dalam motor langsung mogok.
Untung saat mogok saya berada pada posisi yang tinggi dan motor kembali bisa dinyalakan. Empat gang lagi sudah sampai rumah. Tapi saya harus menghadapi kenyataan di depan saya semua gang tertutup air yang dalam dan sebagian portal ditutup.
Cukup lama saya berpikir dan menimbang. Saya memilih berbalik arah dan memilih jalan belakang. Tetap dengan menerobos genangan air di mana kiri-kanan jalan sebagian rumah sudah kemasukan air.
Tak lama kemudian motor saya mogok, sudah kepalang basah saya memilih meneruskan saya dengan mendorong. Loh, semakin lama terasa semakin dalam sampai mencapai paha. Kaki terasa semakin lelah. Saya tak menyerah dan terus mendorong dengan harus berputar putar akibat sebagian portal sudah ditutup.
Begitu sampai rumah tampak tetangga sebagian rumahnya sudah kebanjiran. Tapi rumah yang saya kontrak aman-aman saja karena memang lebih tinggi posisinya. Posisi waktu sudah menunjukkan lebih jam satu pagi.
Apakah saya menyesal dengan pilihan pulang malam itu, sehingga harus mengalami motor mogok. Sempat terbersit pikiran seakan hendak menyalahkan diri yang nekad untuk pulang. Coba kalau tidak pulang.
Tapi saya tepis. Tak perlu ada penyesalan. Malah setelah itu semangat untuk mengeringkan mesin motor, supaya keesokan bisa_dipakai untuk mengantar si dede sampai hampir jam tiga tanpa untuk menghadirkan penyesalan. Tak heran, jam enam pagi lewat sedikit sudah bisa bangun lagi dengan senyuman. Inilah yang telah saya pilih, menerima kemalangan tanpa harus menyesali.
kereeeen Ko’…lanjutkan semangatttmu..semoga motor cepat sembuh!!
aman dan selamat serta terkndali Bro 😀