Selama delapan minggu berturut-turut saya melaksanakan sebuah pelayanan. Dalam setiap minggunya hampir tiga hari waktu yang kami habiskan. Bisaanya kami memulaihari Jumat sore dan baru akan selesai pada hari Minggu. Selama itu saya tidak begitu memperhatikan dengan suasana keseharian di tempat tersebut. Apalagai saya yang terbisaa bangun siang jika hari libur. Memang, Saya bisa tidur lebih larut tetapi seperti bisaanya saya agak sulit kalau hari libur harus bangun lebih awal.
Minggu ke delapan Pelayanan ini mendampingi anak-anak jadi memang sering membuat saya agak terlambat tidur karena harus menjadi penjaga. Bisaanya anak-anak akan bermain dan mengobrol kalau kami sudah ikut tidur sejak sore. Berbagai kegiatan kami lakukan sambil mengisi waktu entah dengan membaca novel, koran, atau berita-berita dijejaring sosial. Pokoknya kami akan mencari cara agar tidak cepat mengantuk. Alhasil tak jarang kami harus tidur pada dini hari. Tentu dampaknya ya kami akan bangun lebih siang dibanding dengan anak-anak.
Akan tetapi, entah karena apa, pada hari Sabtu di minggu ke delapan meski tertidur pada dini hari pukul 05.15 saya bisa bangun. Setelah mengenakan jacket karena udara masih cukup dingin saya keluar ruangan. Seperti sebuah magnet yang menarik saya hingga saya berjalan menuju tepi danau. Seketika itu saya hanya bisa memekik dalam hati “Ya Tuhan…, ternyata tujuh minggu telah saya biarkan sia-sia dengan mengabaikan karya tanganMu”.
Bulan dan Venus Dalam hembusan angin pagi yang cukup sejuk tampaklah Bulan Sabit bersanding dengan Venus dengan cahanya yang cemerlang nan indah. Seberkas semburat jingga telah memenuhi cakrawala di ufuk timur. Sekilas bayang-bayang pucuk cemara dan rimbunnya ranting kenanga membayang di dasar telaga. Cericit burung mulai bangun dari tidur dan beberapa kelelawar yang kesiangan setelah kenyang semalaman menyantap matoa dan duku. Para kelelawar masih beterbangan mencari sarangnya sambil berlomba dengan datangnya pagi. Kecubuh dan tupaipun berlompatan di pelepah daun kelapa menyongsong kehadiran mentari pagi. Ini merupakan sedikit gambaran keindahan alam di suatu tempat di ujung selatan Tangerang.
Esok harinya saya memutar alrm lebih pagi dari hari Sabtu. Saya berusaha bangun pukul 05.00 pagi dengan harapan ada waktu lebih lama untuk menikmati keindahan pagi. Sayang, semua harapan dan keinginan tadi tinggallah harapan dan keinginan yang tak terwujud. Pasalnya, hari Minggu pagi ketika bangun dari tidur dan melangkah keluar kamar cuaca mendung sudah tampak. Bulan dan Venus yang saya harapkan pagi itu telah lari bersembunyi di balik awan mendung. Terlambat Sayang, alam yang indah ini tak pernah saya sadari selama beberapa minggu.
Tujuh minggu saya biarkan berlalu sia-sia. Saya lebih suka mengikuti kebisaaan saya pada saat hari libur. Tak pernah menyadari bahwa Tuhan menyediakan keindahan yang menghadirkan kedamaian dan panorama yang tak mampu saya lukiskan dengan kata-kata. Dalam kekecewaan pagi, baru tersadarlah saya. Kesadaran akan eksistensi diri manusia dan hubungan yang harmonis dengan cosmis atau alam ternyata menjadi suatu kerinduan insani. Hubungan antara manusia dengan Tuhannya tak terhindarkan dalam pencarian. Kekosongan dan kehampaan tak jarang sangat terasa ketika manusia begitu dekat dengan alam. Kerinduan dekat dengan alam secara tak sengaja sebenarnya mengejawantahkan kerinduan manusia yang secara naluri juga ingin senantiasa dekat dengan Tuhan. Keinginan yang begitu mendalam berakar dalam diri manusia yang ingin menemukan dirinya di pusat alam. Manusia berusaha berkomunikasi secara batin dengan alam sekitarnya baik dengan langit maupun bumi. Perasaan itu yang mampu menjelaskan keinginan bawah sadarnya bahwa dalam kekerdilannya sebagai manusia begitu merindukan Sang Penciptanya.
Hingga dalam ketermenungan diri manusia menyadari ungkapan kebutuhan hakiki sisi kemanusiaaanya di pusat alam semesta ini. Kebutuhan yang mutlak sebagai ciptaan yang merindukan Pencipta. Terkadang kita juga membiarkan beberapa peristiwa penting berlalu. Tak jarang kita lebih mengikuti keinginan hati dari pada merefleksi diri untuk memahami dan mengerti kehendak Tuhan. Memang banyak peristiwa yang kadang terlambat kita sadari. Kedekatan kita dengan alam ternyata mampu menyadarkan eksistensi diri kita. Kesadaran dekat dengan alam yang mampu menghadirkan keharmonisan dengan yang Ilahi.
Semoga kita tidak terlambat menyadari semua itu.
Salam 26052014
Membaca tulisan ini jadi ingat masa lalu waktu aktif di kegiatan remaja sebagai pembimbing. Sering ada acara di puncak 3 hari. Setelah acara selesai peserta sudah tidur kita panitia masih harus evaluasi dan persiapan buat esok. Paling cepat jam satu baru bisa tidur. dan tentu bangunnya juga harus duluan, jam lima atau setengah enam. Tapi itu seru banget, pas lagi kegiatan capek gak begitu terasa ,
Y a sebelum terlambat kita memang perlu mengingatkan diri bahwa setiap momen itu memang indah untuk dinikmati
Benar Bung Kate, sayangnya kadang kita begitu asyik dengan diri sendiri sehingga melewatka beberapa peristiwa penting dalam kehidupan ini. Memang dalam pelayanan rasa capai kadang tak terasa….dan tentunya semangat melayani yang menjadikan motivasi diri. Selamat berkarya
cukup lama yaa jadi pembimbingnya… tujuh minggu?
Delapan minggu Jeng Winda, jadi dua bulan full kerja tanpa istirahat….jadi wanita perkasa hehehe…