Gaya  

Punya Anak, Seriuslah!

kids
foto : parentingcontroversy.com

Tadi kami pergi ke acara pertemuan rohani. Namanya acara keagamaan, semua diam, khusuk dan serius dengan tujuannya. Didepan kami ada sepasang pasutri dengan dua anak. Anak yang pertama lelaki usia enam tahun dan yang kedua perempuan usia dua tahun. Pasutri itu terlihat kelelahan. Wajah sang suami kuyu dan kurus kering. Sementara sang istri rambutnya dipotong sangat pendek dan dicat pirang menyala. Tadinya kami anggap mereka lelah tapi setidaknya masih mampu menanggapi dengan respon orang – tua siaga.

Yang terjadi sangat aneh! Kedua anaknya dibiarkan merajalela. Sepertinya ruh ayah dan ibu sudah terbang entah kemana. Yang bungsu usia dua tahun jumpalitan dikursi dan hampir saja terjatuh kebelakang, ke arah kami. Seorang ibu – ibu yang ada disisi kiri saya membantu dengan terus memegangi si batita mungil. Ibunya sama sekali nggak menoleh! Tidak melihat bahwa anaknya berada dalam posisi yang berbahaya. Saya dengar ibu yang disebelah saya itu bergumam, “Waduh, hati – hati adik kecil,..” Sang ibu, bisu dan gagu! Sang ayah yang tampaknya kelelahan masih berusaha melirik dan melihat anak keduanya itu.

Lalu si bungsu diambil oleh ayahnya, diletakkan disisinya dan mendadak saja hilang! Saya pikir apakah ada nanny atau orang lain yang mengambil anak perempuan mungil itu? Tidak! Anak kecil usia dua tahun itu dibiarkan jalan – jalan sendiri dirumah peribadatan, dimana semua orang lain khusyuk berdoa. Sampai anak itu hampir menuju ke mimbar tempat pemuka agama bicara. Seorang bapak – bapak dari sudut lain buru – buru maju ingin mengambil si kecil. Ayah kandung yang bermuka kuyu tentu malu, masakan anaknya sampai harus diasuh dan diurus oleh orang lain. Sementara wajah bapak – bapak yang lain itu kesal terlihat ingin mengatakan, “Gimana sih, anak kecil kok dilepas keluyuran dalam acara khusyuk semacam ini!”

Baca juga :  Anak Satu Saja Rempong

Si ayah wajah kuyu lalu pergi keluar berdua dengan bungsunya. Padahal diluar dingin. Dan saya dengar si kecil menangis, entah kenapa. Si Ibu terus saja diam! Gagu dan bisu. Kini giliran si sulung lelaki yang usia enam tahun juga banyak tingkahnya. Ia merobek semua kertas pengumuman, menyiramnya dengan air dan membuat bubur kertas. Membentuk gumpalan – gumpalan kecil seperti upil warna biru. This is true! Heboh lagi, si anak lelaki menyenggol botol minumannya jatuh dan air tumpah di lantai! Astagaaah,… Seorang wanita muda disisi kanan saya mengambil botol, menutupkannya lagi dan memberikannya kepada si anak lelaki. Tak lupa ia berbisik, “Adik, botolnya jangan ditaruh dikursi ya, nanti tersenggol lagi. Botol kamu letakkan didepan kamu saja di lantai. Jadi terlihat olehmu dan tidak tersenggol.” Si anak lelaki menuruti nasihat orang asing yang tak dikenalnya. Selama kejadian itu, si ibu terus saja diam, pasang wajah berdoa, gagu dan bisu. Padahal perempuan muda yang disisi kanan saya tadi menggumam ketika air tumpah mengenai kakinya, “hyaa ampuunn, gimana sih…”

Baca juga :  Poligami adalah Indah Lagi Mulia. Benarkah Demikian?

Sepanjang acara peribadatan itu si perempuan alias ibu alias istri diam membisu,  gagu, dan acuh. Tak perduli anak – anaknya berlarian, tak perduli anaknya berkreasi dengan membuat upil, tak perduli anak – anaknya mengganggu kekhusyukan orang lain. Ia membiarkan suaminya yang sudah kuyu – layu terus mengurus anak – anak mereka dengan sendirian dan tertatih. Sungguh mengherankan bagaimana seorang ibu dapat berlaku demikian. Bagaimana kalau anaknya tersandung jatuh? Bagaimana kalau anaknya menelan sesuatu dan keracunan? Bagaimana kalau anaknya diculik orang? Dan sejuta tanya bagaimana lainnya muncul dikepala saya ketika,…. Saya amati lagi. Astagah, rupanya wanita itu mengenakan baju hamil. Jadi rupanya ia sedang hamil lagi anak ketiga?? Jadi itu sebabnya terkesan jutek, acuh dan muram?? Padahal anak pertama dan kedua saja tak terurus adanya. Ini hamil lagi?? Dalam hati saya cuma bisa berteriak : omaigatttt…..

Respon (2)

  1. Ci Jo jangan salah paham dulu, barangkali si Ibu saking khusyuknya berdoa atau saking damainya sehingga keributan di sekitarnya tak mengusiknya

    1. hmm,.alasannya sih begitu..seharusnya saya tdk menghakimi..tapi kalo soal anak-anak saya suka sedih, ‘kalau terjadi apa – apa’…itu penyesalan seumur hidup lowh …tapi ya sudah dikembalikan pada msg2x individu..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *