Secara umum, kita sebagai manusia sudah terkondisi untuk lebih menghargai sebuah pujian. Pujian itu menyenangkan dan membuai perasaan. Tentu kita suka.Sementara hinaan itu menyakitkan dan mempermalukan. Siapa yang suka?
Sebagai manusia awam, kita memang pasti suka mendapat pujian dan sangat tidak berharap menerima hinaan atau pelecehan melalui kata-kata.
Berbeda dengan manusia yang sudah mengerti, mereka tidak suka dengan pujian tapi akan menerima cacian dan hinaan dengan penuh rasa syukur.
Pujian itu melenakan dan membangkitkan kesombongan. Bila pujian tak disikapi dengan baik, maka pujian akan menjadi penyubur tumbuhnya keegoan. Inilah kemudian yang menjadi benih-benih kesombongan tumbuh subur pada diri kita.
Itulah sebabnya mereka yang mengerti akan berhati-hati dengan pujian. Cara bijaknya adalah menerima pujian dengan kerendahan hati. Selalu merasa tidak layak mendapatkan pujian. Caranya dengan selalu mengatakan bahwa semua pujian yang didapat atas kebaikan yang dilakukan lebih layak dipersembahkan kepada Tuhan.
Tentu sangat luar biasa bila kita pun bisa menyikapi segala pujian yang ada dengan kerendahkan hati. Pujian menjadi obat untuk memupuk kita menjadi manusia yang tahu diri dan berbalas budi atas kebaikan Tuhan.
Sebaliknya dengan meminjam hinaan, cacian, dan kata-kata menyakitkan kita mampukan diri untuk bersabar dalam rasa bersyukur. Hal ini dapat menjadi pelatihan yang terbaik untuk meruntuhkan tembok keegoan yang telah membentengi hidup kita selama ini.
Ketika tembok keegoaan dapat diruntuhkan, maka segala penghinaan yang semula menyakitkan tak akan membekas lagi. Sebab tak ada tembok yang menghalangi. Kata-kata yang ada tak membentur tembok lagi.
Majleb bro 😀
Mas Kate, tak jarang krn hinaan org justru bangkit utk memberi pembuktian yang di sisi lain justru ego yang menguat… bkn krn kedewasaan…
Mantap banget pak Kate…