Beberapa hari lalu saya membaca artikel tulisan dari Natalie Sisson, penulis buku The Suitcase Entrepreneur. Awalnya saya anggap Natalie sedikit gila. Apa yang diceritakan Natalie mengenai hidup yang dijalaninya mungkin sangat aneh dan melawan kodrat kemapanan hidup manusia pada umumnya. Natalie berkisah bahwa ia hanya memiliki sebuah koper yang berisikan barang – barang kebutuhannya. Natalie tidak memiliki rumah dan sering bepergian. Teman – temannya menganggap dia sejenis gelandangan yang rajin berpindah dan yang lain justru menganggap ia keren karena berani hidup dengan kebebasan penuh.
Natalie berkisah bahwa dulunya ia tinggal di sebuah rumah indah, banyak memiliki gadget, rajin mengamati fashion, shopping dan sebagaianya. Namun pada suatu episode kehidupan, Natalie menyadari bahwa memiliki kemewahan hanya akan membuat manusia tamak. Haus untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya. Manusia terpacu untuk saling berlomba, melihat siapa yang mampu hidup lebih mewah dan lebih nyaman. Kenyataan ini memicu manusia berkompetisi, khususnya dalam upaya mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin. Hal inilah yang kemudian membuat Natalie menyerah dan tidak lagi ingin didikte oleh tolok ukur manusia lain. Maka Natalie merubah pola hidupnya menjadi pengembara, petualang yang menjelajah banyak negara dengan kopornya.
Lambat-laun Natalie mulai berhenti bersikap konsumtif. Ia tidak lagi membeli barang-barang kecuali kebutuhan pokoknya. Natalie memutuskan untuk ‘membeli pengalaman’ dan tidak mau lagi ‘membeli barang.’ Untuk itulah ia banyak menghabiskan waktu dengan menjadi pengembara yang melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain. Banyak sekali kisah dan pengalaman yang dialami Natalie, hal itu dianggapnya sebagai kekayaan yang sesungguhnya. Bagi Natalie, harta terbaik adalah kenangan serta serangkaian foto – foto perjalanan. Menurut Natalie pula, tidak ada barang yang tak tergantikan di dunia ini. Bahkan ketika ia kehilangan tas dan passport, yang sempat membuatnya panik. Namun tokh pada akhirnya barang – barang itu dapat diganti. Baginya yang tak tergantikan adalah orang – orang yang terkasih. Kehilangan anggota keluarga dan teman tentu akan sangat menyakitkan ketimbang kehilangan barang – barang. Ini menjadi intisari kehidupan yang dipahami betul oleh Natalie. Menurutnya kebahagiaan tidak bisa dibeli, dimasukkan ke dalam botol atau dijual dalam sebuah paket.
Dengan tidak menjadi konsumtif, Natalie mampu lebih sering menabungkan uangnya. Sehingga lambat laun tabungan yang dimilikinya juga kian besar jumlahnya. Natalie menegaskan bahwa manusia seharusnya dihargai oleh karena pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang dimilikinya. Dan manusia tidak harus dihargai hanya oleh karena besarnya kekayaan yang dimilikinya. Hal ini menggarisbawahi hakekat budi pekerti yang sudah lama terinjak – injak oleh ideologi materialisme. Bahwa manusia yang sepenuhnya memiliki kesadaran, tidak akan menyembah pada harta atau kekayaan semata, namun justru lebih menghargai manusia lain dan pengalaman bersentuhan dengan kehidupan orang – orang lainnya. Barang – barang tidak memiliki nilai, manusialah yang memiliki nilai!
Sampai disini saya tercengang. Karena menurut saya emas batangan, rangkaian mutiara dan mobil ferrari adalah mling-mling dan bling-bling yang sangat mewah dan ingin saya memiliki. Namun ketika saya teringat bahwa ibu saya telah tiada dan tak dapat dibeli lagi dengan semua harta yang ada di muka bumi ini, saya jadi mengerti maksud Natalie! Saya kemudian berpikir bahwa mungkin benar apa yang dijabarkan olehnya. Bahwa,… Berselisih pendapat dengan pedagang mangga di pasar mengenai harga yang pas untuk sekilo mangga, melihat putri saya mencoba menangkap kepiting kecil di sawah, melihat suami yang asyik sendiri bergelut sambil menonton pertandingan tinju dan ajakan sahabat lama untuk menjelajah perkampungan baduy dalam,… itu semua adalah harta yang berharga bagi saya. Benar juga! Saya mulai paham tentang konsep kekayaan dan kesederhanaan yang tertukar selama ini…
foto: www.socialmediadirectbiz.com
Jadi gak salah ya bahwa pengalaman itu lebih berharga daripada emas permata, bisa membuat hidup ini dengan sederhana akan lebih berguna daripada membuatnya menjadi rumit melekat kepada segala kebendaan
yaaaa …tengok kanan kiri..langsung ketahuan mana yang sederhana dan mana yang ‘gonjreng’… ini lho saya dengan segala ‘atribut saya’…
…”membeli pengalaman” ya, hm… entahlah…. Coba nanti saya cari bukunya, bahasa Indonesiakah?
Mas Ryan saya belum baca bukunya, cuman baca artikelnya si natalie ini…sepotong artikel saja… bukunya malah saya ngga yakin, apa sudah masuk indonesia?… hehe..