Saat kami memegang paku
Ada segetir tanya menyembulkan muka
Pada dua wajah di selembar kertas inikah
Akan kami serahkan nasib batang pisang di tanah sedepa?
Terpal di atas dan bawah dagangan yang tak laku
Atau kambing-kambing kami yang tidak lagi takut hujan?
Di pasar-pasar orang memunguti lengang
Kali ini mereka ditawari harga peluh dan resah sehari penuh
Rayu-rayu pada pembeli berganti tancapan harapan
pada kebisingan yang segera masuk di kotak pemenuh ketimpangan
setelah paku kami menancap di wajah-wajah bersalon
kata kami kata kertas memang bukan kata rahasia
di sini penggaris lurus hanya berguna mengukir nama di nisan
orang-orang menatap garis muka di kertas
sebengkok tepian mangkok yang terisi seharian penuh
pelepas cemas yang lapar menunggui kata cukup
saat kami memegang paku
kami tak sempat berkata lupa lalu bertanya lagi
di kamar kosong kami harus menunaikan antrian
dengan mata yang kami tutup saat menghujam paku
entah melesat meninggalkan rongga dengan tepat
pada wajah yang kaku berwarna menggoda di kertas
atau deretan angka mana kami telah menunai janji
tak kami lihat tanda tahi lalat, sungging senyum , lambaian tangan
atau peci hitam penutup kepala yang kemarin lewat sekilas
di depan gubug-gubug kami
kelojotan di jalanan kampung kami dia melambai
mengikuti cerita lubang kubang tentang rindunya
pada batu atau pasir dan pada janji-janji yang keruh
di jalan itu anak-anak kami sering memandikan kerbau
atau memancing lele
saat kami memegang paku
kami tak bersekolah pada wajah muram silam yang kami lewati
waktu hanya sejenak suara memanggil dari luar antrian
dan janji berwarna-warni yang kami masukkan dalam satu karung
harus tunai pada tangkapan yang tak kami mengerti
tak ada waktu untuk tawar menawar gelisah yang panjang
karena harga telah tentu di ujung paku.
zoel z. 23.10.2013