Sebenarnya tiga hari yang lalu saya berulang – tahun. Di masa – masa lampau, ulang tahun akan saya hitung masak – masak dengan persiapan jauh – jauh hari. Akan saya habiskan dengan siapa? Sahabat yang mana? Acara apa? Direstoran mana pula? Uang ibu saya hamburkan untuk bersenang – senang. Ketika baru bekerja dan gaji masih sedikit, juga saya hamburkan dengan mengadakan acara ulang tahun bersama teman – teman. Ulang tahun terus beranjak dari kemeriahan usia dua puluh satu hingga xx satu saat ini hehehe.. Yang jelas bukan ultah yang ke 81, yah!
Yang dulunya antusias menyambut ulang – tahun, sekarang was-was menyambut tahun demi tahun. Ha-ha! Saya sangat dimanjakan oleh ibu. Sehingga ketika ibu tiada sulit bagi saya untuk percaya bahwa kini saatnya saya harus menjadi dewasa sendiri, 1000% dengan cara saya. Yang biasanya saya selalu berdebat dengan ibu, bahkan cara untuk mendidik putri saya yang merupakan cucu ibu. Sekarang kemudi kehidupan sepenuhnya dikendalikan oleh diri saya sendiri. Kadang ada sedikit kepanikan bahwa ibu tak akan muncul lagi untuk cerewet mengoreksi dan memberitahu saya segala hal, yang dulu saya pikir hanya omong – kosong yang tak saya butuhkan.
Tetapi pada akhirnya demikianlah. Tahun demi tahun menjadi perjalanan rohani yang mendewasakan saya dengan sendirinya. Banyak sekali perubahan dan hal – hal yang dulu tak pernah saya duga pada akhirnya terjadi. Banyak pula rasa malu karena kesalahan – kesalahan yang pernah saya perbuat. Penyesalan karena keteledoran yang saya lakukan. Dan juga kerinduan pada hal – hal yang takkan pernah ada lagi. Ini termasuk ibu, paman dan oma. Orang – orang yang selalu menyayangi saya dan kini terbaring diam dalam nisan – nisannya. Kadang ingin menangis dan berkata ‘I can not believe it!’ But this is facts and I have to keep going on,…
Dulu, saya juga sempat meremehkan agama. Saya anggap kegiatan rohani hanya membuang – buang waktu. Isinya hanyalah sekumpulan orang yang berlaku munafik. Saya berpikir tidak akan pernah ada orang yang benar – benar baik. Pasti ada sedikit jahat dalam sikapnya. Dan saya juga percaya bahwa orang jahat pun pasti pernah sedikit tersentuh hatinya oleh kebaikan. Jadi berdasarkan pengetahuan yang terbatas itu, saya membuat agama sendiri. Yaitu agama KTP. Yang penting jika ditanya agamanya apa, saya punya dan dapat menjawabnya. Saya dibesarkan jauh dari perihal spiritualitas, apalagi kedua orang tua berbeda agama. Terjadi kebingungan dan jeda panjang tentang spiritualitas. Berbeda dengan suami yang sejak kecil selalu bersentuhan dengan kegiatan rohani. Laksana pemuda lulusan pesantren. Kadang – kadang saya mentertawakannya dan menganggap ia berlebihan. What an evil woman!
Tetapi itu dulu. Perjalanan hidup dengan penuh liku membuat saya sadar. Manusia harus selalu rendah hati dan menunduk, terutama di hadapan Tuhan. Dan saya banyak menemukan pengalaman berharga, bertemu dengan aneka manusia yang unik. Ada yang awalnya baik lalu berubah menjadi tak baik. Ada yang tak baik lalu terus berkubang dalam dosa. Ada yang jahat dan setiap pikir serta lakunya diarahkan pada keuntungan diri. Ada yang menafikan kebenaran. Ada yang culas. Ada yang bodoh. Ada yang pintar. Segala perwatakan manusia muncul. Bahkan watak saya dan Anda juga barangkali memiliki kekhususan yang tak semua orang mampu memahami. Sebuah perjalanan spiritualitas terutama dari masa ke masa dengan serapan pengalaman yang mengendap akan menempa setiap orang.
Sehari sebelum berulang – tahun, saya melakukan sebuah perjalanan spiritual. Semacam wisata rohani untuk berkunjung ke tempat – tempat ibadah yang tersebar di Jakarta. Tidak dirancang khusus, kebetulan diajak kawan sejak jauh hari dan ternyata bertepatan sehari sebelum berulang-tahun itu. Tempat – tempat yang saya kunjungi kebanyakan sunyi dan senyap karena kami datang pada hari biasa bukan hari peribadatan. Dalam kesunyian tersebut saya melihat bahwa sesungguhnya Tuhan selalu ada dan mendampingi manusia di setiap episode kehidupan. Yang menghilang justru si manusia karena sibuk dengan raga duniawinya saja. Boro – boro berdoa, sore ini kan mau karaoke sama teman – teman. Malamnya ada kondangan di gedung anu. Doa ntar – ntar aja kalau sudah tua, sudah pensiun dan banyak waktu luang.
Sesungguhnya yang berdoa sejak usia muda, bahkan yang didoakan oleh orang-tuanya sejak dalam kandungan sangatlah beruntung. Karena sejak dini ia telah dituntun pada cara pengendalian hasrat ragawi dan kapal kehidupannya diarahkan agar berkiblat pada Tuhan. Manusia – manusia yang jauh dari doa, atau hanya mengucap doa sebatas puisi dan kata- kata akan menjalani hidup yang kosong. Ketika dimudahkan semua akan terasa nikmat, ketika dipersulit hidup akan terasa neraka jahanam. Dalam kehidupan spiritualitas yang dewasa, kita belajar menyadari bahwa kenikmatan dunia tidak akan selamanya ada. Demikian pun kesulitan hidup tidak akan terus – terusan mencekik kesabaran jiwa. Sebuah pintu rumah ibadah yang tinggi dan megah, jangan disikapi hanya sebagai unjuk kemewahan. Namun patut dilihat sebagai penanda itulah kebesaran Tuhan, pintu rumahNya saja akan membuat kita terasa kecil dan rendah.
Perjalanan spiritualitas ke rumah – rumah ibadah membuat saya takjub dan haru. Ada yang kondisinya mewah, ada yang mewah sekali. Ada yang luxury dan canggih. Tetapi ada yang kuno, catnya mengelupas, ketinggalan jaman dan kurang terawat. Disemua tempat itu Tuhan hadir. Diantara mereka yang sukses Ia mengingatkan rendah hati dan diantara mereka yang sengasara Ia menjadi penghiburan. Bertepatan dengan hari ulang tahun munculah suatu permenungan. Bagi saya perjalanan spiritualitas bukan sekedar memotret rumah – rumah ibadah itu, menuliskan kisah sejarah dan arsitekturnya. Bukan itu! Perjalanan spiritualitas adalah ketika usia saya beranjak dari tahun ke tahun. Ketika kebahagiaan dan cobaan silih berganti. Ketika pujian dan hujatan juga silih berganti. Ketika ramai dan banyak teman. Lalu ketika sepi dan semua menjauh. Semua adalah perjalanan spiritualitas dan hingga hari ini saya tahu bahwa teman yang paling setia di kehidupan ternyata adalah …Tuhan!
foto: docpri
Selamat ulang tahun Ci Jo, cium pipi kanan pipi kiri dulu yoooo…soal perjalanan rohani, baru terbesrsit mau menulis juga tentang perjalanan dalam menulis, dimana justru bisa menemukan pencerahan juga.
Soal perjalanan rohani ke tempat2 suci ini, ada satu hal yang membuat istri saya skeptis. Ada saudara yang rajin berkunjung ke tempat2 rohani, sampai ke luar negeri dan menceritakannya dengan bangga. Tapi itu yang bikin skpetis, kelakuannya lebih para dari yang tidak pernah melakukan perjalanan semacam itu.
Tapi ini kan tidak bisa dijadikan patokan ya? Selamat menemukan spiritualitas hidup yang semakin cerah
Terimakasih BungKat/PakKat..#lap pipi kanan – lap pipi kiri# hihihi.. iya banyak org yg melakukan kegiatan spiritualitas dengan kedok kemunafikan…tp sekarang saya mikir..dari pada nggak belajar spiritualitas sama sekali?? Istilah kata biar cuma nyenggol – nyenggol masak siy ayat ayat kitab suci ngga terbaca? kembali pada manusianya…kalo saya sih memang ‘niat’ pengen menjadi manusia yg lebih baik dr hari ke hari..amiin!