WUUZZZZ!!!
Tongkat orang itu meluncur cepat menuju punggung Ken. Ken yang sedang tergetar hebat dalam duduknya seketika terdiam. Matanya merah, tajam mengalihkan pandangan ke orang tua yang barusan datang. Wajah Ken terlihat tegang. Pak Kades dan warga yang ada di bale desa terjingkat memundurkan duduknya. Sebagai sang Pitung dari Rangkat, pak kades segera pasang kuda kuda,meskipun dalam posisi duduk. Entah dulu Pitung pernah mengajarkan apa tidak.“Ini kuda kuda yang bernama Jaran geol” kata pak kades Ibay dalam hati.
Jingga tak mau kalah, jurus Ulegan Terbang, jurus yang selalu gunakan saat suaminya mendekat atau didekati para janda. Dia rentangkan tangan kanannya siap melempar ulekan pusakanya. Si Pongky, langsung menutup wajahnya dengan kain kafan, menyisakan satu matanya yang bundar menghitam. Ranti yang tidak punya persiapan, tumben tumbennya mau berdekatan ke Jingga. Sembunyi di belakang tubuh bu Kades. Sedang Inin nastain,cuek saja setelah sempat kaget, seperti biasa. Senyum senyum sendiri. Bu sekdes dan acik berpelukan takut. Emak Marla menatap bingung bercampur khawatirmelihat Ken yang berubah.
“Kamu sapa!” Ken bertanya dengan suara berat. Bukan suara Ken.
“Baca aja ini!” kata orang itu,sambil menunjukan nama di dada kanannya. KI DALANG. Dengan yakin dia gerak gerakan ujung tongkatnya ke lengan Ken. “Kau siapa? Berani beraninya manjing ketubuh manusia ini!”
“Lihat ini!” Kata Ken, sambil mengambil sebuah benda kecil berbentuk keris kecil. Orang tua itu kaget. Segera ia duduk bersila di hadapan Ken. Keris kecil berwarna merah muda, sebuah pusaka yang selama ini dia dengar dari legenda legenda tua. Sekarang ada di hadapannya. Apapun, siapapun yang ada di hadapannya pasti bukan orang sembarangan, batin orang tua itu. Tapi yang punya itu hanya satu orang. Cuma orang itu.
“Ki BB, ada apa datang ke desa ini, tentunya ada sebuah hal yang sangat penting?” Ki Dalang bertanya lembut. Pak Kades dan para warga saling pandang. Kemudian mengubah sikap yang tadi waspada, sekarang lebih santai. Ada rasa heran, biasanyanya Ki Dalang begitu garang, kenapa berhadapan dengan Ken yang seorang baru datang, bisa bersikap gitu. Ohya, tentu karena dia sedang kerasukan sesuatu. Ki BB? Siapa itu?
“Maaf, Ki, BB itu sapa tho?”tanya Acik berbisik.
“Ki BB itu, Ki Bandung Bondowoso.Tahu khan ?” Jawab Ki Dalang.
“Ohhh…” Acik angguk anggukan kepala. Seakan mengerti. Tapi dia sebenarnya belum ngerti. Makanya ia mencolek bu Sekdes Asih. “Siapa sih, Bandung Bondowoso?”
“Itu, simbahnya dari simbah uyut,lalu simbahnya uyut lagi, simbahnya uyut lagi” Jelas bu Sekdes.
“Ohh, jadi mbak unyut unyut? Kokbisa si bilang Ki?” Acik tanya lagi.
Ken yang sudah kerasukan.Perlahan menatap satu persatu wajah wajah, orang orang yang hadir.
“Aku ke sini, hanya pengin melihat desa saja. Karena semalam aku melihat sebuah sinar seperti bintangjatuh. Dan aku rasa itu adalah wahyu Mustoko Rojo. Ternyata memang benar, desa sedang ada pemilihan kepala yang baru. Hanya memastikan, wahyu itu jatuh pada siapa.” Suara Ken parau lebih berwibawa.
“Kira kira siapa yang kejatuhan wahyu itu ki BB?” Ki Dalang bertanya.
“Tidak perlu aku sebutkan, tapi aku sudah bisa melihat dari aurora yang muncul dari wajah wajah warga di sini. Makanya aku datang untuk melihat siapa yang kejatuhan wahyu itu.
“Laki ato cewek ki?” Tanya pakKades Ibay pengin tahu. Sebagai incumbent dia juga pengin tahu siapa penerusnya.
“Rahasia!”
“Ki saya boleh nanya tidak Ki BB?Tapi maaf sebelumnya, kira kira nomernya berapa Ki?” Tiba tiba Acik nyelonongbertanya. Semua menoleh ke arah Acik.Semua heran.
“Kamu tuh tanya apa seh? Mau tanya nomer sepatuku?” Jangan suka iri lah ama sepatuku,” kata Ranti.
“Hehh! Kamu tuh tanya kok gitu?”Jingga mencolek dengan ulekanya.
Sementara itu Ken, mendelik kearah Acik, “maksud kamu apah? Nomer apa?”
“Nomer togel mbah, eh Ki!”
“Blaik!, bisa bisa tanya gitu!”Inin angkat bicara.
“Yang empat angka ya, biar nanti saya beli yang banyak, kalau nimbus lumayan buat biaya kampanye pilkades, nantiKi BB, akan aku kasih kembang sekeranjang deh!”
“HUSS!” Ken melotot. “Apa kamu tidak hapal lagunyaRhoma Irama?” Kata Ken keras.
“yang mana ki?” Acik polos.
“Yang…..” Ken mengeluarkan hapenya, utak atik, lalu terdengarlah suara Roma Irama bernyanyi dengan versiRegge.
… Judi ! Meracunikehidupaaaaaaaan ! Judi!…
Emak yang dari tadi diam saja.Tiba tiba gentian bergetar hebat. Ki Dalang hendak berbuat sesuatu. Tapi dicegah Ken. “Biarkan! Dia mau datang juga!”
“Siapa Ki?
“Roro Jonggrang.”
Untuk beberapa menit. Semua terdiam. Melihat Emak Marla yang sedang bergetar seperti terjadi sesuatu.
“Ahh, akhirnya bisa datang kesini…” Emak Marla berkata. Tapi dengan suara yang berbeda.
“Syukulah, kenapa kamu datang ke tubuh wanita ini?” Kenbertanya pada Emak Marla yang sudah kemasukan Roro Jonggrang.
“Karena wanita ini ternyata mempunya darah biru orang orang sakti.”
“Begitukah?”
Semua yang hadir memperhatikan Roro Jonggrang.
“Iya, di dalam nadinya sangat terasa hawa kesaktiannya. Nanti setelah ini, kalian mesti manggil wanita ini sebagai Nyi Suro. Karena feeling dia sangat peka. Jadi jangan sungkan bertanya pada dia.”
Ki Dalang memandang serius danmenarik nafas berkonsentrasi mengerahkan kemampuan spiritualnya. Dia merasakan hawa yang aneh dan melihat sebuah bayangan ikan Hiu di balik raga mak Marla.
“Jonggrang, Kamu sudah biisa melihat yang jadi? Lewat aurora wahyu Mustoko Rojo yang semalam jatuh di desa ini?” Bandung Bondowoso berkata.
“Iya, aku sudah bisa merasakannya. Aku datang ke sini hanya untuk mengucapkan selamat berpesta,meskipun secara spiritual, sudah ketebak siapa yang akan jadi.”
“iya, demikian aku juga, semogapesta yang ada bisa membuat semua bahagia dan semakin merekatkan persaudaraan.Kami akan pergi. Terkhusus buat yang tadi tanya nomer togel, jangan diulangi.Atau nanti bisa masuk bui.”Kata Bandung Bondowoso. Ohya, Ki Dalang, kenapa akumanjing di orang ini, karena orang ini, sepertinya punya kemiripan dengan KenArok, jadi tolonglah dia. Buat semuanya juga, bangunkanlah kesadarannya dia,akan siapa dia sebenarnya. Ya sudah, kami akan pergi, selamat untuk kalian. Selamatberpesta rakyat.
Beberapa detik kemudian, tubuhKen dan Emak Marla tampak lemas dan rebah ke lantai balai desa. Segera saja Pakkades dan yang hadir segera mendekat untuk menolong. Di saat seperti itu, dari arah luar bale desa. Suara riuh orang berteriak. Seperti orang demo. Di depant ampak seorang Yeti Ursel berjalan sambil tangan ke atas.
“Pokoknya kalau tidak! Semua akanbubrah!
====
Bersambung..lagi… lagi..