Gaya  

Sakit Gigi dan Sakit Hati

Cukup lama hidup nikmat dengan tanpa sakit gigi. Mengapa saya katakan nikmat? Sebab saya pernah mengalami sakit gigi yang luar biasa sampai rela giginya dicabut sekaligus. Gara-gara sakit gigi badan meriang, makan dan tidur tidak enak. Maunya marah-marah.

 Dokter menyarankan dirawat saja tak usah dicatut. Sayang katanya. Saya paham sebenarnya dengan dicabutnya gigi di mulut akan kelihatan ada yang bolong, sehingga mengurangi kegantengan saya. Tak apa, cabut saja. Sudah tiga kali sudah saya lakoni. Dengan gigi yang bolong-bolong, perasaan tetap ganteng saja.

Tiada angin tiada petir,  salah satu gigi saya yang agak masuk ke dalam akibat tabrakan motor sekian tahun yang lalu, tiba-tiba mengalami sakit. Padahala selama ini baik-baik saja tiada gejala akan mengalami sakit.

Benar-benar bikin sakit dan bete seharian. Beruntungnya nafsu makan tak berkurang. Maklum sudah berpengalaman.

Orang ada yang mengatakan rasa sakit itu harus dilawan. Tapi ada pemahaman baru bahwa rasa sakit itu perlu dirangkul. Dirasakan seperti adanya. Ya begitulah kalau sakit gigi itu. Sehingga lain waktu kalau sakit lagi sudah seperti sahabat. Tidak uring-uringan atau menjerit-jepit. Apalagi sampai lempar-lempar piring segala.

 Dalam keadaan sakit gigi atau sakit hati kita selalu ada pilihan untuk mengatasinya. Kalau sakit gigi selain diobati ya dicabut. Kalau tidak, sementara waktu dinikmati saja. Oh, begini toh yang namanya sakit gigi?

 Nah, bagaimana kalau sakit hati? Namanya punya hati pasti bisa terkena sakit. Diperlakukan tidak baik pasti bisa timbul sakit hati. Ini tentu bisa dialami siapa saja. Dari anak-anak sampai orang dewasa. Yang bahaya itu adalah bila sakit hati itu dipendam. Sebab pada waktunya akan meledak juga.

 Lalu? Inilah pentingnya kita belajar atau mengajarkan tentang memaafkan. Susah memang. Tapi kalau kita mau belajar pada akhirnya pasti bisa. Sesakit apapun, kita bisa memaafkan.

 Walau tidak sepenuhnya, minimal dengan ada niat memaafkan itu sudah dapat mencegah untuk melakukan hal-hal di luar kewajaran atau melakukan balas dendam. Niat baik dapat mencegah niat buruk. Dengan memelihara niat baik, maka akan baik-baik saja

Respon (6)

  1. Buat saya mendingan sakit hati, tinggal tidur, makan, nulis, nonton, sakit hati terobati 🙂
    Lha kalo sakit hati? Mau makan nggak bisa, mau tidur gigi cenut-cenut, mau nulis buntu ide.
    Tapi pengalaman saya sama, setelah bertahun-tahun merdeka dari sakit gigi, saya juga beberapa hari lalu harus merelakan diri menikmati sakit gigi yang rasanya WOW!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *