Duh, siapa ini? Menilpon ke nomor telepon yang salah? Ada nomor telepon khusus jaringan percakapan online dan ada pula nomer telepon khusus untuk berbicara secara langsung. Kok menilpon ke nomor jaringan percakapan online? Saya paling malas angkat telepon apalagi dari nomor yang tak dikenal. Bukannya sombong, tapi seribu satu jenis yang menilpon selalu dari penawaran kartu kredit, KTA, pinjaman dengan jaminan BPKB dan hal – hal yang tidak saya perlukan lainnya. Mengganggu? Jelas! Menyebalkan? Pasti! Tapi kadang dalam banyak peristiwa nomor – nomor yang tak jelas juga adalah kejutan yang tak terduga, seperti yang saya alami pagi ini.
Lho, nomornya kode nomor telepon Semarang? Apakah Mbak Dita? Teman dekat yang biasanya saya numpang menginap kalau sedang bepergian ke Semarang? Kebetulan saya juga baru kirim paket untuk Mba Dita. Apakah paketnya tidak sampai? Hingga empat kali nomor telepon Semarang ini berusaha menghubungi saya ke nomor yang salah itu. Tidak bisa saya angkat karena terpasang khusus ke gadget yang speakernya rusak, hanya bisa untuk chat online. Waduh, apakah paket kiriman saya ke Semarang tersangkut dan bermasalah? Apakah penghuni rumah sedang keluar kota semua sehingga paket tak sampai?
Akhirnya dengan enggan terpaksa saya menilpon ke nomor Semarang tersebut, “Hallo apakah ini kantor TIKI?” Suara seorang lelaki menjawab heran disana, “Maaf ini bukan kantor TIKI, Bu. Ibu tampaknya salah sambung!” Saya putar otak lagi, “Bisa bicara dengan Mbak Dita?” Lelaki diseberang sana kian bingung, “Mbak Dita siapa ya? Ini telepon dari mana?” Saya jadi ragu dan bingung juga, “Errrhh, ..Ini Mas Toni ya? Suaminya Mba Dita? Saya menilpun dari Jakarta.” Lelaki diseberang sana langsung waspada, “Saya barusan menilpon ke Jakarta beberapa kali juga, ini ibu siapa ya?” Sebenarnya saya jengkel juga merasa orang tersebut berniat mempermainkan saya, pasti nawarin kartu kredit atau KTA. Tapi kalau kantor cabang Semarang, ngapain nawarin ke Jakarta? Akhirnya dengan enggan saya menjawab, “Ini Winda, saya menilpun dari Jakarta. Beberapa kali nomor ini menghubungi saya. Kebetulan saya sedang kirim paket TIKI kepada Toni dan Dita di Semarang. Jadi saya pikir ini kantor TIKI.”
Suara lelaki diseberang sana kian sok akrab, “Win,…ini aku lho, Firman!” Kening saya berkerut lipat – lipat. Waduh, saya udah paling benci kalau ada telepon dari orang tak dikenal dan sok akrab pula. Azaz ‘CURIGATION’. Serbanya curiga kalau ada telepon atau orang tak dikenal tiba – tiba sok akrab. Jahatnya lagi, saya kenal Firman dari relasi masa lalu yang adalah termasuk orang tidak saya sukai, persona non grata. Dengan ketus saya menjawab, “Firman? Ngapain kamu telepon saya?!…” Jyaaaaah! Keluar deh suara ibu tiri Cinderella. Lelaki diseberang sana mencoba terus bersikap ramah, “Ya, ampun Win…ini Firman dari Semarang.” Otak saya berputar lagi, Firman yang saya sebal itu dari Jakarta. Kalau begitu Firman dari Semarang ini siapa ya? Jreeeeng! Hastaga, ini kan FIRMAN, teman kuliah, teman lirik – lirikan kalau ada ujian open book atau cari contekan lain. Teman ketawa – ketiwi di kelas, yang badannya gede kaya centeng dan naik vespa melulu saat kuliah. Kompak karena merasa sok sebangsa (halah), dia 100% Bugis dan saya 50% Bugis, mana ia sekampung pula dengan ayah saya. Sekarang Firman memang bekerja di Bank tapi bukan nawarin KTA, jadi kepala divisi di salah satu cabang bank swasta.
“Ya ampuuuun Firmaaaaaaannnnnnnnnn,………” Jadilah jeritan panjang dan gemuruh ketawa – ketiwi. Setahun lebih lost kontak karena masing – masing ganti aplikasi pada gadget (halah lagi!). Dan nomor telepon hilang pula. Dia menggunakan aplikasi chat sejuta umat di Indonesia, saya sok menggunakan aplikasi chat interneysionell. Jadilah lama nggak bertukar kabar. Mendadak saya teringat, kemarin Virni, salah satu teman kuliah lain sempat bertanya, “Win,…Firman minta nomor hape kamu dikasi nggak?” Dan jelas saya jawab, “Kalau pakai aplikasi chat yang sama di kasih saja.” Saya lupa memberitahukan bahwa nomor itu sama sekali tidak dapat digunakan untuk menilpun dan bicara secara langsung. Karena speaker-nya rusak! Maka berlanjutlah saya dan Firman mengobrol. “Lho, Win suaramu kalau ditilpon kok serem yaaa,….” Kata Firman lagi. Ya inilah rasanya malu, karena belum apa – apa sudah judes duluan, “Haduhhh maaf Firman, … saya pikir kamu sejenis telemarketing atau orang nggak jelas yang nawarin produk lainnya. Suaranya judes banget ya? … Kayak siap perang??….” Dan kali ini lelaki diseberang sana tertawa terpingkal – pingkal. Moral cerita : curigation boleh saja, siap – siap malu sendiri,…