Yeti Ursel dengan gagah memasuki bale desa. Sementara di belakangnya banyak warga mengikuti. Terlihat bulir bulir peluh di dahi Yeti Ursel. Pak Kades segera menghampiri.
Sementara yang ada di dalam desa sibuk membangunkan Ken dan Mak Marla. Terlihat Ranti mengeluarkan minyak andalannya. Minyak apabila dia sedang di antara orangbanyak. Minyak yang ternyata multi fungsi. Minyak sinyong-nyong. Dengan tangkas, Ranti Tirta membuka tutupnya dan meneteskan ke jemarinya. Belum sempat jemarinya menyentuh hidung Emak Marla, Emak Marla membuka mata secara tibatiba, kaget. Karena ada bau sangat menyengat yang menyusup masuk langsung menuju syarafkesadarannya. Tangan Emak, langsung mengibaskan jemari Ranti pelan. Tapi ternyata, tidak sengaja mengenai si PongkyPocong tepat di hidungnya.
“Oh My God!!” teriak Pongky. “masak pocong baunya sinyong nyong, apa kata duniaaaa?!”
Dengan kain kafannya, Pongky mengusap usap hidungnya berusaha menghilangkan bau tersebut.
“Biasa aja kaliiii. Kayak kagakpernah kena minyak ini.” Kata Ranti.
Pak Kades Ibay menemui massa.
“Eh Bu Yeti, ada apa tho ini?Rame rame teriak, kayak kampong sebelah saja. Kita khan desa Rangkat, jangan ikut terpengaruh buruk.” Pak Ibay bersuara.
Dengan mengangkat tangan yang memegang sebuah poster,Yeti Ursel berkata, “ pak Kades, pokoknya saya pilih Sekdes Asih yangmeneruskan jabatan pak Kades. Tidak boleh yang lain!”
“Lho, itu terserah bu Yeti, semua berhak milih. Tapi kok bawa massa kayak gitu? Mau demo ceritanya? Khan semua berhak milih sesuai dengan hati paling dalam, meskipun dalamnya , sedalam air terjun Niagara…” Lanjut Pak kades Ibay.
“Ihhh, co cweeeeeetttttt,” Jingga menghentak hentakan kedua kakinya, merasakan manisnya kata kata suaminya.
“Iya memang, saya khan menyuarakan suara saya, gpp tho pak, yang jelas saya pilih sekdes Asih! Hidup sekdes Asih! Asih Rangkat Satu, Asih Rangkat Satu!” Teriak Yeti Ursel
“Hiduuuuup!” sebagian warga meneriakkan dukungan ke Sekdes Asih.
Pak Kades menarik nafas, kemudian memandang sekdes Asih. “Eh, kamu yang ngatur ini semua ya?”
“Engg..Tidak pak, sungguh sayatidak tahu. Tahu juga barusan… “ Sekdes Asih kebingungan mau bilang apa.
Dari arah kerumunan massa,menyeruak seseorang dan berteriak., “ Aku Pilih Bu Yeti Ursel ! Hidup Bu YetiUrsel !!”
Yeti Ursel, yang merasa kecolongan,langsung sentil orang itu. Yang ternyata bu Enggar Murdiasih “ Eh kamu kokgitu? Tadi ikut rombonganku, kirain milih sekdes Asih, kok malah aku sendiri?
“Ini khan demokrasi bu Yeti. Khanhak saya, kalau saya pilih Bu Yeti… Hidup BuYeti Ursel !”
“Hiduuuuuuppp!” Sebagian juga menyuarakan suara untuk bu Enggar. Di Belakang terdengar riuh seperti mautengkar.
“Sudah, sudah! Kita milih kepadadesa ini, jangan kayak tetangga sebelah. Kita harus tunjukan bahwa kita smart dalam memilih dan melaksanakan pemilihan ini. Jadi jangan tengkar sendiri, kita semua sodara. Ok kalau gitu, sekarang semua masuk bale desa. Kita saring semua nama yang masuk.” Pak kades memberi intruksi.
“Hans, tolong sampeyan duduk disebelahku. Bantu aku dalam pertemuan mendadak ini”
Hans rangkat segera mendekat kepak kades Ibay. Sementara warga duduk rapi di bale desa. Ken yang tadi semaput,ikut duduk dan dia masih kayak orang linglung. Sementara di sampingnya MakMarla.
“Sodara sodariku semua, saat inikita sedang mengadakan pemilihan kepala desa. Kami selaku perangkat sangat berharap partisipasi kalian. Dalam pertemuan ini, kita sudah menemukan beberapanama, seperti yang sudah dituliskan di papan pengumuman sementara calon kepaladesa. Biar lebih jelas, akan saya sebutkan nama nama yang muncul dalampertarungan eh pemilihan kepala desa ini.
Yang pertama, ibu Sekdes Asih
Yang Kedua Bu Yeti Ursel..
Yang ketiga siapa?” Tanya Hans rangkat selaku host, eh Moderatorpertemuan.
Seseorang angkat tangan, seorangyang sudah sepuh yang ternyata Eyang Emmanuel Astoko Datu.
“kalau nurut saya, Bu Enggar itu cocok, apalagi di temani Inin nastain, tapi jangan lupakan bu Sekdes Asih.”
“Kalau saya, juga bingung maumilih, tapi karena harus milih, Saya pilih BundaEnggar!” Oma Eni angkat bicara menimpalti Eyang Emmanuel.
“Hidup Sekdes Asih .. “ Tiba tibaTaufiq El Hilda berteriak.
“Iyaaaaaa Sekdes Asih Pokoknyaaaaaa!” suara seorang perempuanmelengking, milik Zaa Annisa Tea
Hans mengangkat tangannya sambil menunjukan tanda tenang. “ jadi calon yang Ketigaadalah Bu Enggar Murdiasih.. Adayang mau menambahkan??
Semua terdiam.
“Ayo siapa yang mau dicalonkan? Mencalonkandiri sendiri juga boleh..” kata pak Kades.
Semua masih terdiam.
“Pak boleh saya ngomong ndak?”Ken angkat bicara.
“Silahkan.”
“Calon yang sudah ada sudah adatiga orang, semuanya perempuan. Gimana kalau calon lainnya laki laki, barusansaya denger Pak Hernowo membisikan nama mas Hans Rangkat. BUkannya iri ama emansipasi perempuan, tap ibiar lebih imbang. Laki laki perempuan, tua dan muda. Tadinya sebelum mas Hans muncul, mau nyalonkan diri, tapi berhubung saya orangnya linglung, lebih baik ndak usah hehehe.”
“Ok number empat adalah Hans Rangkat!”
“la kamu milih sapa?”
Ken garuk garuk kepala. Bingung. “Duhsaya belum bisa memutuskan. Nanti aja belakangan. Tapi selentingan si Aciknyalonkan, tapi belum tahu siapa yang nyalonkan. Siapkan saja kembang setamansatu wadah, kalau kalau jadi, yah minimal sekdes, biar nanti ada wisata dunialain hhehe” kata Ken.
“Haddoooooowww!!!”
Tiba tiba Suara seorang perempuanberteriak. Segera semua menoleh ke asal suara…
====
Bersambung lagii
hihihihi
Kades yang tinggal di kota 😀